Konstitusi Indonesia sejak awal disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, selalu merujuk individu subjek hukum dengan sebutan 'setiap orang' atau 'setiap warga negara'.
Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengajak seluruh elemen untuk terus mendukung peningkatan kiprah politik kaum perempuan di Tanah Air.

"Walaupun secara konstitusi sudah baik, bukan berarti pelaksanaan kesetaraan gender tak mendapatkan hambatan," kata Bamsoet dalam rilisnya yang diterima di Jakarta, Senin.

Berdasarkan laporan Indeks Kesetaraan Gender Dunia (Global Gender Gap Index) Tahun 2020 yang dirilis Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) menempatkan Indonesia di urutan ke-85 dari 153 negara.

Indeks Indonesia itu, kata Bamsoet, masih jauh di bawah Filipina yang berada di urutan 16, Laos urutan 43, maupun Amerika Serikat di urutan 53.

Baca juga: KPPPA: Anak perlu dididik kesetaraan sejak dini

Namun, lanjut dia, dalam laporan tersebut juga terdapat capaian positif yang telah diraih Indonesia. Subindeks kesetaraan gender di bidang pendidikan dan kesehatan meningkat tajam, mencapai 96,1 persen dan 95,7 persen.

Ia berharap peningkatan di kedua bidang tersebut mampu membawa perempuan Indonesia berkiprah lebih jauh lagi.

Di sisi lain, Bamsoet juga merasa bangga atas capaian bangsa Indonesia soal kesetaraan gender. Tidak seperti di Amerika Serikat, negeri yang dikenal leluhur demokrasi dan pejuang emansipasi wanita tetapi masih terjebak dalam permasalahan kesetaraan gender.

Sejak diusulkan pertama kali pada bulan Desember 1923 oleh pemimpin Partai Wanita Nasional Alice Paul dan diberi tenggat waktu ratifikasi hingga tahun 1982, hingga kini usulan amendemen kesetaraan hak untuk mengesahkan prinsip kesetaraan gender, termasuk hak perempuan dalam konstitusi Amerika Serikat, masih mengalami stagnasi.

"Konstitusi Indonesia sejak awal disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, selalu merujuk individu subjek hukum dengan sebutan 'setiap orang' atau 'setiap warga negara'. Tidak ada satu pasal pun yang merujuk pada status gender pria atau wanita," kata Bamsoet.

Baca juga: Kowani: Pandemi momentum penerapan kesetaraan gender

Banyak tokoh perempuan terlibat dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Setidaknya ada 14 tokoh perempuan yang telah diangkat menjadi pahlawan nasional.

Bamsoet saat mengisi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kepada Forum Pemberdayaan Perempuan Indonesia (FPPI) secara virtual dari Ruang Kerja Ketua MPR RI lantas menyebutkan nama pahlawan nasional itu, yakni R.A. Kartini, Tjoet Njak Dhien, Tjoet Njak Meutia, Dewi Sartika, hingga Malahayati.

Di bidang politik dan kepemimpinan, kata mantan Ketua DPR RI ini, perempuan Indonesia juga sudah mampu mendapatkan kepercayaan rakyat.

Pada usia kemerdekaannya yang baru memasuki 56 tahun, Indonesia sudah mampu memiliki presiden perempuan, Megawati Soekarnoputri yang memimpin pada 23 Juli 200120 Oktober 2004.

Sementara itu, Amerika Serikat yang kini sudah memasuki usia ke-244 kemerdekaannya, belum mampu memiliki pemimpin perempuan.

Pada Pilkada Serentak 2018 di 171 daerah dengan usia kemerdekaan Indonesia yang ke-73 tahun, perempuan juga mendapatkan berbagai kepercayaan rakyat.

Bamsoet menyebutkan 14 perempuan berhasil menjadi kepala daerah, 1 gubernur, 10 bupati, dan 3 wali kota. Sementara itu, 17 perempuan terpilih menjadi wakil kepala daerah: 2 wakil gubernur, 9 wakil bupati, dan 6 wakil wali kota.

Baca juga: Kasus kekerasan berbasis gender meningkat selama pandemi COVID-19

"Menjelang 75 tahun kemerdekaan Indonesia, keterwakilan anggota DPR RI perempuan juga meningkat, yakni dari 97 orang pada periode 20142019, menjadi 118 orang pada periode 20192024 atau sekitar 20,5 persen dari total 575 anggota DPR RI," katanya.

Jumlah itu, menurut Bamsoet, memang masih kurang. Berdasarkan undang-undang memberikan kuota 30 persen bagi keterwakilan perempuan.

"Mudah-mudahan menjelang 100 tahun kemerdekaan, kiprah perempuan di dunia politik akan lebih banyak lagi," ujar Bamsoet.

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020