Jakarta (ANTARA) -- Nasabah mengapresiasi penerapan kebijakan ISO 370001 terkait antisuap oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo). Kebijakan tersebut dinilai memberi rasa aman dan kepastian berusaha, khususnya yang berhubungan dengan lembaga keuangan.

"Bagi nasabah itu baik. Prosedurnya jadi lebih mudah, tanpa biaya tambahan. Pokoknya asal sesuai prosedurnya, kita tak perlu repot lagi, tak ada biaya tambahan lagi," ujar Direktur Utama PT Widodo Makmur Perkasa, Marlan.

Menurut data KPK sejak tahun 2004-2019, penyuapan merupakan kasus terbanyak yang ditangani oleh KPK sebesar 66 persen atau sebanyak 683 perkara. Melihat tingginya kasus penyuapan yang ada di Indonesia, Strategi Nasional Pencegahan Korupsi berusaha meningkatkan penerapan sistem manajemen antisuap di sektor swasta maupun BUMN dan BUMD sebagai mitigasi pertama yang dilakukan. 

Marlan menuturkan, sejak menjadi nasabah Jasindo lima tahun lalu, pihaknya tidak pernah merasakan adanya kesulitan berurusan dengan Jasindo.

Pengusaha di bidang pakan ternak itu merasa segala urusan menjadi gampang tanpa suap. "Ini yang saya rasakan manfaatnya dengan manajemen bersih tanpa suap yang dijalankan Jasindo," ujar dia.

Bahkan dia juga merasakan manfaat saat harus berhubungan dengan bank karena kebijakan antisuap dan antigratifikasi itu (ISO 370001) memberi jaminan ada transparansi dalam semua urusan terkait uang.

“Jadi saya merasa dimudahkan, merasakan manfaat, semua jadi lancar tanpa biaya tambahan," lanjut Marlan.

Sementara itu, Direktur Utama Jasindo Didit Mehta Pariadi mengatakan, pihaknya menerapkan Sertifikasi Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) di tahun 2020. Hal ini bentuk komitmen Asuransi Jasindo sebagai perusahaan di bawah kendali BUMN, agar semakin profesional.

“ISO 370001 ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2016 dan Tahun 2017. Dan kami berkomitmen untuk melakukan itu,” lanjut Didit.

Ia menjelaskan, penerapan ISO 370001 itu mencakup penyuapan di sektor publik, swasta maupun nirlaba, termasuk penyuapan oleh dan terhadap sebuah organisasi atau stafnya. “Serta suap yang dibayarkan atau diterima melalui atau oleh pihak ketiga. Penyuapan bisa terjadi di mana saja, dengan nilai berapa saja, dan dapat melibatkan keuntungan finansial atau non finansial,” katanya.

Menurut Didit, salah satu keuntungan menerapkan sistem manajemen antisuap ialah, perusahaan dirancang untuk memperkenalkan budaya antisuap dalam suatu organisasi dan menerapkan kontrol yang sesuai. 

“Yang pada gilirannya akan meningkatkan peluang mendeteksi suap dan mengurangi insiden tersebut,” ujarnya.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Dody AS Delimunthe mengapresiasi kebijakan implementasi ISO 370001 ini.

"AAUI sangat mendukung kebijakan Kementerian BUMN yang mewajibkan implementasi ISO 370001 ini untuk lembaga keuangan. Tentunya dengan penerapan tersebut BUMN akan menjadi lembaga yang kredibel dan disegani karena menunjukkan transparansi pengelolaan," ujarnya.

Dody mengatakan, industri jasa keuangan adalah highly regulated dan sangat sensitif kepada masyarakat. Kesalahan pengelolaan bisa berdampak kepada kondisi sistemik yang mungkin dampaknya ke situasi perekonomian secara umum.

Untuk itu bagi industri asuransi, dalam rangka meyakinkan masyarakat guna memberikan kepercayaan kepada perusahaan asuransi diperlukan transparansi informasi yang dapat diakses, sehingga memudahkan dalam membeli produk asuransi. 

"Tranasparansi ini akan membentuk citra perusahaan sebagai organisasi/perusahaan dalam menerapkan sistem manajemen antisuap," tegasnya.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2020