Untuk mengakomodasi sektor mikro ini, pemerintah bisa menggandeng koperasi selain bank milik pemerintah
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menyatakan, pemerintah perlu melibatkan koperasi dalam penyaluran dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) agar semakin banyak UMKM yang mendapatkan manfaat dari program tersebut.

"Untuk mengakomodasi sektor mikro ini, pemerintah bisa menggandeng koperasi selain bank milik pemerintah," kata Anis Byarwati dalam rilis di Jakarta, Jumat.

Menurut Anis, agar dana UMKM itu tidak tersalurkan lebih tepat sasaran, pengawasan harus lebih ditingkatkan khususnya pengawasan di daerah.

Ia mengingatkan bahwa berdasarkan data OJK, hingga April 2020 tercatat sebanyak 10 juta UMKM yang dikategorikan berpotensi menerima restrukturisasi. Jumlah ini dinilai hanya sebesar 15,6 persen dari total UMKM yang kurang lebih mencapai 64 juta unit di Tanah Air.

Dengan demikian, lanjutnya, maka pemerintah dinilai perlu membuat diversifikasi skema penyaluran bantuan kepada UMKM di berbagai daerah.

"Selama ini, pemerintah masih menyalurkan bantuan kepada UMKM melalui bank. Padahal, banyak UMKM utamanya level mikro yang tidak terjangkau oleh bank," tegas Anis.

Menurut dia, sebagian besar UMKM masih kesulitan mengakses layanan kredit formal, baik dari dari perbankan maupun Lembaga keuangan lain.

Hal itu, ujar dia, menyebabkan program restrukturisasi kredit UMKM tidak membantu sebagian besar UMKM di Indonesia.

"Pemerintah perlu memastikan 1545 BPR/BPRS dan koperasi-koperasi juga mendapatkan akses yang adil dalam program restrukturisasi. Beban tekanan likuiditasi dan risiko kredit juga lebih besar di BPR/BPRS, sehingga penting untuk memastikan bagaimana mereka dapat menjangkau penempatan dana pemerintah pada bank-bank peserta untuk program restrukturisasi," paparnya.

Sebelumnya, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengungkapkan realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) mencapai Rp408,61 triliun atau 58,7 persen dari pagu anggaran sebesar Rp695,2 triliun hingga 18 November 2020.

“Perlindungan sosial yang paling tinggi karena memang program ini sudah ada sebelumnya walaupun ada beberapa penambahan,” kata Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara BKF Ubaidi Socheh Hamidi dalam webinar Indef di Jakarta, Senin (23/11).

Ia merinci alokasi anggaran untuk kesehatan, serapannya sudah mencapai Rp37,81 triliun atau 38,4 persen dari pagu anggaran hasil realokasi mencapai Rp97,26 triliun, perlindungan sosial mencapai Rp193,07 triliun atau 82,4 persen dari pagu Rp234,33 triliun.

Kemudian, alokasi untuk sektoral kementerian/lembaga dan pemerintah daerah sudah terserap Rp35,33 triliun atau 53,6 persen dari pagu Rp65,97 triliun, dukungan UMKM sudah terserap sebesar Rp96,61 triliun atau 84,1 persen dari pagu Rp114,81 triliun.

Selanjutnya, insentif dunia usaha tercapai Rp44,29 triliun atau 36,7 persen dari pagu Rp120,6 triliun dan pembiayaan korporasi baru mencapai Rp2 triliun atau 3,2 persen dari pagu Rp62,2 triliun.

Baca juga: Menkop UKM ingin dorong koperasi jadi pilihan kegiatan usaha publik
Baca juga: LPDB-KUMKM: Penyaluran dana bergulir PEN untuk koperasi Rp670 miliar

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020