Jakarta (ANTARA) - Anggota Badan Legislasi DPR, Nurul Arifin, mengusulkan untuk merevisi pasal 24 ayat 3 dalam pembahasan RUU tentang Perubahan UU Nomor 16/2004 tentang Kejaksaan.

"Buat saya, sebagai orang yang bukan Jaksa, tapi saya melihat dari perspektif umum, begitu. Ini sesuatu yang mungkin juga bisa menyakiti para pejabat karir di situ," kata dia, dalam rapat di Badan Legislasi DPR, Senayan, Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan, pasal 24 ayat 3 itu berbunyi: Jaksa Agung Muda dapat diangkat dari luar lingkungan Kejaksaan dengan syarat mempunyai keahlian tertentu.

Baca juga: RUU Kejaksaan, Ketua Baleg: Alasan penyadapan masuk kewenangan Jaksa

Ia mengatakan kenapa harus "membuka pintu" untuk orang luar sementara Kejaksaan memiliki pegawai karir internal. Ia juga menanyakan apakah memang ada kuota yang diberikan Kejaksaan untuk seseorang dari luar pejabat karir menduduki posisi sebagai jaksa agung muda.

"Ataukah memang ada kuota untuk yang di luar seperti misalnya pengangkatan duta besar, atau sebagainya, apakah seperti itu?" ucap anggota Komisi I DPR RI itu.

Selain itu, kata dia, UU Kejaksaan belum memiliki pengaturan tentang status kepegawaian bagi para jaksa. Ia menilai ketiadaan pengaturan kepegawaian dalam UU Kejaksaan, maka status pegawai Kejaksaan akan sangat tidak jelas, dan dia mengusulkan untuk dimasukkan pengaturan kepegawaian dalam revisi UU Kejaksaan yang diusulkan oleh Komisi III DPR.

Baca juga: Pengamat sebut RUU Kejaksaan ancaman tupoksi dan kewenangan Polri

Terlebih, kata dia, untuk menjadi jaksa harus lulus lembaga pendidikan khusus jaksa di lembaga pendidikan dan pelatihan Kejaksaan (pasal 9 ayat 2 UU 16/2004).

Sementara, kata dia, ketentuan syarat Jaksa untuk dapat diangkat adalah PNS dicabut dengan revisi UU Kejaksaan.

Ia mengatakan kalau pencabutan ketentuan terkait status PNS itu dilakukan, berarti nanti tidak ada lagi pengaturan kepegawaian bagi Jaksa. "Jadi dia ASN bukan, di mana-mana bukan, dia sangat mandiri, independen, terus ada di bawah kekuasaan siapa, begitu? Itu statusnya sebagai apa? ini menurut saya sangat istimewa sekali," kata dia.

Dalam kesempatan itu, politisi Partai Golkar itu juga bertanya, mengapa frasa "diduga melakukan tindak pidana" ingin dihapuskan pengusul dari pasal 8 ayat 5 RUU Kejaksaan. "Ini khan seksi juga nich.. Kenapa? Ini mungkin bisa jadi catatan teman-teman juga," kata dia. 

Baca juga: Pengamat: Pembahasan RUU Kejaksaan sebaiknya tunggu perubahan UU KUHAP

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020