Saat transplantasi terumbu karang di Haruku, juga ditemukan banyak sampah plastik, yang memang sangat mempengaruhi ekosistem laut dan juga substrat perairan
Jakarta (ANTARA) - Persoalan sampah plastik menjadi masalah yang hingga kini belum terselesaikan, sebagai salah satu sumber pencemaran di bumi. Berbagai riset bahkan membuktikan, jika sampah plastik membutuhkan waktu lama untuk terurai di alam.

Cemaran sampah plastik bukan hanya terjadi di daratan, tetapi laut pun menjadi muara terkumpulnya sampah plastik. Bahkan riset Universitas Georgia di Amerika Serikat menyatakan Indonesia menjadi negara terbesar dalam kasus pencemaran laut dengan plastik.

Baca juga: Gandeng ekosistem maritim, Pelindo III bersih-bersih sampah di Benoa

Kampanye melawan sampah plastik terus menerus dilakukan, dengan harapan masyarakat lebih sadar untuk menjaga lingkungan dari cemaran sampah plastik. Salah satu kampanye diinisiasi Yayasan EcoNusa yang menyatakan perang melawan sampah plastik di laut.

Ekspedisi Maluku EcoNusa yang terlaksana dari akhir Oktober hingga pertengahan November 2020 di Maluku, menemukan masih banyaknya sampah plastik laut. Tidak hanya sampah di pesisir pantai tetapi juga di kedalaman laut 10 meter ditemukan pula sampah plastik yang mencemari terumbu karang.

Pendiri Yayasan EcoNusa Bustar Maitar menyatakan jika kampanye pengurangan sampah di laut berhenti dilakukan, dapat dipastikan jumlah plastik akan lebih banyak dari pada ikan.

Semua pihak harus memberikan perhatian serius terhadap bahaya sampah plastik di laut. Sampah plastik akan mencemari laut dan mempengaruhi kesehatan serta ketahanan pangan.

Selain itu, perusahaan dengan merek terkenal turut memberikan andil dalam memproduksi sampah plastik. Bahkan di pulau-pulau terpencil sekalipun, sampah plastik mereka terkumpul di bawah lautan dan mencemari terumbu karang.

Ekspedisi mencoba melihat gambaran tentang sampah plastik di beberapa pulau yakni Negeri Nuruwe, Kabupaten Seram Bagian Barat. Kemudian di Negeri Haruku, Nusa Laut hingga di Negeri Pulau Rhun, Pulau Ay, Pulau Hatta, dan Banda Neira di Kabupaten Maluku Tengah.
Personel Band "Slank" Mohammad Ridwan Hafieds atau yang akrab disapa Ridho (kiri) mengumpulkan sampah plastik di pesisir pantai Negeri Rhun, Provinsi Maluku, Sabtu (14/11/2020) (ANTARA/Fauzi Lamboka)


Jaga Laut

Tagar "Jaga Laut" menjadi satu ikon kampanye yang digaungkan yayasan yang berdiri untuk mendukung berbagai inisiatif lokal tersebut. Setiap pulau yang disinggahi, kegiatan bersih pantai dari sampah laut atau marine debris bersama pelajar, masyarakat hingga komunitas dan pegiat lingkungan terus dilakukan.

Baca juga: Bersihkan sampah, Forum Anak Laskar Pelangi gelar "operasi semut"

EcoNusa bahkan mendaulat dua musisi tanah air Akhadi Wira Satriaji atau yang akrab disapa Kaka serta Mohammad Ridwan Hafieds atau yang akrab disapa Ridho yang merupakan personel Band Slank itu ikut ambil bagian dalam kampanye bersih pantai dan jaga laut.

Aktivitas kampanye memungut dan memilah sampah di pesisir pantai menjadi rutinitas dalam ekspedisi tersebut. Kaka Slank menyoroti pentingnya memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang memilah sampah yang benar.

"Semua produk di Indonesia rata-rata menggunakan kemasan plastik, seperti minuman botol, mie instan hingga kemasan saschet," ujar Kaka.

Dia mengakui jika jumlah sampah plastik di pesisir dan perairan Maluku, jauh lebih sedikit dibandingkan daerah lain di Indonesia. Sampah itu diperkirakan dari wilayah lain yang ikut terbawa arus laut.

Harapan besarnya agar budaya bersih laut dan pantai harus disosialisasikan hingga tingkatan masyarakat kampung. Selain itu, kesadaran peduli sampah harus dimulai sejak anak usia dini.

"Minimal dari 100 anak yang kita ajak (untuk peduli sampah), ada 10 yang idealis,” ujar Kaka.

