Butuh investasi baru untuk angkutan massal berbasis rel yang modern
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel meminta pemerintah dan berbagai pihak terkait berkomitmen menjadikan transportasi massal berbasis rel sebagai primadona infrastruktur pengangkutan penumpang, kargo, dan barang yang strategis.

Komitmen ini mendesak di tengah tuntutan penyediaan transportasi pengangkutan penumpang yang cepat dan tinggi, efisiensi biaya logistik yang kompetitif, dan penghematan anggaran negara untuk biaya pemeliharaan maupun perawatan infrastruktur transportasi.

“PT KAI (Persero) tidak bisa dibiarkan sendirian membangun dan melakukan pemeliharaan infrastruktur yang sudah relatif tua. Butuh investasi baru untuk angkutan massal berbasis rel yang modern. Pemerintah harus menjadikannya sebagai prioritas dan mengambil momentum di era pandemi ini untuk perbaikan menyeluruh PT KAI,” kata Rachmat Gobel dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

Racmat menjelaskan, pada Sabtu (19/9), ia melakukan kunjungan kerja ke kantor Pusat PT KAI, di Bandung, Jawa Barat, mendengarkan langsung permasalahan transportasi berbasis rel sekaligus ingin mengetahui efektivitas rencana pemerintah memberikan tambahan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp3,6 triliun membantu PT KAI menghadapi beban krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19.

Sebelumnya pada tahun 2015, BUMN strategis ini mendapat PMN sebesar Rp 2 triliun dan tahun 2017 mendapat tambahan PNM Rp 2 triliun, sehingga totalnya akan menjadi Rp 7,6 triliun.

Menurutnya, meski sudah ada komitmen bersama, namun keberadaan dan penguatan transportasi bebasis rel harus terus dihadirkan kembali sebagai infrastruktur vital. Sebab kemajuan transportasi berbasis rel merupakan indikator kemajuan pembangunan suatu negara.

Rachmat mencontohkan berbagai negara maju dan industri di dunia selalu bertumpu pada kemajuan angkutan massal dan barang berbasis rel, seperti Jepang, China, dan Eropa.

Manfaat strategis dari angkutan berbasis rel lebih ekonomis dibandingkan moda angkutan lain. Pada sisi daya angkut misalnya, angkutan kereta penumpang setara dengan 300 truk dengan beban 10 ton. Pembiayaan perawatan murah dan lebih panjang sehingga lebih efisien dan hemat biaya negara.

Lebih ramah lingkungan karena konsumsi energi kereta lebih rendah serta minim emisi gas buang CO2 dibandingkan dengan moda darat, laut dan udara.

Kebutuhan lahan juga relatif lebih kecil dibanding pembangunan jalan tol atau jalan bebas hambatan lainnya. Moda kereta berperan penting sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi nasional dengan memanfaatkan keunggulan komparatifnya sebagai sistem angkutan massal yang efisien.

“Kereta juga mampu menyediakan layanan transportasi prima dan berorientasi pada pengguna. Layanan jasa kereta fleksibel sehingga mampu melakukan pelayanan untuk golongan kelas ekonomi bawah, menengah hingga atas di Indonesia,” katanya.

Prioritas

Melihat signifikan, vital dan strategisnya maka jasa transportasi berbasis rel harus menjadi agenda prioritas Presiden Jokowi dalam lima tahun ke depan.

Rachmat juga yakin, hal itu sangat mungkin dilakukan karena selama ini program kerja Presiden Jokowi yang menugaskan Kementeriaan Perhubungan, Kementeriaan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementeriaan BUMN dalam pembangunan infrastruktur transportasi berbasis rel yang masif.

“KAI sendiri harus bisa menjalankan bisnis dengan konsep menunjang efisiensi dan peningkatan ekonomi, serta pembangunan negara maupun pertumbuhan ekonomi yang tinggi,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo mengapresiasi DPR mendukung pencairan dana PNM serta menjadikan transportasi berbasis rel sebagai prioritas.

“Kami meminta dukungan berbagai pihak termasuk DPR meningkatkan dan mengoptimalkan konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan dan membangun transportasi massal perkotaan. Transportasi berbasis rel yang maju akan menjadikan Indonesia menjadi negara kompetitif dalam lingkup perkembangan ekonomi global,” kata Didiek.

Saat ini ujarnya, KAI fokus menyelesaikan rencana pembangunan MRT fase kedua, pembangunan proyek kereta cepat, dan keberlangsungan pembangunan LRT yang terintegrasi di Jabodetabek sesuai rencana pemerintah dalam Rencana Induk Perekeretapian Nasional (Ripnas 2010- 2030).

Namun program utama saat ini adalah membangun jaringan perkeretaapian nasional pada tahun 2030 sepanjang 12.100 km (Pulau Jawa-Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua), termasuk jaringan kereta api perkotaan sepanjang 3.800 km.

“Upaya itu akan terus dilakukan secara simultan meski saat ini mengalami pukulan ekonomi dan keuangan yang berat sejak lima bulan terakhir di masa pandemi,” katanya.

Baca juga: Butuh dana Rp12 triliun bangun transportasi berbasis rel di Depok
Baca juga: Akademisi: Skema pembiayaan transportasi berbasis rel perlu dikaji
Baca juga: KCI siap diberi kesempatan siapkan kereta listrik di ibu kota baru


Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020