Kalau mau menyumbang, langsung saja ke keluarga dan fakir miskin, langsung tepat sasaran
Jakarta (ANTARA) -
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut terorisme dapat menghalalkan segala cara dalam menghimpun dana yang mereka butuhkan.
 
Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris, di Jakarta, Senin, mengatakan penyalahgunaan kotak amal dari kedermawanan warga negara Indonesia merupakan contoh bagaimana terorisme menghalalkan segala cara untuk menghimpun dana. Bahkan, memanfaatkan istilah-istilah yang dianggap suci.
 
Penyalahgunaan kotak amal untuk pendanaan terorisme perlu segera ditertibkan, terkhusus, menertibkan kotak amal di "minimarket" atau toko swalayan. Biasanya, pembeli terpaksa berderma karena tidak ada uang kembalian.
 
Irfan Idris mengatakan, selain toko swalayan, kotak amal di rumah ibadah dan sekolah juga perlu ditertibkan. Namun, kotak amal di rumah ibadah tidak bisa digeneralisasi.
 
Ia pun mengimbau agar tidak mudah terbujuk rayu kotak amal dengan simbol-simbol agama. Jadi, sebaiknya berderma kepada keluarga terdekat atau fakir miskin di sekitar agar tepat sasaran.
 
"Kalau mau menyumbang, langsung saja ke keluarga dan fakir miskin, langsung tepat sasaran," ucap Irfan dalam diskusi Alinea Forum ‘Membajak Kedermawanan Rakyat; Eksistensi Kelompok Teror dan Penggalangan Pendanaan’.
 
Meski hanya Rp200-500, sumbangan ke kotak amal toko swalayan dapat terkumpul sangat banyak, karena jumlahnya ribuan.

Baca juga: Baznas dukung Polri ungkap kasus kotak amal danai terorisme

Baca juga: BAZNAS tegaskan tidak pernah terima setoran dana kotak amal LAZ
 
Sedangkan Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia Islah Bahrawi menyebut kotak amal untuk kegiatan terorisme merupakan bagian kecil dari gerakan menghimpun dana.
 
Untuk menghidupkan ideologi radikal-intoleran perlu sokongan dana dan geliat kegiatan teror. Jejaring pendanaan untuk kegiatan terorisme memang sudah banyak dipatahkan aparat keamanan.
 
Tak terkecuali via digital. Namun, keterlibatan perusahaan swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam pendanaan gerakan terorisme juga perlu diwaspadai.
 
“Yang jauh berbahaya (dari pada kotak amal) adalah keterlibatan perusahaan besar, swasta, dan negara, yang dikutip dari 'CSR'-nya (t6anggung jawab sosial perusahaan) untuk yang tidak secara langsung pada gerakan militer-nya (jejaring teroris), tetapi terlibat dalam gerakan untuk tataran doktrin, nah, kita tidak boleh lengah,” tutur-nya.
 
Selain dari kotak amal, pendanaan terorisme pun bisa dihimpun dari berbagai kejahatan. Misalnya, investasi bodong berkedok syariah yang kerap hanya ditilik sebagai kejahatan ekonomi.
 
Menanggapi itu, mantan amir Jemaah Ansharut Tauhid (JAT) Haris Amir Falah mengaku tidak kaget ketika mendengar terbongkar-nya modus kotak amal untuk penggalangan dana terorisme dan dia berkeyakinan hal ini bukan sebuah rekayasa.
 
Modus penggalangan dana gerakan terorisme melalui kotak amal, hanya salah satu cara gerakan radikalisme dalam mencari uang. Modus pencarian dana gerakan radikalisme dinilai sudah bermutasi dengan cara melalui gerakan yayasan.
 
Salah satu contohnya seperti Yayasan Pendidikan Pesantren Al Zaitun besutan Abu Maarik alias Abu Toto alias Syamsul Alam alias Abdus Salam alias Panji Gumilang, yang juga dikenal pemimpinan NII KW9.
 
"Itu NII KW9 Toto Abdulsalam membuat bukan puluhan ribu. Bahkan ratusan ribu kotak amal yang dia buat. Kemudian ratusan yayasan juga dia buat yang disebarkan di seluruh Indonesia," ujar Haris.

Baca juga: Polri: JI galang dana dari masyarakat karena kesulitan keuangan

Baca juga: Polri: Sumber dana kelompok JI dari kotak amal sejumlah yayasan

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020