Penajam (ANTARA) - Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Provinsi Kalimantan Timur Abdul Gafur Mas'ud mengatakan penjualan lahan di kawasan calon ibu kota negara (IKN) di wilayahnya tidak bisa seenaknya, namun harus ada izin guna meminimalisir masalah di kemudian hari.

"Untuk meminimalisir persoalan setelah penjualan lahan, maka saya sudah menerbitkan aturan tentang pengetatan penjualan lahan, sehingga semua transaksinya wajib diketahui bupati guna mendapat persetujuan atau tidak, jadi tidak bisa seenaknya menjual tanah," ujar Bupati Abdul Gafur di Penajam, Minggu.

Baca juga: Kementerian BUMN akan bangun BUMN Tower di ibukota baru negara

Aturan yang telah diterbitkan tersebut adalah Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 22 tahun 2019 tentang Pengawasan dan Pengendalian Transaksi Jual Beli dan Peralian atas Hak Tanah di lokasi IKN pada Kabupaten PPU.

Perbub tersebut ia terbitkan karena diakui bahwa persoalan lahan menjadi permasalahan terbesar hampir di setiap daerah, termasuk di Kabupaten PPU yang usianya baru 18 tahun, terlebih daerah ini kemudian ditunjuk sebagai lokasi IKN yang baru.

Baca juga: Bappenas pastikan banjir Penajam Paser bukan di titik ibu kota baru

Untuk meminimalisir berbagai permasalahan yang mungkin terjadi di masa mendatang, maka ia mengambil berbagai langkah strategis sebagai upaya antisipasi, salah satunya adalah melalui Perbub tersebut.

Perbub ini diterbitkan selain untuk menekan konflik atau menghindari saling klaim atas tanah, juga untuk meredam lonjakan harga karena disadari bahwa prospek di Kabupaten PPU akan melonjak drastis, baik prospek ekonomi, pendidikan, sosial budaya, teknologi, dan prospek lainnya.

Baca juga: Men-PUPR tegaskan tidak ada kegiatan terkait ibukota baru tahun ini

Bupati juga mengatakan bahwa pelaksanaan pengawasan dan pengendalian atas lahan dilakukan oleh kepala desa, lurah, dan camat, yakni mereka mendapat tugas melakukan monitoring perkembangan wilayah dalam penguasaan tanah, terutama di setiap transaksi jual beli lahan.

Di sisi lain, ia juga mengatakan dengan ditunjuknya Kabupaten PPU sebagai lokasi IKN baru, maka pemerintah pusat juga sudah harus siap memberikan anggaran khusus untuk daerah sebagai bentuk dukungan percepatan mewujudkan rencana tersebut.

"Hal ini perlu dilakukan agar semua persiapan yang perlu dikerjakan dapat dilakukan tanpa harus menggunakan dana daerah. Pusat jangan hanya selalu terima beres, bahkan terkadang menyalahkan daerah, padahal tidak mengimbangi anggaran prioritas terkait IKN baru ini," ucap Bupati.

Sementara itu, Tenaga Ahli Bupati PPU Aji Sofyan Effendi yang juga pakar ekonomi Kaltim mengatakan Perbup tersebut harus diikuti semua pihak dan sifatnya mengikat karena persoalan lahan merupakan persoalan sensitif yang bisa memicu berbagai macam konflik baik vertikal maupun horizontal.

Untuk itulah Perbup ini dibuat agar semua pihak memahami bahwa betapa pentingnya masalah keamanan dan kestabilan di daerah.

Fakta menunjukkan betapa banyak daerah di Indonesia yang rusuh akibat persoalan tanah yang ujung-ujungya melahirkan konflik sosial, sehingga akan berdampak pada kerugian yang bukan hanya dialami daerah, tetapi juga sampai pemerintah pusat.

"Bagi Pemda PPU sebagai eksekutor pembangunan, maka persoalan lahan ini wajib diatur. Pelanggaran atas Perbup tersebut harus ada sanksi tegas, terlebih bupati telah minta kepolisian, kejaksaan, dan agraria wajib mendukung perbup ini agar seluruh masyarakat PPU terlindungi dan terhindar dari persoalan hukum," ucap Aji.

Terlebih, lanjutnya, di era persiapan IKN, persoalan yang paling rumit dan terjadi di depan mata adalah terkait lahan bukan hanya untuk keperluan kantor pusat pemerintahan, tapi juga mengantisipasi kedatangan sekitar 1,5 juta ASN beserta keluarganya.

"Sekitar 1,5 juta orang yang akan hijrah ke PPU ini tentu butuh tempat tinggal, butuh lahan, dan lainnya. Nah, jika ini tidak diatur dari sekarang baik melalui Perbup atau Perda, maka dapat dibayangkan apa yang akan terjadi di kemudian hari," ujar Aji.

Pewarta: M.Ghofar
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2020