Jakarta (ANTARA) - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan bahwa penyusunan klaster ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja telah memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap uji materi UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

"Penyusunan ketentuan klaster ketenagakerjaan memperhatikan hasil putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi UU No 13 Tahun 2003. Kemudian, ketentuan mengenai sanksi ketenagakerjaan dikembalikan kepada UU No 13 Tahun 2003, ini perlu saya sampaikan prinsip umum," kata Menaker Ida dalam pernyataan di Jakarta pada Selasa.

Menurut Menaker Ida, UU Cipta Kerja tetap mengatur syarat-syarat dan perlindungan hak bagi pekerja PKWT yang menjadi dasar dalam penyusunan perjanjian kerja.

Selain itu, UU Cipta Kerja yang sudah disahkan oleh DPR pada Senin (5/10) itu juga mengatur perlindungan tambahan berupa kompensasi kepada pekerja pada saat berakhirnya PKWT.

"Jadi, yang baru adalah ada perlindungan bagi pekerja pada saat berakhirnya PKWT, yang sebelumnya di UU No 13 Tahun 2003 tidak ada perlindungan seperti ini," kata Ida.

Baca juga: Menaker: Pemerintah libatkan publik bahas rancangan UU Cipta Kerja

Ia mengatakan syarat-syarat dan perlindungan hak bagi pekerja dalam kegiatan alih daya (outsourcing) tetap dipertahankan. Bahkan, Cipta Kerja memasukkan prinsip pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya, sesuai dengan amanat putusan Mahkamah Konstitusi No.27/PUU-IX/2011.

Dalam rangka pengawasan terhadap perusahaan alih daya, Cipta Kerja juga mengatur syarat-syarat perizinan terhadap Perusahaan Alih Daya yang terintegrasi dalam sistem Online Single Submission (OSS).

Terkait ketentuan waktu kerja dan istirahat, kata Ida, tetap diatur seperti undang-undang sebelumnya dan menambah ketentuan baru mengenai pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat pada sektor usaha dan pekerjaan tertentu.

"Hal ini untuk mengakomodasi tuntutan perlindungan pekerja pada bentuk-bentuk hubungan kerja dan sektor tertentu yang di era ekonomi digital saat ini berkembang secara dinamis," tutur Ida.

Ia memastikan UU Cipta Kerja tetap mengatur hak-hak dan perlindungan upah bagi pekerja sebagaimana peraturan perundang-undangan eksisting, yaitu UU No.13 Tahun 2003 dan PP No.78 Tahun 2015 dan selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah yang baru.

Baca juga: Tulis surat terbuka, Menaker minta buruh pertimbangkan ulang mogok

Ida memastikan bahwa ketentuan mengenai Upah Minimum Kabupaten/Kota tetap dipertahankan. Dengan adanya kejelasan dalam konsep penetapan upah minimum dimaksud, Cipta Kerja menghapus ketentuan mengenai penangguhan pembayaran upah minimum.

Selain itu, dalam rangka memperkuat perlindungan upah bagi pekerja/buruh serta meningkatkan pertumbuhan sektor usaha mikro dan kecil, Cipta Kerja mengatur ketentuan pengupahan bagi sektor usaha mikro dan kecil.

Dalam rangka perlindungan kepada pekerja yang menghadapi proses pemutusan hubungan kerja (PHK), Cipta Kerja tetap mengatur ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara PHK.

UU Cipta Kerja semakin mempertegas pengaturan mengenai "upah proses" bagi pekerja/buruh selama PHK masih dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (incraht).

Baca juga: Legislator dorong pemangku kepentingan gunakan hak konstitusi

Baca juga: F-Demokrat tegaskan tolak RUU Ciptaker disetujui jadi UU

Baca juga: FPKS DPR tolak RUU Ciptaker jadi UU


"Kemudian, dalam rangka memberikan jaminan sosial bagi pekerja atau buruh yang mengalami PHK, UU Cipta Kerja mengatur ketentuan mengenai program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang manfaatnya berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja dan pelatihan kerja," paparnya.

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020