ikut program rekalibrasi, karena visa saya tidak disambung lagi
Kuala Lumpur (ANTARA) - Pada akhir tahun 2020 ini terdapat program menggembirakan bagi pekerja migran tidak berdokumen di Malaysia termasuk pekerja migran Indonesia (PMI), yang sama-sama menguntungkan pemerintah, majikan maupun pekerja sendiri.

Program yang diluncurkan Departemen Imigrasi Malaysia (JIM) pada 12 November 2020 ini bernama Program Rekalibrasi Pendatang Tanpa Izin (PATI) yang dilaksanakan mulai 16 November 2020 hingga 30 Juni 2021.

Program rekalibrasi bagi PATI yang masih berada di Malaysia ini ada dua jenis yakni pemulangan pekerja kembali ke tanah air secara sukarela atau kembali bekerja dengan majikannya secara sah.

Dikatakan sama-sama menguntungkan karena pemerintah Malaysia akan menerima pemasukan RM500 atau sekitar Rp1,7 juta per orang untuk biaya "check out memo" bagi pekerja yang ingin kembali ke tanah air.

Demikian pula untuk program kembali bekerja dengan majikan pemerintah Malaysia akan menerima denda dari majikan sehingga menambah pendapatan bagi pemerintah yang "konon" juga sedang kekurangan pemasukan karena COVID-19 ini.

Program kembali ke majikan ini bagi para pekerja pemegang Pas Lawatan Sosial (PLS) atau Pas Lawatan Kerja Sementara (PKLS) dan pembantu rumah asing yang tinggal melebihi waktu pada atau sebelum 31 Desember 2020.

Bagi pekerja juga menguntungkan karena bisa pulang secara aman dengan biaya lebih sedikit. Demikian pula pekerja yang kembali ke majikan tanpa ketakutan di-kejar-kejar petugas Imigrasi yang bisa masuk penjara.

Namun demikian sungguhpun program ini sudah gencar disosialisasikan masih saja banyak pekerja yang terbujuk tekong atau sindikat yang mengiming-imingi pulang lewat jalur tikus atau jalan tidak resmi Imigrasi.

Pada (17/12) Polisi Diraja Malaysia (PDRM) telah menangkap sindikat penyelundupan PATI warga Indonesia yang diketahui mengenakan biaya antara RM1.200 (Rp4 juta) hingga RM2.500 (Rp8,7 juta) per orang untuk dibawa keluar dari Malaysia melalui lorong tikus.

Sindikat yang menurut PDRM didalangi seorang WNI berusia 50-an itu menjadikan hotel murah di sekitar Klang sebagai lokasi transit sebelum dibawa keluar menggunakan jalan laut.

Sindikat terbongkar setelah Kepolisian Sektor Daerah (IPD) Klang Utara menyerbu sebuah hotel murah kira-kira jam 12.30 siang yang mendapati 37 PATI WNI.

"Kami tengah mengkonfirmasi kasus ini kepada pihak PDRM Malaysia, tentunya KBRI akan meminta consular access untuk bertemu dan dengan para WNI yang ditahan dan mendalami kasus ini," ujar Koordinator Pensosbud KBRI Kuala Lumpur, Yoshi Iskandar.

Targetkan 250 ribu permohonan

Departemen Imigresen Malaysia (JIM) menargetkan hingga 250.000 permohonan yang diterima dari imigran ilegal atau pendatang asing tanpa izin (PATI) melalui Program Rekalibrasi Tenaga Kerja dan Program Rekalibrasi Pulang.

"Program khusus ini mulai 16 November hingga 30 Juni 2021 melalui portal www.imi.gov.my dan tidak lagi perlu mengantar permohonan melalui e-mail," ujar Direktur Jendral Imigrasi Malaysia, Datuk Khairul Dzaimee Daud.

Hingga Jumat JIM sudah menerima 478 permohonan dari majikan untuk program terkait melibatkan 1.980 pekerja asing. Sedangkan majikan yang masuk daftar hitam dilarang mengajukan program.

Dia mengatakan majikan bisa membuat permohonan secara serentak untuk program ini melalui JIM dan kuota pekerja asing melalui Kantor Tenaga Kerja (JTK).

"Kuota kelayakan majikan untuk menggaji pekerja asing berdasarkan perbandingan kelayakan saat ini serta dibatasi kepada empat sektor terdiri dari pabrik, konstruksi, pertanian dan perkebunan," katanya.

Duta Besar RI di Kuala Lumpur Hermono mengatakan para pekerja ilegal atau pekerja asing tanpa identitas (PATI) yang ingin kembali ke tanah air bisa mendaftar secara online ke Departemen Imigrasi Malaysia.

"Untuk PATI yang ingin pulang ketentuannya adalah mereka langsung daftar ke sistem temu janji online. Tidak boleh orang lain. Jadi PATI-nya sendiri yang harus mendaftarkan sendiri secara online," ujar Hermono.

Setelah mendaftar secara online pihak Imigrasi akan memberikan nomer antrian.

"Setelah PATI mendapatkan nomer antrian langsung pergi ke Kantor Imigrasi dengan membawa sejumlah dokumen seperti tiket pesawat atau kapal untuk pulang yang berlaku untuk 14 hari, harus membawa hasil swab test atau PCR test setelah itu akan dicek. Kalau tidak punya catatan kriminal bisa pulang dengan membayar dendar RM500 (Rp1,7 juta) sudah termasuk dengan check out memo," katanya.

