Masyarakat atau pengguna tidak perlu khawatir. Kualitas B30 sudah teruji dengan cukup baik
Jakarta (ANTARA) - Direktur Penyaluran Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Edi Wibowo mengatakan pemerintah mendukung penuh pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) biodiesel untuk energi berkelanjutan yang sekaligus mendorong perekonomian nasional.

“Sebagai bagian dari ekosistem sawit nasional, BPDPKS mendukung pengembangan BBN cair berbahan dasar sawit, karena bernilai strategis dan manfaatnya sangat banyak bagi masyarakat Indonesia,” ujar Edi Wibowo dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Menurut Edi, pemanfaatan sumber bahan baku dari dalam negeri guna mengurangi impor minyak pada akhirnya mengurangi defisit perdagangan RI. Salah satu sumber energi yang akan terus dikembangkan yakni biofuel berbasis minyak sawit mentah (CPO).

Baca juga: Serapan biodiesel semester I capai 4,36 juta kl

Dalam sebuah webinar Strategi dan Peluang Mengelola BBN Berbasis Biohidrokarbon Untuk Kemaslahatan Bangsa, Edi mengatakan dampak positif implementasi pemanfaatan biodiesel melalui insentif pendanaan BPDPKS mulai dari 2015 sampai Juni 2020 dapat mengurangi efek gas rumah kaca sekitar 37,50 juta ton CO2 dari penggunaan biodiesel sebesar 25,08 juta kiloliter.

Kemudian pajak yang dibayar kepada negara bisa mencapai sebesar Rp4,13 triliun, penghematan devisa sekitar Rp127,79 triliun, peningkatan nilai tambah industri hilir sawit Rp36,12 triliun, hingga penyerapan tenaga kerja yang on farm maupun off farm dalam jumlah besar.

Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) Parulian Tumanggor mengatakan penggunaan biodiesel di Indonesia sudah berjalan sejak tahun 2006.

Baca juga: Selain ramah lingkungan, biodiesel ramah mesin kendaraan

Latar belakang dari penggunaan biodiesel di Indonesia adalah fakta bahwa Indonesia telah menjadi net importir minyak mentah serta berlimpahnya produksi CPO.

“Kita harus bersyukur menjadi produsen CPO terbesar di dunia, karena tidak semua negara bisa menanam sawit, sehingga cinta sawit itu perlu kita terapkan kemudian, cinta penggunaan BBN juga makin diketatkan,” ujar Tumanggor.

Penggunaan biodiesel juga tidak lepas dari tuntutan penurunan emisi gas rumah kaca sesuai kesepakatan dalam Protokol Kyoto. Di lain pihak, produksi sawit di Indonesia juga merupakan potensi yang besar dalam mewujudkan ketahanan energi.

“Kita bisa menggunakan produk nabati menjadi energi nasional dan juga perlu menuntaskan kemiskinan melalui sawit ini. Inilah beragam alasan kuat mengapa biodiesel perlu diimplementasikan di Indonesia,” katanya.

Baca juga: Kementerian ESDM uji B40 untuk kendaraan bermesin diesel

Tumanggor mengapresiasi peran Presiden Joko Widodo dalam mencanangkan B30, B40, hingga B100.

“Masyarakat atau pengguna tidak perlu khawatir. Kualitas B30 sudah teruji dengan cukup baik,” kata Tumanggor.

APROBI saat ini memiliki 19 perusahaan anggota yang membeli membeli CPO untuk diproduksi menjadi unsur nabati FAME (fatty acid methyl ester) yang kemudian dicampurkan dengan solar. Produk akhir ini dikirimkan ke stasiun bahan bakar yang sudah ditentukan oleh Kementerian ESDM dan PT Pertamina.

Terkait insentif yang didapatkan APROBI, Tumanggor mengatakan dana tersebut bukan dari APBN, tetapi dari BPDPKS yang dihimpun dari dana para eksportir sawit.

Baca juga: Greenpeace: Emisi produksi biodiesel lebih besar dibandingkan BBM

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020