Media harus berubah. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak perlu membuat narasi tandingan dan memantau media secara berkala
Jakarta (ANTARA) - Pemerhati media Roy Thaniago mengatakan bahwa media memiliki peran dalam mengekalkan stereotipe dan merawat status quo yang bias gender.

"Media harus berubah. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak perlu membuat narasi tandingan dan memantau media secara berkala," kata Roy dalam sebuah seminar daring yang diadakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) di Jakarta, Jumat.

Roy mencontohkan berbagai iklan yang menghilangkan peran ayah dalam urusan domestik, seolah-olah peran ayah memang pada ranah publik dan ranah domestik adalah urusan ibu.

Hal itu terlihat, misalnya pada iklan obat demam anak dan susu pertumbuhan. Dalam adegan anak terbaring di tempat tidur karena demam, selalu memunculkan seorang ibu yang mengecek keadaan anaknya.

"Ayah baru muncul setelah anaknya sembuh dan bermain bersama. Seolah-olah ayah tidak memiliki peran untuk memeriksa anak yang sedang demam," katanya.

Begitu pula dalam iklan deterjen. Ia mengatakan kebanyakan iklan deterjen menghadirkan para ibu yang bertugas mencuci dan menyetrika pakaian seluruh keluarganya.

"Ada iklan yang memunculkan seorang ayah yang terpaksa mencuci dasinya yang kotor. Laki-laki dihadirkan untuk mencuci keperluannya sendiri, sementara keperluan seluruh keluarga adalah tugas perempuan," kata Roy.

Selain itu, sosok laki-laki dalam iklan deterjen juga dihadirkan sebagai penyuluh, pakar, atau otoritas keilmuan.

"Misalnya dalam iklan salah satu deterjen diuji pada berbagai merek mesin cuci. Digambarkan para pakar yang menguji itu seluruhnya adalah laki-laki," katanya.

Karena itu, ia menyarankan kepada KPPPA untuk melibatkan para pemangku kebijakan dan aktor media untuk menyosialisasikan kesetaraan gender.

Pemangku kepentingan yang bisa dilibatkan antara lain Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), pers mahasiswa hingga media komunitas.

Para pemangku kepentingan juga harus didorong untuk membuat atau merevisi sejumlah peraturan dan panduan, misalnya panduan produksi sinetron, kode etik jurnalistik atau pariwara, hingga Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), demikian Roy Thaniago.

Baca juga: KPPPA minta media berperan dalam kesetaraan gender

Baca juga: Kementerian PPPA dan KPI sepakat bangun media sensitif gender dan ramah anak

Baca juga: Dewan Pers minta media terapkan jurnalisme berperspektif gender

Baca juga: Keragaman gender di media dalam perspektif HAM didiskusikan AJI Ambon

 

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020