Jakarta (ANTARA) - Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan kecewa pada pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menyudutkan umat Islam dan menganggap penghinaan Nabi Muhammad SAW sebagai ekspresi kebebasan.

"Kami merasa kecewa dan patut disayangkan pernyataan tersebut keluar dari seorang pemimpin yang memperlihatkan ketidaktoleranan terhadap keyakinan orang lain," kata Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad saat dihubungi dari Jakarta, Senin.

Ia mengatakan pernyataan Presiden Macron baru-baru ini justru mempertegas sikap intoleran bagi kalangan lain yang menghormati nabi atau pemimpin agama.

Menurut dia, setiap manusia sebaiknya saling menghormati satu sama lain apapun latar belakangnya, terlebih itu adalah hal sakral terkait suatu agama.

Baca juga: MUI tuding Presiden Prancis suburkan Islamophobia

Baca juga: Ibu Negara Prancis Brigitte Macron jalani isolasi mandiri


"Kita menghormati perasaan semua umat beragama untuk tidak melecehkan tokoh suci agama apapun," kata dia.

Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan Presiden Macron adalah tipikal pemimpin yang bisa membawa pada pertentangan dan permusuhan umat beragama jika tidak mengubah cara berkomunikasinya, termasuk meminta maaf kepada masyarakat dunia.

"Saya melihat pimpinan seperti Presiden Prancis inilah contoh pemimpin yang akan bisa menyeret dunia kepada kekacauan dan permusuhan yang dalam yang akan memunculkan dendam yang berkepanjangan yang tidak akan kunjung berakhir," kata dia.

Sebelumnya, seorang guru di Prancis dibunuh karena mempertontonkan karikatur Nabi Muhammad SAW yang menurut umat Islam sebagai penghinaan. Kasus terkait penistaan Muhammad juga dilakukan oleh media setempat Charlie Hebdo yang beberapa kali menerbitkan konten bernada satir terhadap nabi umat Islam tersebut.

Presiden Macron disebut mengeluarkan pernyataan kurang sedap terhadap umat Muslim yang merespon berlebihan terhadap materi karikatur satir Nabi Muhammad SAW di Tabloid Charlie Hebdo tersebut. Orang nomor satu di Prancis itu juga menyebut kasus pembunuhan guru itu bertentangan dengan kebebasan berekspresi.

Sejumlah oknum pembunuh guru di Prancis melancarkan aksinya sebagai tindakan melawan pihak yang mendukung penerbitan dan penyebarluasan konten Charlie Hebdo yang menistakan Nabi Muhammad.*

Baca juga: Dalam 24 jam terakhir, Prancis catat 25.086 kasus COVID-19

Baca juga: Pertama kalinya kasus harian COVID-19 Prancis di atas 30.000

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020