Jakarta (ANTARA) - Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) mendorong pengendalian konsumsi dan pemasaran rokok konvensional (tembakau) dan elektronik guna mewujudkan cita-cita SDM unggul dan Indonesia maju, terutama dalam hal kesehatan masyarakat.

"Apabila tidak dilakukan pengendalian dan advokasi segera, penggunaan tersebut dikhawatirkan akan menjadi ancaman terhadap pencapaian SDGs (Sustainable Development Goals) dan perwujudan visi Indonesia, SDM Unggul, Indonesia Maju, terutama dalam hal kesehatan masyarakat," kata Ketua Peneliti Faizal Rahmanto Moeis melalui keterangan pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Guru Besar UGM: Pandemi COVID-19 momentum tepat berhenti merokok

Baca juga: Peneliti: Pengurangan risiko alternatif berhenti merokok


Menurut dia, pengendalian secara bersamaan perlu dilakukan karena akar permasalahan dari penggunaan rokok elektronik adalah adanya persepsi bahwa rokok elektronik lebih sehat dan merupakan alat untuk berhenti dari merokok tembakau. Namun, bukti penelitian tidak mendukung persepsi tersebut.

Ia mengatakan mengingat sifat rokok elektronik dan rokok konvensional adalah komplemen, maka kebijakan kenaikan harga rokok elektronik maupun konvensional merupakan salah satu solusi untuk menurunkan prevalensi pada pengguna tunggal dari salah satu rokok konvensional atau elektronik, sekaligus bagi pengguna ganda rokok konvensional dan elektrik.

Hasil penelitian PKJS-UI menunjukkan bahwa terdapat dampak buruk dari penggunaan rokok elektronik, baik bagi pengguna ganda maupun pengguna tunggal, sehingga bagi perokok konvensional alternatif terbaiknya adalah berhenti merokok dibandingkan berpindah menjadi perokok elektronik.

Sementara itu, Ketua PKJS-UI Aryana Satrya mengatakan rokok elektronik dianggap sebagai alternatif yang lebih sehat ataupun alat untuk berhenti mengonsumsi rokok konvensional.

Baca juga: Perokok tembakau dan elektrik cenderung alami beban kesehatan ganda

Baca juga: Rokok elektrik sebabkan tingkatkan tekanan darah dan jantung

Baca juga: Soal fatwa haram rokok elektrik, PBNU dorong kajian


Namun ternyata, rokok elektronik justru memicu munculnya pengguna ganda rokok konvensional sekaligus elektronik yang menjadi beban ganda bagi penggunanya.

Dengan demikian, pengendalian konsumsi rokok, baik pada rokok elektronik maupun rokok konvensional harus dipertegas dan diimplementasikan untuk membantu pencapaian SDGs dan perwujudan visi Indonesia, yaitu SDM Unggul, Indonesia Maju, melalui manusia yang sehat dan berkualitas.

Pewarta: Katriana
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020