Jakarta (ANTARA) - Pemerintah memperbolehkan sekolah-sekolah kembali melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka mulai Januari 2021 dengan sejumlah persyaratan, termasuk di antaranya menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus corona penyebab COVID-19.

Pada masa penularan virus corona belum sepenuhnya terkendali seperti sekarang, pelaksanaan kembali pembelajaran tatap muka harus dipersiapkan secara matang oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dinas pendidikan, sekolah, dan instansi terkait lainnya agar tidak justru memunculkan klaster penularan baru.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah fokus mempersiapkan infrastruktur pendukung penerapan protokol kesehatan menjelang pembukaan kembali sekolah pada semester genap tahun ajaran 2020/2021.

"Pemerintah daerah dan pemerintah pusat berfokus pada persiapan infrastruktur, protokol kesehatan/SOP, sosialisasi protokol/SOP, dan sinergi antara Dinas Pendidikan dengan Dinas Kesehatan serta Gugus Tugas COVID-19 di daerah," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti.

"Jika sekolah belum mampu memenuhi infrastruktur dan protokol/SOP maka tunda dulu buka sekolah," ia menambahkan.

KPAI menyarankan pemerintah pusat menyiapkan sistem informasi, komunikasi, koordinasi, dan pengaduan yang memungkinkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersinergi mempersiapkan penyelenggaraan kembali kegiatan belajar mengajar di sekolah sesuai dengan protokol kesehatan dan tata adaptasi kebiasaan baru.

Menurut KPAI, penyelenggaraan kembali pembelajaran tatap muka di sekolah pada masa pandemi tidak hanya membutuhkan kesiapan sarana dan prasarana pendukung penerapan protokol kesehatan tapi juga kepatuhan warga sekolah terhadap protokol kesehatan serta sarana dan dana untuk melaksanakan pemeriksaan guna mendeteksi penularan COVID-19.

KPAI mendorong pemerintah pusat dan daerah mengarahkan politik anggaran ke bidang pendidikan, terutama yang berkenaan dengan persiapan infrastruktur guna menekan munculnya klaster penularan COVID-19 di sekolah.

"Menyiapkan infrastruktur AKB di sekolah membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu butuh dukungan dana dari pemerintah. Kalau daerah belum siap, maka tunda dahulu buka sekolah, meskipun di daerah itu zonanya hijau," kata Retno.​​​​​​​

KPAI juga mendorong pelaksanaan pemeriksaan untuk mendeteksi penularan virus corona pada siswa serta pendidik dengan biaya dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebelum pembelajaran tatap muka di sekolah dimulai. Pemeriksaan bisa dilakukan secara acak pada siswa dan pendidik.

​​​​​​Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga juga mengemukakan bahwa pelaksanaan kembali pembelajaran tatap muka di sekolah harus mempertimbangkan "5 Siap", yaitu siap daerahnya, siap sekolah dan gurunya, siap sarana dan prasarana pendukungnya, siap orang tuanya, dan siap peserta didiknya.

"Melalui Surat Kesepakatan Bersama Empat Menteri pada 20 November 2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi COVID-19, pemerintah menggarisbawahi bahwa kesehatan dan keselamatan anak adalah faktor yang paling utama," kata Bintang.

Hasil pengawasan KPAI yang menunjukkan bahwa 83,68 persen sekolah belum siap melaksanakan kembali pembelajaran tatap muka, menurut dia, juga harus dijadikan sebagai masukan dalam mempersiapkan penyelenggaraan kembali kegiatan belajar di sekolah.

"Kita sepatutnya memprioritaskan kesehatan dan keselamatan anak selama proses belajar mengajar. Penerapan sistem campuran, baik pembelajaran tatap muka maupun pembelajaran jarak jauh, harus berprinsip pada kepentingan terbaik bagi anak," katanya.

 

Seorang guru mengukur suhu tubuh murid yang akan masuk ke sekolah dalam simulasi pembelajaran tatap muka di SDN Karang Raharja 02di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (15/12/2020). (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/rwa)

Penyesuaian Kebijakan

Pemerintah memperbolehkan kembali kegiatan belajar mengajar di sekolah karena pembelajaran jarak jauh dalam jangka panjang bisa mendatangkan risiko negatif seperti ancaman putus sekolah, gangguan tumbuh kembali, kesenjangan capaian belajar, ketidakoptimalan pertumbuhan, tekanan psikososial, dan kekerasan dalam rumah tangga.

"Ini memiliki dampak permanen pada psikososial anak, tidak ada pembelajaran tanpa rasa aman dan harmonis psikologis anak-anak kita. Tentunya peningkatan insiden kekerasan yang terjadi di rumah tangga meningkat, dan ini menjadi pertimbangan kami terpenting," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim.

