Jakarta masih yang tertinggi, libur panjang dituding menjadi penyebab naiknya kembali kasus positif COVID-19
Jakarta (ANTARA) - Jumlah kasus baru positif terinfeksi virus corona pada Jumat (27/11) mencapai rekor tertinggi sejak COVID-19 pertama kali diumumkan di Indonesia pada 2 Maret 2020.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan yang dilaporkan Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Jumat hingga pukul 12.00 WIB terjadi pertambahan sebanyak 5.828 kasus. Jumlah itu merupakan pertambahan kasus harian tertinggi selama hampir 10 bulan terakhir.

Dengan rekor tersebut, kini tercatat telah terjadi 522.581 kasus virus corona di Indonesia. Sebelumnya rekor pertambahan kasus baru COVID-19 tertinggi terjadi pada Rabu (25/11), yaitu sebanyak 5.534.

Pertambahan mendekati angka 6.000 itu mengejutkan publik karena setelah terjadi rekor pada Rabu, justru turun cukup drastis pada Kamis (26/11), yakni 4.917 kasus.

Baca juga: Dua pekan setelah kerumunan Petamburan, kasus COVID-19 di DKI 1.436

Untuk pasien sembuh bertambah 3.807 orang. Total pasien COVID-19 yang berhasil pulih menjadi 437.456 orang.

Sedangkan kasus pasien terkonfirmasi positif COVID-19 yang meninggal dunia bertambah 169 jiwa. Total korban meninggal 16.521 orang.

Saat ini satgas juga mengawasi 67.836 orang yang dikategorikan sebagai suspek COVID-19 dan dipantau kondisi kesehatannya.
Sebanyak 143 petugas penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU) Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara mengikuti tes cepat COVID-19 massal di aula Kantor Camat Tanjung Priok, Jumat (27/11/2020). ANTARA/Ho-Humas Pemkot Jakarta Utara. (Handout Humas Pemkot Jakarta Utara)

Rekor tertinggi tersebut didapatkan dari spesimen yang telah diperiksa sebanyak 48.823 spesimen. Kini total 5.566.215 spesimen telah diperiksa.

Jakarta Tertinggi
Kasus COVID-19 secara kumulatif paling tinggi di DKI Jakarta dengan total 132.961 kasus, Jawa Timur (60.618) dan Jawa Tengah (51.843). Kasus sembuh kumulatif terbanyak juga di DKI Jakarta dengan jumlah 121.010 orang, Jawa Timur (53.490) dan Jawa Barat (42.714).

Baca juga: Wakil Camat Kebayoran Lama terkonfirmasi positif COVID-19

Meskipun secara kumulatif DKI Jakarta menempati kasus positif tertinggi, namun kematian paling banyak terjadi di Jawa Timur 4.314 jiwa, baru DKI Jakarta (2.607) dan Jawa Tengah (2.248).

Masih terjadinya pertambahan kasus baru setiap hari menunjukkan bahwa wabah yang bermula di Wuhan (China) ini belum sepenuhnya bisa dikendalikan. Namun pemerintah bersama jajaran terkait telah, sedang, dan diyakini terus bekerja keras mengatasinya.

Memang harus diakui beberapa negara telah berhasil mengendalikannya, tetapi tak sedikit yang masih harus berjuang menghadapinya. Tak mudah mengatasinya, bahkan negara yang telah berhasil pun kadang masih harus menghadapi kasus-kasus baru, baik impor maupun transmisi lokal.
Sejumlah warga berwisata di kawasan Kebun Teh Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (31/10/2020). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/hp. (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/Yulius Satria Wijaya)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengakui betapa tidak mudah mengatasi wabah ini. Karena itu, kewaspadaan harus dimiliki setiap orang dan setiap negara.

Kepala Teknis COVID-19 WHO Maria Van Kerkhove mengatakan bahwa negara-negara harus tetap waspada bahkan jika mereka mengalami penurunan kasus virus corona (COVID-19).

