Badung (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi di hadapan para ketua delegasi asing saat pembukaan Bali Democracy Forum (BDF) ke-13 di Nusa Dua, Bali, Kamis, menegaskan bahwa kebijakan penanggulangan pandemi COVID-19 tidak melemahkan nilai-nilai demokrasi.

"Kita melihat bagaimana prinsip-prinsip demokrasi menghadapi tantangan selama pandemi. Hak untuk berkumpul, memilih, dan berpendapat di muka umum juga dibatasi. Dalam kondisi normal, kebijakan itu tidak dapat diterima. Namun, saat krisis, kebijakan itu diperbolehkan," kata Retno dalam sambutannya.

Menurut Retno, pandemi menjadi kesempatan bagi peserta forum dan negara-negara lain di dunia untuk memikirkan kembali bagaimana penerapan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat.

"Pandemi tidak boleh melunturkan nilai demokrasi dan di saat yang sama: Demokrasi tidak boleh menjadi penghalang kita untuk mengalahkan pandemi. Justru kita yakin bahwa demokrasi merupakan tools (alat, red) yang paling tepat bagi setiap negara untuk melawan pandemi," terang Retno saat memberi keterangan ke media usai memberi sambutan.

Oleh karena itu, Retno di hadapan para delegasi BDF ke-13, mengatakan pembatasan perlu dilakukan, tetapi pelaksanaannya harus diawasi agar tidak ada pelanggaran terhadap kebebasan dasar tiap warga negara.

Dalam sambutannya, Retno mengutip hasil riset Democracy Perception Index yang menunjukkan mayoritas warga dunia berpendapat negara mereka menerapkan pembatasan dalam "jumlah yang wajar".

Temuan itu menunjukkan nilai-nilai demokrasi yang dipahami masyarakat juga beradaptasi mengikuti keadaan saat pandemi.

Akan tetapi, Retno mengingatkan pembatasan yang dibuat oleh pemerintah atau otoritas tertentu harus "sah, terukur, dan dibuat demi kepentingan umum, serta terbuka untuk dikritik publik". Dengan demikian, berbagai kebijakan pembatasan yang dibuat tidak akan mencabut kebebasan dasar masyarakat, terang Retno.

Usai memberi sambutan, Retno mempersilakan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres dan Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk memberi penyataan terkait isu demokrasi dan COVID-19. Menlu RI kemudian mengikuti pertemuan tingkat menteri, yang diadakan secara virtual, untuk membahas berbagai tantangan demokrasi di tengah pandemi.

Sementara itu, acara lain seperti diskusi panel antarketua delegasi asing dan pertemuan tingkat duta besar juga digelar dalam waktu yang sama.

" Jadi sesi satu sedang berlangsung, tujuh menteri luar negeri sudah mengirimkan pesan, plus tentunya tadi Dirjen (Direktur Jenderal) WHO (Organisasi Kesehatan Dunia, red) dan Sekjen PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa, red), dan sekarang sedang didiskusikan baik secara virtual dari para duta besar di Jakarta maupun yang hadir di sini," terang Retno saat menyampaikan pernyataan pers usai memberi sambutan di luar gedung acara.

BDF merupakan forum lintas negara dan lintas lembaga yang diikuti oleh lebih dari 50 negara peserta, 73 negara sebagai pengamat, dan 10 organisasi internasional. Pertemuan itu merupakan agenda rutin yang diadakan tiap tahun oleh Indonesia sejak 2008.

Berbeda dari pertemuan sebelumnya, BDF yang memasuki tahun ke-13 pada hari ini, diadakan secara langsung/tatap muka dan lewat ruang virtual melalui kanal Youtube dan aplikasi video konferensi Zoom. Namun, pertemuan secara tatap muka digelar terbatas demi memastikan protokol kesehatan dapat dilakukan secara maksimal, kata Kementerian Luar Negeri RI sebagai penyelenggara acara.

Untuk tahun ini, BDF ke-13 dihadiri oleh 44 orang dari 26 negara dan tiga organisasi internasional. Seluruh peserta, panitia, dan awak media yang berada di lokasi acara hari ini telah menjalani tes usap COVID-19 (PCR) dan hasilnya negatif, kata Retno menegaskan.

Baca juga: Menlu buka BDF ke-13, tekankan pentingnya jaga demokrasi saat pandemi
Baca juga: BDF diharapkan perkuat praktik demokrasi di negara-negara Asia Pasifik
Baca juga: BDF ke-13 akan tunjukkan kesiapan Bali buka wisata usai pandemi

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020