Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengingatkan sekolah untuk berpikir kreatif dan lebih memahami bahwa rokok merupakan sebuah ancaman bagi anak sebab sekali mereka mencoba maka kemungkinan terpapar narkoba dan sebagainya akan lebih besar.

"Sekolah harus lebih berpikir out of the box, jangan hanya fokus pada prestasi anak di sekolah atau anak harus menguasai bidang apa, namun juga perlu memahami rokok adalah ancaman bagi anak," kata Koordinator Bidang Peserta Didik Kemendikbud Mega Zamroni dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan pihak sekolah, termasuk mulai dari komite, harus lebih merangkul dan aktif agar anak-anak di sekolah tidak mencoba hal-hal yang berkaitan dengan rokok.

Kemudian, katanya, jika memang anak ketahuan merokok, baik itu di sekolah maupun sekitar lingkungan sekolah, maka teguran diberikan bukan hanya pada anak yang bersangkutan, namun juga unsur-unsur yang ada di sekolah tersebut.

Menurutnya, secara umum perilaku merokok pada anak banyak terjadi akibat faktor dari perilaku teman sebaya. Hal ini, khususnya terjadi pada mereka yang berusia 13 hingga 17 tahun, bahkan ada yang di bawah itu.

"Kami sudah ada Permendikbud Nomor 64 Tahun 2015 terkait dengan sekolah yang bebas dari rokok. Namun dengan adanya faktor teman sebaya, sepertinya aturan ini bisa sedikit direvisi atau disesuaikan lagi," kata dia.

Sebab, dalam Permendikbud tersebut lebih cenderung pada faktor anaknya sendiri. Padahal jika merujuk pada kasus di lapangan, bila seorang anak merokok di lingkungan sekolah, maka yang harus mendapat teguran juga meliputi guru dan kepala sekolah.

Bahkan, katanya, seharusnya teguran juga diberikan pada masyarakat di lingkungan sekolah. Sebab, tidak mengingatkan anak-anak agar tidak merokok di sekitar sekolah itu.

Baca juga: Muhadjir Effendy: Merokok bisa berdampak terhadap kekerdilan anak

Di sisi lain, ia mengatakan kasus merokok pada anak, termasuk di sekolah, merupakan tantangan tersendiri sebab yang dijadikan teladan atau contoh biasanya memang teman mereka sendiri.

Baca juga: Sebagian anak Indonesia merokok 70 batang seminggu

"Anak biasanya punya teman yang jadi panutan, dan sekalinya teman itu merokok maka anak akan meniru dan merasa harus seperti panutan mereka juga," ujar dia.

Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa peranan keluarga dalam menjauhkan anak dari rokok tidak kalah penting sehingga butuh kerja sama semua pihak dalam mengatasi hal tersebut.

Baca juga: KPPPA: Anak adalah peniru ulung

Hal itu, katanya, termasuk pula dari pihak regulator untuk membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung agar dapat memutuskan mata rantai merokok pada anak-anak.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020