Kini hampir 61 juta orang di seluruh dunia dilaporkan terinfeksi virus corona. Menurut hitungan Reuters, sebanyak 1,4 juta telah meninggal.

Namun WHO optimis wabah ini mampu segera dikendalikan. "Kami melihat puluhan negara menunjukkan kepada kami bahwa (wabah) itu mampu dikendalikan dan masih terkendali," kata Maria Van Kerkhove.

Efek Libur
Beberapa antisipasi lonjakan kasus positif baru dilakukan pemerintah bersama Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Kenaikan drastis kasus baru diidentifikasi dari adanya libur panjang.

Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito saat konferensi pers secara daring di Kantor Presiden di Jakarta mengatakan masyarakat perlu mengetahui kenaikan kasus positif COVID-19 banyak terjadi usai masa libur panjang.

Hal itu sikap masyarakat yang kurang disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan, terutama menjaga jarak dan menjauhi kerumunan.

Terdapat tiga periode libur panjang yang menjadi bahan evaluasi pemerintah terkait dengan kenaikan kasus COVID-19. Pertama, libur panjang Idul Fitri pada 22-25 Mei 2020 yang berdampak pada peningkatan kasus positif hingga 69-93 persen pada 28 Juni 2020.

Baca juga: Wali Kota Jakpus lantik relawan gerakan anti COVID-19

Kedua, libur panjang Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus, kemudian dilanjutkan libur pada 20-23 Agustus 2020. Periode ini berdampak pada peningkatan kasus positif COVID-19 sebesar 58-118 persen pada pekan pertama hingga ketiga di September 2020.

Ketiga, libur panjang 28 Oktober 2020 sampai 1 November 2020 yang berdampak pada peningkatan kasus positif sebesar 17-22 persen pada 8-22 November 2020.

Akhir Tahun
Berdasarkan data tersebut, terdapat penurunan kasus positif yang terjadi pada periode libur panjang 28 Oktober sampai 1 November 2020 jika dibandingkan dengan libur panjang pada Agustus 2020. Penurunan kasus positif ini menjadi evaluasi dan pembelajaran bagi semua dalam menghadapi periode libur panjang pada akhir tahun 2020.

Satgas memperkirakan libur panjang akhir tahun berpotensi menimbulkan kenaikan kasus COVID-19 dua hingga tiga kali lipat dibandingkan penambahan kasus baru saat libur panjang akhir Oktober 2020 dan Agustus 2020. Hal itu karena masa liburan akhir 2020 memiliki durasi yang jauh lebih panjang.

"Hal ini dikhawatirkan berpotensi menjadi manifestasi perkembangan kasus COVID-19 menjadi dua, bahkan tiga kali lipat lebih besar dari masa libur panjang sebelumnya,” kata Wiku.

Untuk mengantisipasi hal itu, satgas selalu menekankan pentingnya disiplin terhadap protokol kesehatan 3M (memakai masker, jaga jarak, cuci tangan dengan sabun) serta selalu menghindari kerumunan dalam setiap kegiatan.

Baca juga: DKI perluas kemampuan testing COVID-19 lewat kolaborasi 67 Lab

Pemerintah sedang mengkaji cuti bersama akhir tahun serta pengganti libur cuti bersama Idul Fitri 1441 Hijriyah. Hal itu karena setiap libur panjang pada masa pandemi COVID-19 selalu berkorelasi terhadap peningkatan kasus COVID-19.

Mencermati fakta dan data bahwa libur panjang selalu memicu kenaikan jumlah kasus positif, memangkas libur akhir tahun dan pengganti cuti bersama Idul Fitri adalah kebijakan yang bukan saja bijak, tetapi juga rasional.

Karena--seperti diingatkan WHO--negara-negara harus tetap waspada bahkan jika mengalami penurunan kasus virus corona sekalipun.

Yang mengalami penurunan kasus saja diingatkan untuk tetap waspada, apalagi bila grafiknya masih naik, virus corona bisa tambah ambyar...

Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020