Davao City, Filipina (ANTARA) - Amanat Konstitusi dalam Pembukaan UUD 1945 yang wajib dijalankan oleh pemerintah Negara Republik Indonesia adalah: Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia No 108 tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan Indonesia di Luar Negeri Bab III dijelaskan bahwa secara garis besar Tugas Pokok dan Fungsi Perwakilan Indonesia di Luar Negeri adalah; Mewakili/ Representing, Melindungi/ Protecting, Mempromosikan/Promoting, dan Melaporkan/ Reporting serta fungsi-fungsi lainnya sesuai dengan hukum dan praktek internasional.

Pendirian Sekolah Indonesia di Luar Negeri atau selanjutnya disebut dengan SILN pada awalnya diniatkan untuk menjembatani pendidikan anak-anak/ keluarga pejabat Indonesia yang bertugas di luar negeri, sehingga ketika kembali ke Indonesia, anak-anak tersebut tidak mempunyai kendala yang berarti untuk melanjutkan pendidikannya di sekolah-sekolah di Indonesia.

SILN biasanya didirikan pada negara-negara yang mempunyai jumlah orang Indonesia atau keturunan Indonesia yang cukup banyak, negara tersebut memiliki kurikulum pendidikan yang berbeda dengan sistem kurikulum pendidikan di Indonesia, serta negara tersebut menganut sistem ideologi yang dilarang secara resmi oleh pemerintah Indonesia, seperti berideologi komunis.

Sebelum tahun 2015, SILN yang kini berjumlah tiga belas secara penuh berada di bawah Kementerian Luar Negeri. Keberadaan SILN yang mengalami perkembangan yang sangat berarti terutama pada misinya menjadi bagian dari tupoksi Perwakilan RI, terutama dalam bidang perlindungan dan soft diplomasi.

Selain mencerdaskan kehidupan bangsa, SILN juga mempunyai kewajiban untuk melindungi anak-anak Indonesia dari segala bentuk ideologi yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Pendidikan di SILN lebih banyak pada penekanan pembentukan karakter agar anak-anak Indonesia tetap menjadi anak-anak Indonesia yang berideologi Pancasila dan berbudaya Indonesia atau menggunakan istilah lain adalah “mengindonesiakan anak Indonesia”.

Dalam misi sebagai soft diplomasi Perwakilan Indonesia, SILN aktif dalam kegiatan-kegiatan kebudayaan yang dilakukan oleh Perwakilan Indonesia dalam rangka memperkenalkan kebudayaan Indonesia yang luhur.

Setelah tahun 2015 biaya operasional untuk SILN diambil alih oleh Kemendikbud, tapi misi SILN dimanapun juga masih tetap melekat sebagai alat mencerdaskan anak bangsa Indonesia, memberikan perlindungan dan pengayoman, serta soft diplomasi dari perwakilan RI di negara akreditasinya. Misi ini diperkuat kembali dan sangat jelas tercantum dalam Peraturan Bersama antara Menteri Luar Negeri Republik Indonesia dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 7 Tahun 2015, No 1 Tahun 2015 dalam Bab II Pasal 2 tentang Tujuan Pendirian Sekolah Indonesia di Luar Negeri (SILN).

Misi Kekonsuleran RI di Mindanao, Sulu dan Tawi-Tawi dimulai dengan diresmikannya kantor Konsulat Muda pada tanggal 17 Desember 1953 yang dipimpin oleh seorang Konsul Muda.

Perkembangan yang sangat pesat sesuai dengan perkembangan hubungan kedua negara dan kepentingan pemerintah RI pada wilayah tersebut, maka Konsulat Muda pun berubah menjadi Kantor Konsulat pada Maret 1954 serta menjadi Konsulat Jenderal RI pada tanggal 23 September 1974.

Perkembangan ini pun akhirnya diikuti juga dengan semakin banyaknya pejabat-pejabat Indonesia yang dikirim bertugas ke KJRI Davao City. Mereka datang bersama keluarga, anak dan istri.

Perbedaan sistim pendidikan antara Indonesia dan Filipina cukup membuat masalah bagi anak-anak para pejabat tersebut, karena pada saat itu di Filipina anak-anak setelah lulus Elementary (SD) langsung dilanjutkan ke High School yang lamanya hanya empat tahun. Mereka tidak mengenal SMP dan SMA, serta ada mata pelajaran yang wajib diambil, Filipino, sehingga terpaksa anak-anak yang akan masuk ke sekolah Filipina harus diturunkan 1 tingkat apabila masuk ke sekolah Filipina.

Sebaliknya, apabila anak-anak tersebut kembali ke Indonesia, biasanya mereka akan diturunkan kelasnya satu tingkat di bawahnya (atau mengikuti ujian persamaan).

Alternatif kedua adalah dengan mengirim anak-anak mereka bersekolah di Sekolah Indonesia Manila (SIM) yang letaknya di Metro Manila, ibu kota Filipina yang berjarak sekitar 1000 Km dari Davao. Tentunya kedua alternatif tersebut sangat memberatkan bagi orang tua yang kebanyakan pejabat yang ditugaskan di KJRI di Davao City.

