Surabaya (ANTARA) - Sejumlah ketua RT, RW dan pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) di Kelurahan Jeruk, Kecamatan Lakarsantri, Kota Surabaya, menolak aturan kewajiban pemakaman pasien COVID-19 di TPU Babat Jerawat atau TPU Keputih yang ada di  peraturan wali kota.

Aturan itu ada pada Peraturan Wali Kota Nomor 28 Tahun 2020 Tentang Pedoman Tatanan Normal Baru Pada Masa Pandemi COVID-19.

"Aturan itu sangat menyusahkan para pengurus LPMK, RW dan RT, khususnya soal aturan pemakaman," kata Ketua LPMK Kelurahan Jeruk Budiono saat menggelar demo di Kantor Kelurahan Jeruk, Rabu.

Adapun yang menolak Perwali 28/2020 ini adalah para pengurus LPMK, Ketua RW 01, RW 02, RW 03 serta 16 ketua RT di sana. Mereka beramai-ramai menolak Perwali 28/2020 yang salah satunya mengatur tentang pemakaman, dimana setiap korban meninggal dengan status suspek, probable, dan positif COVID-19 harus dimakamkan di TPU Babat Jerawat atau TPU Keputih.

Baca juga: Dua TPU di Surabaya jadi lokasi pemakaman jenazah korban COVID-19

Selain menggelar demo para pengurus LPMK, RW dan RT ini juga menyatakan mundur. Secara simbolis itu dilakukan dengan menyerahkan stempel yang diberi dari kelurahan.

Setelah menggelar demo para pengurus LPMK, RW dan RT ini kemudian diminta masuk ke ruang pertemuan kantor kelurahan. Di dalam sudah hadir Camat Lakarsantri, Harun Ismail serta anggota Komisi D DPRD Surabaya Hari Santoso untuk melakukan mediasi.

Menurut Budiono, setiap ada warga yang meninggal karena COVID-19, para pengurus LPMK, RT dan RW selalu kewalahan karena dimintai tolong oleh warga dengan waktu tidak menentu mulai tengah malam sampai subuh.

Para warga ini, lanjut dia, meminta tolong agar jenazah bisa dipulangkan dan dimakamkan tidak jauh dari rumah. "Jadi bukan di TPU Babat Jerawat atau Keputih karena kejauhan," katanya.

Tidak jarang juga, kata dia, para pengurus ini harus meninggalkan kerja karena ada warga yang meminta tolong di siang hari. "Karena kami tanggung jawab sebagai pengurus kami tinggalkan pekerjaan," katanya.

Baca juga: Menengok perjuangan petugas pemakaman COVID-19 di Surabaya

Budiono ingin meski warga yang meninggal karena COVID-19 tetap bisa dimakamkan di tempat masing-masing. Sebab, kata dia, jenazah sudah dilakukan SOP protokol COVID-19 dengan diberi kantung jenazah serta peti sehingga dianggap tidak akan sampai menular.

Permasalahan warga yang tidak bisa dijemput oleh keluarga ini, lanjut Budiono, sudah berkali-kali terjadi. Terutama jika ada warga yang meninggal di rumah sakit sehingga sangat meresahkan warga.

Sementara itu, Ketua RW 01 Syafaat Yudha menambahkan bahwa keluhan ini terjadi bukan hanya di pengurus RW Kelurahan Jeruk, tapi juga para pengurus RT serta RW di kelurahan lain di Kecamatan Lakarsantri.

"Karena informasi yang beredar saat ini sudah sedemikian vulgarnya. Ada yang menyebutkan jika jenazah korban COVID-19 tidak berbahaya, sebab virusnya sudah mati bersamaan saat itu dengan meninggalnya korban," katanya.

Baca juga: Petugas pemakaman TPU Surabaya terima bantuan baju hazmat

Sementara itu, Camat Lakarsantri Harun Ismail yang hadir dalam acara mediasi menyampaikan jika aturan itu dibuat oleh dinas terkait dari Pemkot Surabaya.

"Aturan ini tak hanya berlaku di Kelurahan Jeruk, dan Kecamatan Lakarsantri. Tapi seluruh Kota Surabaya. Karena COVID-19 tak hanya terjadi di sini. Tapi seluruh dunia," ujarnya.

Harun pun tak bisa memberikan solusi terhadap tuntutan warga. Ia meminta warga agar melakukan permohonan aspirasi secara resmi dengan bersurat. "Bisa ke kantor DPRD Surabaya," katanya.

Mendapat jawaban tersebut, para warga pun merasa tidak puas sehingga stempel dari kelurahan sepakat untuk ditinggal dan diserahkan kembali. Puluhan warga ini kemudian memutuskan untuk pulang.

Baca juga: Staf Presiden: Penanganan COVID-19 di Surabaya patut dicontoh
 

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020