New York (ANTARA) - Harga minyak turun tipis pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), di tengah kekhawatiran terhentinya pemulihan ekonomi global dan Libya yang siap melanjutkan produksi serta badai Sally yang mengganggu produksi minyak AS.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November, turun 22 sen atau 0,6 persen, menjadi menetap pada 39,61 dolar AS per barel. Sementara itu, minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) untuk penyerahan Oktober turun tujuh sen atau 0,2 persen, menjadi ditutup di 37,26 dolar AS per barel.

Kedua kontrak berakhir lebih rendah minggu lalu, jatuh untuk minggu kedua berturut-turut.

“Badai membuat produksi dihentikan di Teluk Meksiko, dan pasar tidak peduli -- itu menunjukkan betapa buruk situasinya,” kata Bob Yawger, direktur energi berjangka untuk Mizuho di New York.

Badai Sally menguat di Teluk Meksiko, sebelah barat Florida pada Minggu (13/9) dan siap menjadi badai kategori 2.

Badai tersebut memaksa perusahaan energi untuk menutup 21,4 persen, atau 395.790 barel per hari (bph), produksi minyak mentah lepas pantai di Teluk Meksiko utara, kata pemerintah AS pada Senin (14/9).

Badai tersebut mengganggu produksi minyak untuk kedua kalinya dalam waktu kurang dari sebulan setelah Badai Laura melanda wilayah tersebut.

Biasanya harga minyak naik ketika produksi dihentikan, tetapi dengan pandemi virus corona semakin parah, kekhawatiran permintaan mengemuka, sementara pasokan global terus meningkat.

Jalan menuju pemulihan permintaan bahan bakar global kemungkinan besar akan sulit, kata beberapa eksekutif industri senior.

“Tingkat infeksi (virus corona) meningkat lagi, ada penguncian lokal yang diterapkan di semakin banyak negara yang menghambat pertumbuhan ekonomi regional dan jumlah pengangguran gagal turun secara signifikan,” kata pialang minyak PVM Tamas Varga.

"Hal ini menyebabkan pertumbuhan permintaan minyak suram."

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengatakan pada Senin (13/9) bahwa permintaan minyak dunia akan turun 9,46 juta barel per hari (bph) tahun ini, penurunan lebih tajam dari yang diperkirakan dalam laporan sebulan lalu.

Di Libya, komandan Khalifa Haftar berkomitmen untuk mengakhiri blokade fasilitas minyak selama berbulan-bulan, sebuah langkah yang akan menambah lebih banyak pasokan ke pasar.

“Jika produksi Libya segera kembali beroperasi, kita berbicara tentang satu juta barel per hari atau lebih, ini akan menjadi tambahan yang signifikan untuk keseimbangan global. Dan pasar memperhitungkannya hari ini,” kata Bjornar Tonhaugen, kepala pasar minyak di Rystad Energy.

OPEC dan sekutunya, kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, akan bertemu pada 17 September untuk membahas kepatuhan pemotongan besar dalam produksi, meskipun analis tidak memperkirakan pengurangan lebih lanjut akan dilakukan.

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020