Seoul (ANTARA News/AFP) - Seorang aktivis hak asasi manusia (HAM) Amerika Serikat yang memasuki Korea Utara secara tidak sah pada Hari Natal dalam usaha menggalakkan HAM dan kondisi lebih baik di negara komunis itu, ditahan, kata rekannya, Minggu.

Robert Park , 28 tahun berjalan melintasi Sungai Turmen yang membeku dari China ke Korut , Jumat, sementara para aktivis temannya mengawasi dan merekam saat ia masuk tanpa izin, kata para teman Park.

Park, warga AS keturunan Korea mengakui ia melihat bayangan-bayangan dari Tuhan tentang pembebasan dan penyelamatan Korut, kata rekan-rekannya , dan menambahkan ia melintasi perbatasan itu dengan meneriakkan " Saya datang ke sini untuk menyatakan kasih Tuhan.

Park, dari Tuscon, Arizona membawa sepucuk surat yang menyerukan pemimpin Korut Park Jong Il membebaskan para tahanan politik, menutup kamp-kamp konsentrasi dan melakukan tindakan memperbaiki hak-hak asasi manusia dan kondisi negara itu, kata para rekan Park.

Kontak dengan Park kini terputus, tetapi kami mendapat kabar ia hidup dan ditahan oleh pihak berwenang Korut untuk diperiksa," kata seorang rekan Park yang tidak bersedia namanya disebutkan kepada AFP, Ahad.

Foto-foto dan rekaman video tentang penyeberangan Park ke perbatasan Korut itu akan disiarkan, Senin, tambah koleganya.

Korut belum menanggapi atau memberikan komentar mengenai kasus itu.

Cho Sung Rae , salah seorang aktivis teman Park di Seoul, Ahad menyiarkan satu koresponden e-mail antara Park dan kedua orang tuanya yang tinggal di AS.

Surat Park, yang ditujukan kepada Kim Jong Il dan disiarkan Sabtu, menyerukan para pemimpin Korut agar bertobat.

Surat itu juga mendesak Korut mengizinkan tim-tim kesehatan memasuki Korut "untuk mengobati mereka yang telah disiksa dan luka parah."

Kedutaan besar AS di Seoul tidak bisa segera dihubungi untuk diminta komentar.

Pada bulan Maret tahun ini, dua wartawati AS yang memasuki Korut dari China dalam rangka untuk meliput kasus perdagangan manusia mendekam di penjara selama lebih dari empat bulan.

Wartawati televisi Laura Ling dan Euna Lee dihukum 12 tahun kerja paksa tetapi kemudian dibebaskan sebagai bagian dari satu misi diplomatik yang dipelopori mantan Presiden AS Bill Clinton Agustus lalu.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009