Kita harapkan semua negara mitra, termasuk yang tergabung dalam ARF, untuk memegang teguh nilai-nilai ini,
Jakarta (ANTARA) - Dalam Forum Regional ASEAN (ARF) ke-27 yang diselenggarakan via video conference, Sabtu, Indonesia mendorong para negara anggota untuk bekerja sama guna mengatasi tantangan di Kawasan Asia Pasifik.

Mulai dari sengketa perbatasan, meningkatnya tensi di Laut China Selatan (LCS), tiada perkembangan proses denuklirisasi Semenanjung Korea, ancaman terorisme, hingga rivalitas antara kekuatan besar merupakan isu yang dibahas dalam pertemuan tersebut.

“Dalam situasi ini, kita sampaikan pentingnya ARF untuk tetap dan selalu relevan guna memperkokoh kerja sama antarnegara dalam menghadapi tantangan di kawasan yang semakin kompleks,” ujar Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi saat menyampaikan pernyataan pers virtual mengenai pertemuan itu.

Dalam pernyataannya, Indonesia menekankan pentingnya negara-negara memproyeksikan budaya dan nilai dialog dan penyelesaian konflik secara damai.

Baca juga: Forum Regional ASEAN Bahas Konflik Dua Korea, Laut China Selatan

Nilai dan norma tersebut dianggap telah menavigasi Kawasan Asia Tenggara dalam menghadapi berbagai tantangan yang tidak ringan dan menjadi panduan bagi kerja sama dengan mitra di kawasan, selama lebih dari lima dekade.

“Kita harapkan semua negara mitra, termasuk yang tergabung dalam ARF, untuk memegang teguh nilai-nilai ini,” kata Retno.

Indonesia juga menyampaikan keinginannya untuk melihat LCS yang damai dan stabil, di mana prinsip-prinsip internasional yang diakui secara internasional ditegakkan termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.

Hal tersebut juga telah ditegaskan dalam Joint Communique Pertemuan Menlu ASEAN (AMM) ke-53 yang menyebut UNCLOS 1982 sebagai kerangka hukum internasional untuk semua aktivitas di perairan dan laut. 

The Code of Conduct in the South China Sea harus konsisten dengan hukum internasional termasuk UNCLOS 1982. Indonesia juga menyampaikan bahwa UNCLOS 1982 adalah satu-satunya basis untuk penentuan maritime entitlements, kedaulatan dan hak berdaulat, jurisdiksi, serta legitimate interest di perairan dan laut,” tutur Retno.

Poin kedua yang diangkat Indonesia yakni pentingnya memperkuat kerja sama untuk mengatasi tantangan keamanan lintas batas, khususnya ancaman terorisme dan perdagangan manusia di masa pandemi ini. 


“Saya ingatkan bahwa kemiskinan dan resesi akan meningkatkan potensi adanya kelompok-kelompok yang akan merekrut mereka di dalam gerakan terorisme. Untuk itu, Indonesia mengusulkan sebuah pernyataan ARF terkait treatment of children recruited by or associated with terrorist group yang Insya Allah dapat disepakati dan menjadi hasil dari pertemuan ARF,” Retno menambahkan.

Selain itu, Indonesia kembali menyinggung tentang meningkatnya jumlah “manusia perahu” di kawasan. Dalam dua bulan terakhir, Indonesia telah menerima hampir 400 manusia perahu yang merupakan etnis Rohingya. Dengan pertimbangan kemanusiaan, Indonesia untuk sementara menerima para migran Rohingya.

Menlu Retno mengingatkan perlunya berbagi tanggung jawab khususnya oleh negara-negara pihak Konvensi Pengungsi 1951, organisasi-organisasi internasional, dan LSM yang selama ini memiliki perhatian terhadap isu ini, selain juga penyelesaian akar masalah oleh pemerintah Myanmar.

“Myanmar adalah rumah bagi etnis Rohingya, maka prioritas harus diberikan untuk memastikan safe, voluntary, and dignified repatriation ke Myanmar,” kata dia.

Lebih lanjut, Menlu Retno juga mengingatkan perlunya mengatasi potensi keterlibatan kejahatan terorganisir dalam isu irregular migrants ini.

Pertemuan ARF merupakan bagian dari rangkaian AMM yang diselenggarakan setiap tahun.

Baca juga: ARF dianggap sulit damaikan dua Korea
Baca juga: Uni Eropa dan ASEAN kembangkan konsep diplomasi Asean Regional Forum


ARF terdiri dari 10 negara anggota ASEAN, China, Jepang, Amerika Serikat, Rusia, Korea Utara, Korea Selatan, India, Pakistan, Australia, Selandia Baru, Kanada, Papua Nugini, Bangladesh, Timor Leste, Mongolia, Sri Lanka, serta Uni Eropa.

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020