Kemudian PATI harus mempunyai paspor yang masih berlaku atau Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP).

"Yang penting lagi tidak boleh membayar secara cash bisa menggunakan debit card, kartu kredit, e-money atau bisa membayar lewat bank," katanya.

Sedangkan program untuk PATI yang ingin bekerja kembali semua yang mengurus majikan dan harus mendaftar secara daring atau online juga.

Pada program pemulangan pekerja migran KBRI Kuala Lumpur juga telah berkolaborasi dengan Aliansi Ormas Indonesia (AOMI) di Malaysia dan JIM.

AOMI, Kamis (24/12), mulai melakukan pendampingan untuk pemulangan pekerja migran Indonesia (PMI) dalam program rekalibrasi.

"Hari ini mulai dilakukan pendampingan untuk PMI yang rentan dengan kriteria sakit, ibu hamil, anak yatim dan janda untuk mendapatkan 'check out memo' atau surat ijin keluar dari Malaysia," ujar Presidium AOMI, Hardjito Warno.

Dari 127 PMI dengan kriteria rentan yang diajukan dalam proses pemulangan sejak bulan Oktober 2020, 47 berhasil dapatkan kelulusan atau izin untuk bisa pulang, beberapa PMI juga harus dibopong karena sakit parah.

Hayemah salah satu PMI yang hamil batal ke Imigrasi Putrajaya karena dalam perjalanannya mengalami pendarahan dan melahirkan bayinya setelah diantar pulang kembali ke rumahnya.

"Atas nama AOMI kami menyampaikan terima kasih kepada KBRI Kuala Lumpur dan Jabatan Imigrasi Malaysia (JIM), khususnya untuk Dubes RI Bapak Hermono dan Dirjen Imigrasi Malaysia Dato' Indera Khairul Dzaimee bin Daud yang telah meprakarsai pelayanan khusus ini," ujar Hardjito.

Baca juga: Penyiksaan PMI berulang, Menlu minta MoU perlindungan diselesaikan

Baca juga: Dubes Hermono: Mengelola uang jadi persoalan pekerja migran


Sempat Salah Komunikasi

Pelaksanaan program rekalibrasi di mata para pekerja migran relatif lancar namun ada juga pekerja yang salah komunikasi dalam penggunaan financial technology (fintech) yang digunakan untuk transaksi.

"Saya ikut program rekalibrasi, karena visa saya tidak disambung lagi. Kemudian ada permasalahan di perusahaan dan terkendala masalah keuangan dampak COVID-19," ujar pria asal Madura, Mahfudz Tejani saat ditemui di JIM.

Pria penggemar sepak bola ini sebelumnya bekerja pada sebuah ekspedisi milik orang Indonesia di Kajang namun kemudian ditutup karena terdampak pandemi.

"Prosesnya sangat mudah, setelah registrasi online di website JIM, langsung datang ke JIM sesuai dengan jadwal kedatangan yang didapatkan," kata pengurus Ikatan Keluarga Madura (IKMA) di Malaysia tersebut.

Pada saat yang sama sebagai pengurus IKMA dirinya juga berkesempatan mendampingi PMI rentan yang diuruskan oleh IKMA dan Aliansi Ormas Indonesia (AOMI) di Malaysia bekerja sama dengan KBRI Kuala Lumpur

"Untuk proses pembayaran sangat mudah, setelah proses wawancara dan cap jari selesai, diarahkan ke bagian kasir untuk membayar denda. Saya menggunakan kartu debit untuk proses pembayaran, sesuai dengan peraturan terbaru JIM dalam program rekalibrasi ini," katanya.

Mahfud membayar RM500 untuk mendapatkan check out memo (COM) keluar dari Malaysia.

"Kami membeli tiket sendiri di awal, setelah dapat tanggal antrian di JIM dan syarat datang ke JIM harus membawa fotokopi paspor/SPLP dan tiket kepulangan ke Indonesia. Baru saat pulang nanti, harus bawa surat negatif COVID-19 dari klinik yang diluluskan Kementerian Kesehatan Malaysia," katanya.

Lain Mahfud, lain lagi cerita seorang pekerja migran perempuan yang hendak mengurus program rekalibrasi di JIM Putrajaya.

Dia terlanjur menaruh uangnya dalam kartu Touch 'n Go padahal yang disarankan Imigrasi pembayaran melalui Touch 'n Go ewallet yang diunduh dari aplikasi playstore atau menggunakan kartu kredit atau kartu debet.

"Dulu saya mendengar dari KBRI Kuala Lumpur diminta membuka kartu Touch 'n Go. Mungkin saya yang salah. Ternyata bukan kartu tetapi menggunakan aplikasi," katanya.

Sementara itu pemerintah Malaysia sudah memulangkan sebanyak 14.072 pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal selama pandemik COVID-19 mulai Maret hingga 5 November 2020.

Selain dari Indonesia jumlah PATI paling banyak adalah dari Bangladesh (4.551), Myanmar (2.898), Thailand (2.200), India (2.189), China (1.856), Pakistan (1.230), Vietnam (647), Nepal (397), Filipina (298) dan lain-lain (944).

Jumlah pekerja migran ilegal yang telah diantar pulang adalah sebanyak 31.282 orang.

Baca juga: 12 perusahaan Malaysia ingkar tes COVID-19 pekerja jalani proses hukum

Baca juga: Program rekalibrasi pemulangan PMI dari Malaysia dimulai

Baca juga: 10 pekerja migran jalani isolasi antisipasi COVID-19

 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020