Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan upaya dalam memerangi adanya disinformasi, misinformasi, berita bohong atau hoaks, dan ujaran kebencian atau hate speech merupakan tantangan yang luar biasa.

“Tantangan yang luar biasa yaitu ingin memerangi disinformasi, Misinformasi, hoaks, atau hate,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Sabtu.

Sri Mulyani menuturkan adanya disinformasi, misinformasi, berita bohong, serta ujaran kebencian yang semakin marak mampu menimbulkan kegaduhan hingga memecahbelahkan masyarakat.

“Betapa berbahayanya kondisi suatu negara yang dipenuhi oleh (berita) hate, hoaks atau fake news. Bisa betul-betul membuat masyarakat disoriented dan terjadi pecah belah,” ujarnya.

Baca juga: Sri Mulyani bebaskan PPN bahan baku kertas untuk media mulai Agustus

Ia menyebutkan Amerika Serikat (AS) dengan usia demokrasinya yang sudah lebih dari 200 tahun hingga saat ini masih kebingungan dalam menghadapi masalah tersebut.

“Mereka yang selama ini mengunggulkan kebebasan, hak pribadi, dan segala macam saja masih kelimpungan benar dengan masalah ini,” katanya.

Ia menjelaskan pada era sekarang banyak berita yang mengutamakan clickbait dengan menyebarluaskan disinformasi kepada publik demi mendapat banyak pembaca.

“Ada disinformasi yang di-mainstream-kan. Performance indicators-nya berdasarkan klik dan klik itu selalu dijudulkan dengan yang bombastis,” ujarnya.

Baca juga: Sri Mulyani pantau defisit agar tak lebih dari 6,34 persen

Sri Mulyani pun mengaku bahwa ia sering menjadi korban judul berita yaitu dirinya merasa tidak pernah membicarakan suatu hal namun ternyata ada beritanya.

“Saya sering menjadi victim gitu jadi judulnya apa isinya apa. Rasanya saya ngomong kayak gini kenapa jadi begitu ya judulnya,” katanya.

Di sisi lain, Sri Mulyani dapat memaklumi dan memahami kejadian tersebut mengingat ia adalah tokoh negara yang setiap berita tentang dirinya sangat dinanti oleh masyarakat.

“Saya tahu bahwa teman-teman (media) kalau ada kata Sri Mulyani bicara sesuatu yang kontroversi pasti diklik gitu jadi saya juga memahami itu,” ujarnya.

Meski demikian, ia meminta agar masyarakat atau pembaca dapat benar-benar mengkaji sumber berita tersebut sehingga tidak menjadi korban adanya disinformasi dan misinformasi.

“Kita semua harus mencoba untuk melihat sumbernya atau yang disebut pondasi dari distorsi itu,” tegasnya.

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020