Kebiasaan memilah sampah bukan hanya ajakan atau kampanye semata. Kaka bahkan memulai memilah sampah dari rumah sendiri, memisahkan sampah organik yang bisa didaur ulang dengan yang non organis seperti sampah plastik.

Jaring sampah

Keprihatinan atas semakin banyaknya sampah plastik di laut, Econusa melakukan uji coba menggunakan jaring untuk membersihkan perairan Lagoon di Pulau Banda Neira. Jaring sampah sebagai alternatif membersihkan sampah laut itu dibuat dengan panjang sekitar 10 meter dan lebar 5 meter, sehingga dapat menjaring sampah lebih banyak.

Baca juga: Aksi bersih pantai Makassar kumpulkan 1,4 ton sampah

Masyarakat di Banda biasanya menggunakan "serok" atau jaring kecil untuk mengumpulkan sampah plastik. Sementara alternatif dengan jaring yang memiliki bentangan lebih luas agar dapat menjaring sampah lebih banyak, sehingga saat dibentangkan di laut masing-masing ujung jaring kemudian ditarik dengan dua kapal cepat pada bagian sisinya.

"Kita terus mencoba penggunaan jaring ini, dan setiap saat dilakukan evaluasi terkait efektivitasnya dalam mengumpulkan sampah plastik di laut," kata Bustar.
Personel Band "Slank" Mohammad Ridwan Hafieds atau yang akrab disapa Ridho (kiri) menggunakan jaring sampah plastik di pantai Banda Neira, Provinsi Maluku, Senin (16/11/2020) (ANTARA/Fauzi Lamboka)

Koordinator Tunas Bahari Maluku (TBM) Zainudin Mokan mengatakan hasil observasi ditemukan banyaknya sampah plastik yang mengganggu pertumbuhan terumbu karang di Laut Maluku.

“Saat transplantasi terumbu karang di Haruku, juga ditemukan banyak sampah plastik, yang memang sangat mempengaruhi ekosistem laut dan juga substrat perairan,” kata Mokan

Menurut Mokan, di sekitar area lokasi transplantasi di kedalaman tujuh meter, ditemukan banyak sampah. Sampah itu di antaranya pembalut, popok bayi, kemasan deterjen hingga makanan. Sampah plastik memberi dampak sistemik dan merusak ekosistem laut, termasuk pada kelestarian terumbu karang dalam jangka panjang.

Di Banda Neira, EcoNusa bersama Sekolah Tinggi Perikanan (STP) dan Sekolah Tinggi Keguruan Ilmu Pendidikan (STKIP) mendeklarasikan upaya melawan sampah dari kampus.

Deklarasi itu mengusung tema kaum muda Banda Neira melawan sampah plastik sekali pakai untuk laut sehat berkelanjutan. Ketua STP dan STKIP Banda Neira Dr Muhammad Farid memimpin pembacaan deklarasi itu bersama puluhan mahasiswa yang hadir dalam program "Sail to Kampus Banda Neira".

Petikan deklarasi itu yakni mendukung laut Indonesia yang sehat dan berkelanjutan, yang bebas polusi dan sampah plastik serta berkomitmen mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, khususnya di lingkungan STP dan STKIP dan di Banda Neira pada umumnya.

"Sampah bukan persoalan personal, tetapi juga persoalan korporasi dan tantangan global, sehingga perlu ada kesadaran dari diri masing-masing," kata Farid.

Ridho Slank menyatakan banyak orang membuat kegiatan seremonial tentang bersih-bersih sampah yang tidak berkelanjutan. Hari ini dibersihkan, besoknya sudah kotor kembali. "Kunci paling utama adalah kesadaran".

Dan untuk membangun kesadaran masyarakat, kata Ridho, tidak hanya dilakukan sekali, tetapi harus terus menerus dan berkelanjutan. Dengan kebersihan pantai dan laut, juga mendorong geliatnya aktivitas lain seperti industri pariwisata.

"Kalau kita mengundang tamu ke rumah, ada dua pilihan. Kita bersih-bersih rumah atau kita minta maaf rumah kita kotor," jelas Ridho.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatur pengelolaan sampah seperti yang tertuang dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, maupun Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.75 tahun 2019 mengenai Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.

Namun akhirnya semua lebih pada bagaimana melihat gambaran utuh kondisi di masyarakat. Jika pun ada bantuan kepada masyarakat, hanya sebagian kecil dari upaya kampanye membangun kesadaran bersama, tanggung jawab utama ada di pemerintah yang wajib melaksanakan perintah undang-undang.

Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020