Palembang (ANTARA News) - Sejumlah massa aksi aktivis lingkungan di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis, dalam memperingati Hari Bumi Sedunia membagi-bagikan bibit seribu pohon kepada warga setempat di sekitar bundaran air mancur.

Yuliusman, koordinator aksi mengatakan, kegiatan tersebut untuk mendukung perbaikan (rehabilitasi) alam yang semakin rusak akibat marak pembalakan liar dan alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan.

"Belum lagi eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran, seperti yang akhir-akhir ini digalakkan melalui tambang batu bara," kata dia pula.

Menurut dia, setiap warga negara memiliki hutang menanam empat pohon, apabila ingin mengembalikan kondisi alam yang stabil, sejuk, dan hijau.

"Kami berinisiatif membagikan bibit pohon mahoni kepada warga Kota Palembang ini," ujar Yulius pula.

Dia mengemukakan, dengan kondisi alam yang semakin kritis saat ini, diperkirakan tahun ini merupakan tahun rawan bencana ekologi, ekonomi dan sosial.

Aksi yang melibatkan sejumlah organisasi massa mahasiswa, petani, dan LSM lingkungan tersebut, menyampaikan desakan agar pemerintah dapat merehabilitasi hutan yang telah habis serta tidak memberikan seluas-luasnya kepada pemilik modal dalam negeri maupun asing untuk mengeksploitasi alam dan SDA-nya.


Kungkungan Neoliberalisme

Anwar Sadat, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel, menyatakan, persoalan krisis ekologi yang sekarang menimpa daerah ini akan terus berlanjut, jika peemrintah daerah itu tidak mampu lepas dari kungkungan neoliberalisme.

Menurut dia, paham neoliberal telah terbukti tidak memberikan kemakmuran bagi rakyat, namun hanya melindungi pemilik modal yang banyak mengeruk SDA dan penghidupan masyarakat.

Ia menilai, kondisi seperti ini diciptakan oleh pemerintah hanya untuk kepentingan sempit dan sesaat, demi mengejar ambisi untuk menggenjot peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).

"Tak pelak pengurasan SDA secara besar-besaran terjadi dengan konsep kuras habis, kuras cepat dan jual murah dilakukan oleh pemerintah," ujar Sadat.

Dia mengingatkan bahwa jargon "Sumsel Menuju Lumbung Pangan dan Energi" telah
berubah menjadi "Sumsel Menuju Lumbung Bencana Ekologis". (U005*B014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010