Kalau untuk hapuskan pungli, kita harus lihat lebih dalam lagi
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia berharap RUU Omnibus Law Cipta Kerja akan dapat meminimalkan pungutan liar (pungli) yang kerap dikeluhkan investor dalam merealisasikan investasinya di Indonesia.

Saat konferensi pers daring dari Jakarta, Selasa, Bahlil mengatakan Omnibus Law Cipta Kerja tidak otomatis menghapuskan pungli namun diharapkan bisa meminimalisasi potensi pungli.

"Apakah dengan UU ini bisa menghapuskan pungli? Kalau untuk hapuskan pungli, kita harus lihat lebih dalam lagi, tapi minimal dengan UU ini, memperkecil itu (pungli). Pungli ini sejak dulu sudah ada, memang negara ini dari zaman VOC ini barang sudah ada," katanya.

Namun, generasi saat ini bisa memperkecil pungli melalui regulasi dalam Omnibus Law Cipta Kerja. Bahlil menambahkan dalam skenario BKPM, RUU Cipta Kerja diharapkan bisa rampung Oktober 2020.

"Dalam skenario kami, paling lambat Oktober kita harapkan bisa cepat selesai. Kalau bisa awal Oktober jauh lebih baik. Karena bagi BKPM, dengan disahkannya maka BKPM bisa melakukan langkah-langkah selanjutnya," imbuhnya.

Bahlil menilai selain memperkecil pungli, RUU Omnibus Law Cipta Kerja diharapkan juga akan dapat menghalau korupsi. Hal itu penting lantaran persepsi terhadap korupsi di Indonesia masih sangat tinggi. Indonesia berada di urutan 85 dari 180 negara yang dianggap paling korup.

"Kenapa ini terjadi? Sebenarnya kan pengusaha ini, mohon maaf ya, pengusaha ini kalau izinnya dikasih baik-baik tanpa harus pakai cara-cara yang tidak elok itu mereka lebih senang. Tetapi kalau izinnya ditahan-tahan, dikompromi-kompromikan, ya terpaksa kita pengusaha itu pasti banyak caranya," katanya.

Persepsi korupsi itu, lanjutnya, juga mempengaruhi nilai Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia. Dibandingkan negara-negara tetangga, ICOR Indonesia berada di angka 6,6. Sementara Thailand yang ada di angka 4,4, Malaysia 4,5, Vietnam 4,6 dan Filipina 3,7.

ICOR merupakan salah satu parameter untuk menunjukkan tingkat efisiensi investasi di suatu negara. ICOR yang tinggi menunjukkan tingkat efisiensi yang rendah.

Tidak hanya ICOR, Bahlil menambahkan persoalan aturan yang tumpang tindih, tanah hingga tenaga kerja, juga merupakan pertimbangan utama investor.

"Ini salah satu referensi yang dipakai oleh para investor untuk mendorong kecenderungan mereka mau investasi di negara mana, selain dari tiga aspek yang tadi. ICOR ini sendiri kan melihat dari tingkat biaya yang begitu tinggi," katanya.

Baca juga: Pemerintah targetkan kemudahan berusaha RI naik ke peringkat 60
Baca juga: Bahlil sebut realisasi investasi kuartal III 2020 tumbuh lebih baik
Baca juga: Gairahkan ekonomi, Bahlil ajak masyarakat beli produk jualan teman

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020