Jakarta (ANTARA) - Mengemban amanah sebagai Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), sejak 8 Mei 2020, Iwan Syahril langsung menunjukkan tajinya dengan mengurai sejumlah persoalan guru dan tenaga kependidikan di Tanah Air.

Terbaru, pada peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2020 yang jatuh pada 25 November lalu, Kemendikbud memberikan dua kado istimewa pada para guru. Kado pertama adalah Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang diberikan kepada guru maupun tenaga kependidikan honorer yang memiliki gaji di bawah Rp5.000.000 per bulan. Bantuan tersebut diberikan kepada pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) non-PNS, baik guru maupun dosen di sekolah negeri.

Kado kedua, yakni dibukanya kesempatan bagi guru honorer untuk dapat mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada 2021. Semua itu tak lepas dari peran Iwan Syahril sebagai Dirjen GTK.

Sejumlah inovasi dilakukan Ditjen GTK Kemendikbud selama pandemi COVID-19, mulai dari peluncuran laman Guru Berbagi, Program Guru Penggerak, Program Organisasi Penggerak hingga program Guru Belajar Seri Masa Pandemi COVID-19.

"Identitas utama profesional saya adalah sebagai guru. Saya memilih untuk menjadi seorang guru sebagai karier saya. Menjadi guru yang baik tidaklah hal yang mudah. Semakin saya belajar untuk menjadi guru yang baik, semakin saya melihat kompleksitas ekosistem pendidikan yang perlu dikelola agar guru dapat melayani murid-muridnya dengan baik. Karena itu, amanah yang diberikan kepada saya untuk menjadi Dirjen GTK adalah sebuah kehormatan untuk menjadi pelayan para guru dan tenaga kependidikan di Indonesia," ujar mantan Dekan FKIP Universitas Sampoerna itu di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Sebagai Dirjen GTK, dia melihat ada dua tantangan dalam mengemban amanah sebagai Dirjen GTK. Pertama, tantangan untuk mengubah pola pikir dalam orientasi bekerja. Seperti yang diarahkan oleh Presiden Joko Widodo, program-program dalam pembangunan nasional harus berfokus kepada outcome yang terpenting. Mendikbud Nadiem Makarim telah menegaskan bahwa outcome terpenting dalam pendidikan adalah murid dan hasil belajar mereka.

"Semua kebijakan pendidikan, semua program pendidikan, harus diukur dari keberhasilannya dalam memberikan layanan yang semakin baik terhadap murid, dan keberhasilannya dalam meningkatkan hasil belajar murid. Orientasi yang berpusat kepada murid sudah dicanangkan oleh Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar berpesan bahwa semua pemangku kepentingan dalam pendidikan haruslah bebas dari segala ikatan, dengan suci hati mendekati sang anak, tidak untuk meminta sesuatu hak, namun untuk berhamba pada sang anak. Oleh karena itu kita tidak saja harus melakukan pembelajaran yang berpusat kepada anak, namun juga harus merencanakan, menghasilkan dan mengimplementasikan kebijakan dan program pendidikan yang berpusat kepada anak," kata Iwan.

Tantangan kedua, adalah mengembangkan budaya inovasi di dalam lingkungan kerja Ditjen GTK dan di dalam ekosistem pendidikan.

Iwan menjelaskan tantangan zaman yang dihadapi saat ini membutuhkan keberanian untuk mengembangkan ide-ide baru untuk mereimajinasi cara bekerja di semua sektor.

"Kita harus melakukan berbagai bentuk inovasi untuk melakukan lompatan dalam mengejar ketertinggalan kita dari negara lain. Budaya inovasi membutuhkan sebuah sikap mental untuk nyaman dengan ketidaknyamanan, untuk selalu bergerak mencari terobosan-terobosan dan gagasan-gagasan baru. Tentunya orientasi budaya inovasi ini haruslah terpusat kepada para murid dan pembelajarannya. Dengan demikian, budaya inovasi kita memiliki sebuah tujuan yang jelas, yaitu untuk layanan yang lebih baik kepada semua murid Indonesia," tutur Iwan, yang mengaku juga berasal dari keluarga pendidik itu.


