API meminta pemerintah membantu usaha pelaku industri TPT. Pertama adalah dengan membuatkan aturan yang mengatur importasi pakaian jadi di Indonesia.
Jakarta (ANTARA) - Pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT)melalui Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) meminta pemerintah memberlakukan beberapa aturan untuk mendukung keberlangsungan industri TPT di dalam negeri, salah satunya yakni aturan tentang importasi pakaian jadi.

“API meminta pemerintah membantu usaha pelaku industri TPT. Pertama adalah dengan membuatkan aturan yang mengatur importasi pakaian jadi di Indonesia,” kata Ketua API Jemmy Kartiwa Sastraatmaja lewat keterangan resmi diterima di Jakarta, Selasa.

Selanjutnya, pemberian bantuan yang bersifat cepat untuk menggerakkan TPT berupa subsidi listrik selama satu tahun.

Baca juga: Himbara dukung industri TPT

Kemudian, bantuan berupa tambahan modal kerja dan subsidi bunga bagi industri TPT, terutama yang berstatus collect 1 sebelum COVID-19.

“Terakhir, aturan berupa subsidi tarif listrik sebesar 25 persen atau pemberian diskon tarif listrik pada jam 22:00-06:00,” tuturnya.

Jemmy menjelaskan, nilai ekspor pada Maret 2020 anjlok 60 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya sehingga berimbas pada sekitar 2,1 juta tenaga kerja yang dirumahkan, akibat melemahnya daya beli masyarakat.

Baca juga: Kemendag ajak industri tekstil aktif majukan produk TPT

Menurut Jemmy, pelonggaran Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tidak serta merta membuat industri tekstil kembali hidup. Sebab banyak pengusaha yang kehabisan modal untuk membayar upah selama masa PSBB dan pembayaran cicilan serta bunga bank.

Hal tersebut disampaikan Jemmy pada Forum Group Discussiin bertajuk “Upaya Pemulihan Ekonomi dan Industri Tekstil di Indonesia”.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) Sunarso mengatakan bila permasalahan utama yang dihadapi oleh pengusaha tekstil adalah menurunnya permintaan dan margin yang tipis karena harga bahan baku yang tinggi, maka yang perlu dilakukan adalah penguatan permintaan lewat konsumsi dalam negeri dan membatasi impor bahan jadi.

“Dengan membatasi impor garmen, maka akan mendorong industri lokal untuk menguasai pasar TPT di dalam negeri,” ujar Sunarso.

Baca juga: Menperin sebut peluang ekspor industri pakaian jadi kembali terbuka

Saat ini, lanjut Sunarno, yang dibutuhkan dan perlu dilakukan terkait pemulihan ekonomi adalah memperkuat permintaan dalam negeri dengan menjaga konsumsi dalam negeri.

“Karenanya barang-barang yang sebenernya menyerap tenaga kerja itu importasinya benar-benar dibatasi. Bila perlu pemerintah belanja seragam untuk ASN dan BUMN,” jelasnya.

Sementara itu, Enny Sri Hartati, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) , memandang selama ini pemerintah belum memiliki kebijakan pengembangan industri TPT yang konkret dari hulu dan hilir.

Persoalan yang dihadapi oleh industri TPT adalah bea masuk bahan baku impor tinggi, sedangkan pakaian jadi (garmen) tarifnya free.

“Kalaupun kita bisa mengekspor, pasti daya saingnya rendah karena harga bahan baku yang diimpor tidak kompetitif. Bahkan di dalam negeri pun kalah bersaing dengan produk garmen impor. Lama-lama industri TPT bukan cuma merosot, malahan bisa habis,” pungkas Enny.

Enny mengingatkan, Kemenperin harus secara komprehensif membahas positioning industri TPT.

“Kemenperin harus ngobrol dengan kementerian terkait bagaimana cara-cara terstruktur, karena kebijakan ini by design. Artinya design kebijakan ini harus ada upaya-upaya yang terstruktur dan massif, bagaimana bentuk pohon industrinya,” tukasnya.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020