Nadiem mengemukakan bahwa pada prinsipnya kebijakan pendidikan pada masa pandemi COVID-19 mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, keluarga, dan masyarakat.

Pada 20 November 2020, Nadiem menyampaikan bahwa pemerintah memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan kembali pembelajaran tatap muka di sekolah mulai semester genap 2020/2021 atau Januari 2021.

"Pemerintah melakukan penyesuaian kebijakan untuk memberikan penguatan peran pemerintah daerah/kanwil/Kantor Kemenag. Pemberian kewenangan penuh pada pemda tersebut dalam penentuan pemberian izin pembelajaran tatap muka," kata Nadiem.

Dalam hal ini, pemerintah daerah dapat memberikan izin pelaksanaan kembali pembelajaran tatap muka di sekolah secara serentak atau bertahap per wilayah kecamatan dan atau desa atau kelurahan mulai semester genap tahun ajaran 2020/2021 atau bulan Januari 2021.

"Jadi harus ada persetujuan orang tua melalui komite sekolah dan juga kepala sekolah dan kepala daerah," kata Nadiem.

"Pemerintah daerah dan sekolah diharapkan meningkatkan kesiapan untuk penyesuaian ini dari sekarang hingga akhir tahun," katanya.

Penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di sekolah dapat dilakukan secara serentak atau bertahap di wilayah kecamatan/desa/kelurahan berdasarkan hasil evaluasi pemerintah mengenai tingkat risiko penularan COVID-19 di daerah.

Dalam memberikan izin pelaksanaan pembelajaran di sekolah, pemerintah daerah antara lain mesti mempertimbangkan tingkat risiko penularan COVID-19, kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan, kesiapan satuan pendidikan melaksanakan pembelajaran tatap muka sesuai protokol kesehatan, akses terhadap sumber belajar, serta kondisi psikososial peserta didik.

Selain itu, pemerintah daerah harus mempertimbangkan kebutuhan layanan pendidikan bagi anak yang orang tuanya bekerja di luar rumah, ketersediaan akses transportasi yang aman dari dan ke satuan pendidikan, tempat tinggal warga satuan pendidikan, mobilitas warga, dan kondisi geografis daerah.​​​​​​​

Nadiem menekankan bahwa pembelajaran tatap muka di sekolah hanya boleh dilakukan oleh sekolah yang telah memenuhi daftar periksa, yang antara lain mencakup ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan (toilet bersih dan layak serta sarana cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau penyanitasi tangan), akses pelayanan kesehatan, kesiapan masker, dan kesiapan alat cek suhu tubuh.

Daftar periksa juga mencakup risiko kesehatan warga satuan pendidikan, persetujuan dari komite sekolah atau perwakilan orang tua/wali murid, kelas yang memungkinkan jarak tempat duduk siswa minimal 1,5 meter, serta batasan isi ruang kelas. Menurut ketentuan, jumlah peserta didik per ruang kelas PAUD maksimal lima orang, pendidikan dasar dan menengah maksimal 18 siswa, dan sekolah luar biasa maksimal lima siswa.

Selain itu peserta didik dan tenaga pendidik wajib menggunakan masker kain tiga lapis atau masker bedah, cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir, menjaga jarak minimal 1,5 meter dan tidak melakukan kontak fisik, serta menerapkan etika batuk atau bersin.

"Kita pastikan bahwa kondisi medis warga satuan pendidikan yang punya komorbiditas tidak boleh melakukan tatap muka, tidak boleh datang ke sekolah kalau mereka punya komorbiditas karena risiko mereka jauh lebih tinggi," kata Nadiem.

Kegiatan-kegiatan yang bisa menimbulkan kerumunan dilarang di sekolah. Kantin tidak diperbolehkan beroperasi, kegiatan olahraga dan ekstrakurikuler tidak diperbolehkan untuk dilakukan. 

"Anak-anak hanya boleh masuk, belajar, lalu pulang. Ini juga harus ditekankan," kata Nadiem.

"Jadi maksud pesan yang terpenting di sini adalah pembelajaran tatap muka, bukan kembali ke sekolah seperti normal. Ini sangat di luar normal karena kapasitasnya hanya setengah yang diperbolehkan tanpa aktivitas berkerumun apapun," ia menambahkan.

Pembatasan-pembatasan dalam penyelenggaraan pembelajaran tatap muka tersebut ditujukan untuk menekan seminimal mungkin risiko penularan virus corona dan mencegah munculnya klaster penularan COVID-19 di sekolah.

Baca juga:
Jawa Tengah tunda pembelajaran tatap muka
Memastikan pembelajaran tatap muka berjalan aman








Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2020