Persoalan guru

Sejumlah persoalan guru yang terkesan rumit untuk diurai, perlahan diurai dengan baik oleh Dirjen GTK termuda itu. Iwan menjelaskan dalam pembenahan tata kelola guru fokus utamanya adalah terjadinya ekuilibrium atau keseimbangan antara ketersediaan dan permintaan atau supply and demand.

Saat ada kebutuhan guru, yang disebabkan oleh pensiunnya sejumlah guru atau sebab lainnya, maka harus ada sejumlah guru baru yang langsung bisa mengisi posisi yang ditinggalkan mereka itu.

"Saat ini, supply and demand kebutuhan guru kita masih belum tertata baik. Guru yang pensiun tidak segera diganti. Sesuai dengan kebijakan otonomi daerah, pengajuan formasi guru baru untuk menggantikan guru yang pensiun sudah sejak lama tidak menjadi kewenangan Kemendikbud, melainkan menjadi kewenangan pemerintah daerah," kata dia.

Pengajuan formasi oleh pemerintah daerah itu pun harus disetujui KemenPANRB. Jika pengajuan formasi tidak ada, maka seleksi untuk rekrutmen guru baru pun tidak dapat terjadi. Jika hal itu berjalan tidak sebagaimana mestinya atau macet, maka muncullah guru-guru honorer untuk mengisi kekosongan guru di sekolah.

"Guru honorer diangkat langsung oleh sekolah, maka kualitas dan kesejahteran guru honorer itu pun tidak dapat dikontrol pemerintah dengan baik," katanya.

Untuk menyelesaikannya, pada Tahun 2021 pemerintah telah mengumumkan dibukanya seleksi guru ASN PPPK yang dapat mencapai satu juta formasi.

"Jika formasi itu dapat terisi secara maksimal pada tahun depan, permasalahan supply and demand akan mulai dapat kita selesaikan,” katanya, optimistis.

Saat ini, Kemendikbud menunggu pengajuan formasi yang maksimal oleh pemerintah daerah. Dari target 1.000.000 formasi itu, baru sekitar 200.000 formasi yang diajukan pemerintah daerah.

"Tujuan akhir dari seleksi PPPK adalah terpenuhinya kebutuhan guru di sekolah negeri, lebih terjaminnya kesejahteraan guru, dan pada akhirnya adalah untuk peningkatan kualitas layanan kepada murid-murid kita di seluruh Indonesia," katanya.


Budaya belajar

Iwan juga punya strategi tersendiri dalam peningkatan kompetensi guru, yakni dengan menanamkan budaya belajar kepada guru-guru.

"Oleh karena itu, Ditjen GTK berkomitmen untuk menyediakan berbagai kesempatan untuk para guru Indonesia untuk belajar, berbagi dan berkolaborasi. Hanya dengan budaya belajar yang kuat kita dapat meningkatkan kualitas guru kita," ujar dia.

Sebagai Dirjen GTK, Iwan mengaku percaya bahwa guru-guru Indonesia dapat berkembang jika diberikan kesempatan belajar.

Hal itu merupakan bentuk dari growth mindset atau pola pikir yang terus tumbuh yang harus dimiliki. Pada masa pandemi COVID-19, guru Indonesia telah membuktikan bahwa mereka memiliki growth mindset dengan sangat aktif belajar dengan berbagai macam moda.

Ia berpendapat budaya belajar menguat di antara kalangan guru. Untuk itu, momentum tersebut harus tetap dijaga meskipun pandemi COVID-19 telah berlalu.

Pandemi COVID-19, hendaknya dijadikan ajang oleh para di Indonesia untuk berlomba-lomba menjadi teladan serta terus menguatkan semangat untuk belajar, berbagi dan berkolaborasi dengan fokus utama kepada anak-anak Indonesia. Ketika suatu saat pandemi COVID-19 sudah berakhir, semangat itu harus tetap menyala dan menjadi spirit para untuk memberikan layanan terbaik kepada para siswanya.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020