Melihat keprihatinan tersebut, maka Konsul Anwar Wardoyo sebagai Kepala Perwakilan pada saat itu kemudian membuat panitia untuk membentuk panitia pembentukan Sekolah Indonesia Davao. Dengan mengacu pada SKB antara Menteri Luar Negeri RI dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No : 8724/67/01, No: 068/67 tentang Peraturan Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sekolah-sekolah Indonesia di Luar Negeri, maka Sekolah Indonesia Davao untuk selanjutnya disebut SID dibuka pada akhir bulan Juni tahun 1968, sebagai kelas jauh dari Sekolah Indonesia Manila (SIM). Sayang hingga saat ini SK berdirinya SID belum dapat ditemukan.

Sekolah Indonesia Manila berdiri sejak bulan Agustus 1964 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Kebudayaan RI No.97/ 1965 tanggal 12 Djuli 1964.

Pada tahun ajaran baru tahun 1971, mulailah SID menerima murid dari masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah-daerah di luar Kota Davao. Keputusan ini adalah merupakan bagian dari perlindungan dan pengayoman serta upaya mencerdaskan kehidupan anak bangsa Indonesia yang pada saat itu mereka tinggal di daerah-daerah cukup jauh dari Kota Davao.

Tahun 1973 SID mulai melaksanakan program kegiatan Pramuka, bagi anak-anak Indonesia yang bersekolah di sekolah Filipina. Selain untuk menanamkan nasionalisme, kegiatan Pramuka juga dimanfaatkan oleh anak-anak tersebut untuk belajar bahasa dan mengenal Indonesia, sehingga apabila mereka pindah ke SID, tidak akan mengalami kesulitan.

Sudah banyak lulusan SID yang berhasil dalam kehidupan mereka; ada yang menjadi Dubes, ada yang menjadi pengacara, diplomat, dokter dan sebagainya, tapi banyak juga lulusan SID yang belum berhasil, terutama mereka yang tidak melanjutkan kuliahnya di Indonesia dan tidak kembali ke Indonesia, tetap tinggal di Filipina.

Setiap SILN pasti mempunyai problem, tantangan dan keunikannya sendiri-sendiri. Problem SID yang sangat besar adalah minimnya partisipasi dari orang tua murid yang berasal dari keturunan Indonesia. Ini bisa dipahami karena mereka tinggal di daerah-daerah terpencil yang sulit terjangkau, dan juga secara ekonomi sebagian besar berada di bawah garis kemiskinan.

Lahir dan besar di Filipina, murid-murid SID menyerap budaya Filipina yang sangat terbuka juga merupakan kendala yang besar untuk mengindonesiakan mereka lagi, apalagi guru-gurunya juga mengajar dengan multi subjek dan multi level.

Dari catatan UNHCR tahun 2019 menyatakan bahwa jumlah keturunan Indonesia di Filipina berjumlah 8.745 orang, dan yang sudah teregistrasi sebagai WNI berjumlah 2.842 orang. Artinya SID harus mulai membuka diri terhadap murid-murid dari luar WNI, agar eksistensi SID tetap di kemudian hari.

Salah satu keunikan SID adalah bahwa SID mempunyai asrama Putra dan Putri bagi anak-anak Indonesia yang orang tuanya tinggal jauh dari Davao City, dan hidup di bawah garis sejahtera, sehingga selama di asrama merekan mendapatkan kebutuhan hidupnya secara gratis.

Komunikasi, Koordinasi, Kolaborasi dan Konsistensi (4K) dirasakan adalah cara yang paling baik dalam mengopersionalkan dan menyelesaikan setiap permasalahn yang ada di SID ini. 4K yang terjalin selama ini antara KJRI Davao City, SID dan kantor Atdikbud, juga melibatkan beberapa institusi pendidikan baik yang ada di Indonesia maupun di Davao City, sudah berjalan dengan cukup baik.

Sebagai contoh misalnya SID menjadi tuan rumah lomba All about Indonesia, Singing Contest, Math and Science Competition yang diikuti oleh sekolah-sekolah di Filipina secara webinar pada tanggal 15-31 Oktober 2020.

SID juga sudah menanda-tangani akta kesepakatan dengan Universitas Lambung Mangkurat, IAIN Surakarta, Universitas Negeri Manado, dan Politeknik Piksi Ganesha Bandung dimana mereka menerima alumni SID serta memberikan beasiswa.

Sementara dengan Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Sarjanawiyata, Philippines Nikkei Jin Kai International School, Faith Academy serta TESOL Internasional, SID bekerjasama dalam bidang akademik.

Kedepannya 4K ini harus dikembangkan lagi terutama kepada orang tua murid, dengan institusi seperti dengan Pusdiklat Kemenlu, Dirjen GTK dan BKHM Kemendikbud untuk kesejahteraan guru, serta SEAMEO dan SEAMOLEC untuk pembelajaran daring.


* Nanang Sumanang adalah Guru Sekolah Indonesia Davao


Baca juga: KJRI Davao City distribusikan 1.500 kg beras zakat fitrah

Baca juga: DKM KJRI Davao City bantu WNI terdampak "lockdown" Filipina

Copyright © ANTARA 2020