Shanghai/Beijing (ANTARA) - Otoritas China pada Rabu (6/1) menutup sejumlah area jalan layang yang membentang di Provinsi Hebei, yang mengelilingi Beijing, dan melarang kerumunan di ibu kota provinsi, dalam upaya terbaru untuk menghindari gelombang baru virus corona.

Provinsi yang telah memasuki "mode waktu perang" pada Selasa itu menjadi rumah atas 20 dari 23 kasus penularan COVID-19 lokal baru yang dilaporkan di China daratan pada 5 Januari, melampaui total 19 kasus di provinsi tersebut dalam tiga hari terakhir.

Jumlah total kasus di daratan, termasuk yang berasal dari luar negeri, turun menjadi 32 dari 33 pada hari sebelumnya. Hebei juga menjadi tempat atas 43 dari 64 kasus tanpa gejala (asymptomatic).

Baca juga: 50 juta warga China sudah harus diimunisasi vaksin sebelum Imlek
Baca juga: Beijing mulai vaksinasi massal, ribuan warga Shunyi dikarantina


Meski infeksi-infeksi baru tetap berada pada jumlah yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan angka yang tercatat pada puncak pandemi di negara itu, yang pertama kali muncul di kota Wuhan pada akhir 2019, China terus melakukan upaya-upaya agresif untuk mencegah gelombang baru atas virus yang telah menewaskan 4.634 jiwa di China, dan lebih dari 1,8 juta orang secara global.

Ibu kota Hebelu, Shijiazhuang, menjadi rumah dari hampir semua kasus COVID-19 baru di provinsi tersebut per laporan tanggal 5 Januari. Para pejabat setempat mengatakan pada Rabu akan melarang kerumunan dan nonresiden untuk memasuki area perumahan. Otoritas setempat juga akan menghentikan terminal bus jarak jauh dan telah memulai tes secara besar-besaran.

Otoritas di Dalian, di provinsi Liaoning di mana infeksi-infeksi COVID-19 baru telah dilaporkan dalam beberapa hari terakhir, juga melarang para penduduk dari area yang dianggap berisiko tinggi atau medium untuk menghindari perjalanan yang tidak esensial ke luar Dalian.

Otoritas lokal kerap mengimplementasikan kombinasi dari berbagai upaya termasuk tes besar-besaran, menutup sekolah-sekolah dan membatasi perjalanan bagi mereka di area dengan kluster pasien COVID-19 baru. Pejabat China bea cukai China juga melaksanakan inspeksi rutin terhadap barang-barang impor untuk memeriksa jejak virus corona.

Pada saat yang sama, China telah berusaha untuk membentuk kembali naratif terkait kapan dan di mana pandemi dimulai, dengan pejabat-pejabat tinggi menyoroti sejumlah studi yang diklaim menunjukkan virus tersebut mulai muncul di berbagai kawasan. Beijing juga telah menolak tuduhan adanya kesalahan penanganan terkait wabah COVID-19 di negara itu.

Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa mengatakan dirinya "sangat kecewa" karena China masih belum memberikan izin terhadap satu tim ahli internasional yang ditugaskan untuk meneliti asal muasal virus corona di negara tersebut.

Tim yang berisikan 10 orang itu dijadwalkan untuk berangkat pada awal Januari untuk melacak kasus-kasus awal virus corona. Dua anggota tim telah berangkat namun telah kembali pergi dan mengunjungi negara ketiga, kata kepala bagian kedaruratan WHO Mike Ryan.

Kementerian Luar Negeri China tidak langsung merespons permintaan komentar dari Reuters terkait tim WHO yang tidak bisa masuk ke China.

Sumber: Reuters

Baca juga: 32 kasus baru COVID-19 muncul di China
Baca juga: Penyelidik WHO akan berkunjung, China perkuat narasi tentang COVID-19

Penerjemah: Aria Cindyara
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2021