Mengacu pada food estate yang multikomoditas maka di sini petani menjadi penghasil multiproduk sehingga masuk ke hilir juga
Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan pengembangan sektor kelapa sawit di Papua dan Papua Barat perlu peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) petani secara besaran-besaran.

Untuk itu, menurut Dirjen Perkebunan (Dirjenbun)Kasdi Subagyono di Jakarta, Senin, dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawait (BPDPKS) bisa digunakan bagi peningkatan kapasitas SDM sawit di dua wilayah tersebut selain untuk Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan sarana dan prasarana.

"Kita bisa optimalkan dana ini untuk pengembangan kelapa sawit di Papua dan Papua Barat, sebagai bagian penting dari wilayah Timur Indonesia," katanya.

Dikatakannya, saat ini banyak investor mulai melirik Papua dan Papua Barat untuk membangun perkebunan sawit. Pemda setempat diminta mengusulkan ke Dirjenbun agar dana BPDPKS digunaka untuk pengembangan SDM dan sarana prasarana.

Baca juga: Pemerintah dorong kemitraan inti plasma perkebunan sawit di Papua

Dalam webinar "Melirik Perkebunan Sawit di Tanah Papua" yang diselenggarakan Media Perkebunan, Kasdi menyatakan luas total kebun kelapa sawit di Indonesia 16,38 juta ha yang 6,72 juta hektare diantaranya kebun rakyat.

UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja memberikan kesempatan investasi seluas-seluasnya tetapi juga melindungi petani dengan perusahaan wajib membangun kebun masyarakat seluas 20 persen dari total luas lahan yang diusahakan.

"Implementasi fasilitasi kebun masyarakat ini belum optimal. Banyak sekali yang harus diperbaiki dari perusahaan besar untuk melaksanakannya. Ketentuan ini menjadi basis skema kemitraan baru di kebun sawit," katanya.

Kemitraan pola baru adalah berbasis pada korporasi petani dengan luas lahan 1.000 hektare, lanjutnya, petani berhimpun dalam kelembagaan dimana di dalamnya mereka tidak hanya ditingkatkan kapasitas teknisnya tetapi juga kemampuan pengembangan kapasitas usaha.

Baca juga: Pemprov Papua wajibkan investor bangun industri kelapa sawit

"Mengacu pada food estate yang multikomoditas maka di sini petani menjadi penghasil multiproduk sehingga masuk ke hilir juga," katanya.

Direktur BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit) Anwar Sunari menyatakan PSR di Papua sudah keluar 1 rekomtek, 131 pekebun, luas lahan 265,74 hektare, dana PSR tersalur Rp6,64 miilar, realisasi PSR Rp6,37 miliar atau 95,88 persen. Sedang Papua Barat ada 4 rekomtek 767 pekebun, luas 1.544,5 ha, dana tersalur Rp44,61 miliar, realisasi Rp5,82 miliar atau 13,05 persen.

"Kita mendorong kemitraan dengan antara petani perusahaan yang ada di sekitarnya untuk percepatan PSR," katanya.

BPDPKS juga ada program pengembangan SDM dengan pemberian beasiswa bagi anak petani. Diharapkan anak petani dari Papua setelah tamat bisa kembali untuk menjadi pendamping petani atau mengelola sendiri kebun sawitnya sehingga produktivitas meningkat.

Baca juga: Anak muda sepakat hutan Papua benteng terakhir hadapi krisis iklim

Sementara itu Staf Khusus Presiden Bidang Papua dan Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Papua Lenis Kogoya menyatakan saat ini banyak jalan dibangun di Papua. Masyarakat menginginkan di sepanjang jalan itu dibangun perkebunan, dimana transmigrasi lokal sebagai pengelola perkebunan itu.

Lenis minta dibentuk Pokja yang beranggotakan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi , Kementerian Pertanian, Kementerian LHK, Kementeriam ATR/BPN, PemProv dan PemKab, LMA dan tokoh agama untuk membangun ini.

Baca juga: Luhut ajak Papua kurangi investasi kelapa sawit

Pewarta: Subagyo
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020