Jakarta (ANTARA) - Perusahaan keamanan siber Palo Alto memprediksi kerentanan yang ditemukan di jaringan 4G juga akan ditemukan di jaringan internet generasi ke-5 atau 5G.

"Banyak dari serangan siber dan kerentanan yang sama yang biasanya kita lihat di jaringan 4G saat ini benar-benar terbawa ke dunia 5G," ujar Vice President & Regional Chief Security Officer, Asia Pacific and Japan, Sean Duca, dalam konferensi pers virtual, Selasa

Oleh karena itu, menurut Sean, perusahaan telekomunikasi di seluruh wilayah, Indonesia, khususnya, harus fokus memikirkan bagaimana menyelesaikan masalah keamanan saat ini, sebelum memulai tantangan 5G.

Berangkat dari hal itu, Sean melihat ada permintaan yang besar untuk talenta digital yang fokus pada dunia maya, juga pembangunan kapabilitas.

"Kenyataannya adalah serangan terus meningkat, kita benar-benar perlu memikirkan cara lain selain hanya mengandalkan manusia untuk membantu kita keluar dan mencoba dan memecahkan masalah ini," kata Sean.

Baca juga: Ericsson perkirakan 220 juta pelanggan 5G hingga akhir tahun

Baca juga: Inggris larang pemasangan peralatan 5G Huawei mulai September 2021


Untuk itu, menurut Sean, pemanfaatan penggunaan otomatisasi akan terus meningkat. Lebih jauh, jaringan 5G mulai diperkenalkan di kawasan ini dengan iPhone 12 diperkirakan untuk pertama kalinya akan menjadi perangkat berkemampuan 5G yang akan banyak diadopsi.

Hal tersebut akan mengakselerasi peluncuran jaringan secara besar-besaran di banyak negara karena industri telekomunikasi akan berupaya untuk menggelar berbagai layanan baru untuk pelanggan dan pemerintah akan memanfaatkan peluang-peluang digital untuk pemulihan ekonomi pada tahun 2021.

Namun demikian, masih perlu waktu sebelum pengguna dapat benar-benar merasakan manfaat dari peningkatan kecepatan secara eksponensial dan latensi rendah yang dijanjikan oleh 5G.

Baca juga: MediaTek umumkan chipset 5G terbaru untuk "smartphone mainstream"

Sementara itu, pengadopsian jaringan 5G dari swasta oleh perusahaan diperkirakan mengalami peningkatan pesat.

Deloitte memprediksi bahwa sepertiga dari pasar jaringan 5G yang dihadirkan pihak swasta pada kurun 2020–2025, jika diukur dari tingkat belanja dalam dolar, akan datang dari sektor-sektor yang ditengarai akan menjadi pengadopsi pertama, seperti sektor pelabuhan, bandara, dan pusat-pusat logistik lainnya.

Dalam survei yang dilakukan oleh Ciena, 31 persen responden dari kalangan perusahaan di Singapura, Indonesia, Filipina, dan Jepang sepakat bahwa manfaat terbesar 5G adalah dalam kapabilitasnya dalam mendorong terwujudnya transformasi digital serta berbagai aplikasi digital.

Namun, penerapan 5G tidaklah mudah, dan perlu menjadi perhatian bagi kalangan perusahaan pada 2021. Sebab, banyak mode yang perlu diinstal. Hal ini membuat penerapan 5G jauh lebih menantang dan mengakibatkan meningkatnya potensi serangan siber.

Pihak swasta sebagai pemilik infrastruktur tidak bisa menggunakan pendekatan serupa dalam mendesain dan menggelar jaringan 5G, agar mereka jangan sampai menjadi korban jenis serangan yang sama seperti yang terjadi ketika menggelar 3G dan 4G.

Terkait Internet of Things (IoT), Sean memperkirakan semakin banyak orang membeli perangkat IoT. Saat ini, dia mengungkapkan, perangkat IoT kemungkinan berjumlah satu miliar, "yang sebenarnya dalam lima tahun ke depan, akan ada lebih dari 14 miliar perangkat yang benar-benar akan terhubung."

Namun, "semakin banyak perangkat yang terhubung akan menjadi tantangan besar dengan jenis kerentanan dan eksposur yang berbeda," Sean menambahkan.

Baca juga: Persiapan 5G, Kominfo buka lelang frekuensi 2,3GHz

Baca juga: VMware gandeng Samsung percepat transformasi ke 5G

Baca juga: Indosat Ooredoo dan Cisco hadirkan jaringan transport untuk 5G

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020