Presiden Soekarno: masyatakat adil dan makmur dapat diselenggarakan dengan bantuan atomic energy.
Bandung (ANTARA) - Komisi VII DPR RI tertarik membahas pemanfaatan teknologi nuklir untuk lingkungan pada kunjungan kerjanya di Pusat Sains dan Teknologi Nuklir Terapan (PSTNT) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) di Jalan Tamansari, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa.

Dengan menggunakan analisis teknik nuklir, kandungan polutan udara dapat dideteksi secara detail hingga ukuran 2,5 mikro atau sering disebut dengan istilah PM 2,5.

Kepala BATAN, Anhar Riza Antatiksawan mengatakan PSTNT menjadi tempat dimulai sejarah nuklir di Indonesia. Pada tahun 1961, Presiden pertama RI, Soekarno meletakkan batu pertama pembangunan reaktor nuklir.

Mengutip Pidato Soekarno, Anhar menjelaskan bahwa masyatakat adil dan makmur dapat diselenggarakan dengan bantuan atomic energy.

 "Ini merupakan cita-cita besar bangsa Indonesia," kata Anhar.

Baca juga: Batan bersiap kerja sama dengan pemda-BUMN bangun iradiator gamma

Pemanfaatan reaktor nuklir ini menurut Anhar sangat banyak, baik di bidang pertanian, industri, kesehatan, dan lingkungan. Salah satu kegiatan penelitian yang sangat bermanfaat bagi lingkungan yang dilakukan PSTN adalah analisis teknik nuklir untuk mendeteksi polutan udara.

Plt Kepala PSTNT Eva Maria Widyasari menjelaskan polusi udara yang terjadi di sekitar kita dapat memberikan dampak yang kurang baik pada lingkungan.

"Polusi udara itu sangat berdampak buruk pada kesehatan dan lingkungan," jelas Eva.

Menurutnya, data kematian di dunia ini akibat pencemaran udara cukup tinggi sekitar 100 ribu orang di tahun 2020. Hal ini terjadi karena adanya ketidakpedulian terhadap nilai baku mutu kualitas udara.

Dengan memanfaatkan teknologi nuklir, BATAN bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup di seluruh Indonesia dalam menentukan karakteristik polutan udara.

"Sudah tujuh belas perkotaan di Indonesia yang telah dilakukan pengukuran kualitas udara dan sudah ada datanya," tambahnya.

Baca juga: Batan hasilkan 44 varietas tanaman unggul

"Pemantauan kualitas udara ini ditekankan pada partikel-partikel yang berukuran sangat kecil yang berukuran 2,5 mikro. Dan bila digambarkan, ukurannya sama dengan rambut yang dibelah 40, sehingga sangat kecil," ucapnya.

Katanya, dengan ukuran yang sangat kecil ini dapat membahayakan kesehatan karena ketika dihirup dapat masuk kesaluran pernafasan manusia yang paling dalam yang dapat mengganggu pernafasan dan menyebabkan kanker. Untuk itulah, dengan teknik analisis nuklir, polutan udara dapat dideteksi karakteristiknya dan dapat diketahui sumber polutan yang terjadi di suatu lokasi.

Senada dengan Eva, peneliti senior BATAN di bidang lingkungan, Muhayatun mengatakan, melalui teknik analisis nuklir, dapat diketahui karakteristik polutan udara yang tidak bisa ditemukan bila menggunakan analisis yang lain.

Baca juga: Batan kaji PLTN generasi III dan IV untuk introduksi PLTN Indonesia

"Dengan teknik ini kami mendapatkan banyak temuan partikel-partikel polutan yang selama ini tidak diketahui dengan teknik yang lainnya," ujar Muhayatun.

Ketua Tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengemukakan kunjungan ini dapat melihat fasilitas nuklir di PSTNT secara langsung dan berdiskusi  dengan stakeholder di BATAN.

Selain itu, kunjungan ini juga memberikan pemahaman untuk mengetahui kemanfaatan ketiga reaktor riset yang dimiliki BATAN yakni reaktor Triga, Kartini, dan GA. Siwabessy.

"Dengan kunjungan ini kami dapat mengetahui kontribusi PSTNT BATAN terutama berkaitan dengan penelitian di sektor kesehatan, lingkungan, pertanian, dan sebagainya," ujar Eddy.

Baca juga: Indonesia persiapkan nuklir untuk perangi kelaparan

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020