Jakarta (ANTARA News) - Kuasa hukum PT Bangun Tjipta Sarana (BTS), OC Kaligis, menyatakan, PT Jasa Marga tidak menunjukkan penghormatan terhadap hukum terkait hubungan perjanjian kerjasama pembangunan jalan tol Cibitung-Cikampek dengan PT BTS.

"Pernyataan pihak PT Jasa Marga itu menunjukkan tidak adanya penghormatan terhadap hukum, baik hukum perjanjian maupun proses persidangan gugatan PT Jasa Marga terhadap BTS yang sedang berlangsung di pengadilan," katanya, di Jakarta, Kamis (7/1).

Sebelumnya dilaporkan, sidang sengketa antara PT Jasa Marga dengan PT Bangun Tjipta Sarana, digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (21/12) dengan mendengarkan keterangan sejumlah ahli.

Sengketa antara PT Jasa Marga dengan PT Bangun Tjipta Sarana, terjadi pada 2000 saat Jasa Marga hendak melebarkan ruas tol Jakarta-Cikampek untuk mengantisipasi pengoperasian jalan tol Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang) pada tahun 2005 dan Tol Outer Ring Road (JORR) yang terhubung Tol Jakarta-Cikampek pada 2007.

Jasa Marga telah mengadakan perjanjian kerjasama dalam pembangunan Jalan Tol Cibitung-Cikampek (dua lajur arah Jakarta) pada 16 Oktober 1992.

Kontrak Jasa Marga dengan Bangun Tjipta Sarana dengan cara membagi hasil pendapatan tol sebesar 69 persen kepada Bangun Tjipta Sarana selama 26 tahun yaitu sampai 2014.

Namun diduga seusai pelebaran jalan tol tersebut yang dikerjakan notabene oleh PT Jasa Marga setelah Bangun Tjipta Sarana tidak mengerjakan pelebaran jalan tol itu, pendapatan tol ikut dinikmati oleh Bangun Tjipta Sarana.

OC Kaligis menyatakan bahwa dengan menyatakan adanya kerugian negara akibat perjanjian tersebut, sadar atau tidak sadar, PT Jasa Marga telah menggiring opini publik yang sesat yang kemudian dapat mempengaruhi "court of justice".

"Padahal jika benar ada kerugian negara akibat perjanjian itu, direksi PT Jasa Marga sudah diperiksa, ditangkap dan dituntut KPK atau kejaksaan," katanya.

Pasalnya, kata dia, PT Jasa Marga yang membuat perjanjian yang merugikan keuangan negara.

"Persoalan pokoknya adalah ketaatan dan penghormatan pihak PT Jasa Marga pada perjanjian yang berlaku sebagai undang-undang bagi Jasa Marga dan klien kami," katanya.

Sebelumnya dilaporkan, pihak Jasa Marga melalui kuasa hukumnya, Taufik Arizar, meminta majelis hakim untuk mengeluarkan penetapan atas permohonan provisi, yaitu penghentian kewajiban Jasa Marga untuk bagi hasil.

"Kerugian Jasa Marga dari pembagian hasil itu sudah sangat besar, hingga kami mengajukan permohonan provisi," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010