Ditjenbun sudah membuka peluang kemitraan yang semakin cantik dimana petani plasma juga menjadi pemilik pabrik kelapa sawit
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) merancang pola kemitraan inti plasma sektor kelapa sawit dari hulu hingga ke produk derivatif di hilir.

"Kalau di hulu sudah pasti. Kami akan membantu Aspekpir (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat) dalam konteks kemitraan ini untuk meningkatkan intensitas frekuensi komunikasi inti plasma, fasilitasi program dan regulasi sehingga kemitraan menjadi lebih baik,” kata Dirjen Perkebunan Kasdi Subagyono di Jakarta, Jumat.

Ditjenbun, tambahnya, sedang mempersiapkan bimbingan teknis inti plasma yang mana nantinya plasma bekerjasama dengan inti meningkatkan kapasitas sehingga mampu mengelola dari hulu sampai hilir.

Sementara itu Ketua Dewan Pengawas Aspekpir Rusman Heriawan menyambut baik upaya yang akan dilakukan Dirjebun untuk meningkatkan kemitraan sampai ke hilir.

"Ditjenbun sudah membuka peluang kemitraan yang semakin cantik dimana petani plasma juga menjadi pemilik pabrik kelapa sawit (PKS)," katanya pada Webinar yang diselenggarakan Aspekpir dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki).

Mantan Wakil Menteri Pertanian itu menyatakan harus ada data yang konkrit bagaimana posisi plasma sekarang apakah masih bagus seperti dulu, semakin bagus atau semakin merosot.

Pada saat ini, menurut Rusman, diharapkan ada PIR model baru berdasarkan PIR model lama, yang tujuan akhirnya adalah meningkatkan produktivitas.

Ketua Dewan Pembina Aspekpir, Gamal Nasir menyatakan PIR sudah berhasil membuat petani kelapa sawit lebih maju.

Menurut dia, sekarang eranya sudah berubah dimana istilah ini tidak lagi dipakai tetapi hanya kemitraan saja. TBS petani tetap harus diolah di PKS, sehingga kemitraan petani dan perusahaan tetap harus ada.

"Pola PIR perlu dikaji untuk diterapkan sekarang tentu dengan berbagai modifikasi. UU Perkebunan dan aturan di bawahnya seperti Permentan nomor 98 tahun 2013 sudah mengatur tentang kemitraan tinggal dijalankan saja," katanya.

Mantan Dirjen Perkebunan itu menyatakan, saat ini petani PIR banyak yang sudah waktunya untuk peremajaan, ada yang memilih tetap bermitra dengan inti, ada juga yang memilih lepas.

"Petani yang memilih lepas kemitraan ada yang memang sudah maju sehingga merasa sudah mampu tetapi ada juga karena kecewa dengan inti," katanya.

Ketua Umum Aspekpir Setiono menyatakan program PIR terbukti berhasil menyejahterakan petani, lewat PIR juga kelapa sawit yang semula merupakan komoditas perusahaan sekarang menjadi komoditas petani.

Oleh karena itu, tambahnya, Aspekpir bersama dengan Gapki akan membangun kembali pola PIR generasi kedua yang lebih modern dan setara antara petani dan perusahaan.

Sedangkan Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan Achmad Mangga Barani menyatakan pola PIR yang dikembangkan sejak 1980 terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan petani.

"Sekarang pola PIR perlu lebih dikembangkan lagi sehingga petani memiliki saham di pabrik," katanya.

Dia menyatakan tidak sependapat jika plasma lepas dari inti kemudian membangun pabrik sendiri, sebaliknya lebih baik mengoptimalkan pabrik yang ada dengan kepemilikan saham plasma.

Menurut dia, pabrik yang berdiri bersamaan dengan pendirian kebun plasma nilai bukunya sudah sangat rendah sehingga petani plasma pasti bisa ikut miliki saham.

"Persoalan petani selalu ada pada harga TBS, dengan memiliki saham masalah ini bisa diatasi," kata mantan Dirjen Perkebunan itu.

Baca juga: Menristek usulkan kemitraan inti-plasma tak hanya untuk sawit
Baca juga: Inti plasma dinilai mampu kelola lahan gambut


 

Pewarta: Subagyo
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020