Denda dan hukuman yang bersifat progresif harus diberlakukan.
Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rusli Cahyadi menilai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Jakarta merupakan respons tepat sebagai upaya menekan atau mengurangi kasus COVID-19.

"Saya pikir PSBB ini adalah respons yang tepat dari pemerintah DKI. Respons serupa kita harapkan dari pemerintah wilayah Bodetabek," kata Rusli kepada ANTARA, Jakarta, Sabtu.

Baca juga: DKI tiadakan 10 kawasan pesepeda lima wilayah per 13 September 2020

Ia melanjutkan, "Bahwa tantangannya akan lebih berat, saya setuju. Akan tetapi, kebijakan ini harus diambil dan dijalankan secara sungguh-sungguh oleh semua pihak."

Ditekankan Rusli bahwa penegakan aturan harus dijalankan dengan lebih tegas dan lebih ketat lagi.

"Denda dan hukuman yang bersifat progresif harus diberlakukan," katanya menegaskan.

Menurut Rusli, sistem database pelanggar PSBB yang akan dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi DKI harusnya sudah bisa diaplikasikan dan menjadi dasar bagi penegakan aturan.

Baca juga: Apindo perkirakan PSBB Jakarta tidak pengaruhi ekonomi Batam

Jika keterlibatan masyarakat dengan patuh pada protokol, terutama tetap di rumah, dan bisa ditingkatkan, apalagi lebih baik dari PSBB pertama, dia berharap akan ada penurunan kasus COVID-19 yang signifikan.

"Mencoba menyeimbangkan antara ekonomi dan kesehatan (gas dan rem, istilahnya pemerintah) sudah terbukti gagal. Saatnya menerapkan PSBB dengan ketat dan mengedepankan soal kesehatan," tutur Rusli.

Pemberlakuan kembali PSBB yang diperketat itu mulai Senin, 14 September 2020.

Diketahui angka rataan kasus positif (positivity rate) COVID-19 di Jakarta adalah 13,2 persen atau di atas ketentuan aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di bawah angka 5 persen.

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020