Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Esti Wijayati meminta Perpustakaan Nasional (Perpusnas) menyusun peta jalan pengembangan perpustakaan sebagai upaya untuk meningkatkan literasi dan numerasi.

"Peta jalan ini bisa menggambarkan alokasi anggaran Perpusnas pada tahun-tahun mendatang,” ujar Esti dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.

Esti mengapresiasi penyerapan anggaran APBN Perpusnas 2020 yang melampaui rata-rata nasional. Namun, pihaknya prihatin karena Komisi X belum dapat menaikkan anggaran yang signifikan untuk Perpusnas. Apalagi, saat ini indeks literasi dan minat baca masyarakat masih rendah.

Baca juga: Legislator minta Perpusnas buat peta jalan perpustakaan

Baca juga: Perpusnas dorong perpustakaan gunakan paradigma kebermanfaatan


“Jangan lagi menempatkan masyarakat tidak mau membaca, tetapi bagaimana masyarakat bisa tumbuh minat bacanya. Jumlah buku yang ada masih kurang, serta tenaga perpustakaan saat ini masih terbatas,” paparnya.

Legislator dari Fraksi PDI-P itu menegaskan alokasi anggaran untuk Perpusnas perlu adanya pemahaman yang serius dan peningkatan yang signifikan.

Legislator dari Fraksi Gerindra, Nuroji optimistis Perpusnas bisa meningkatkan anggaran dengan catatan, Perpusnas memiliki program yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan.

“Saya yakin Perpusnas bisa, karena sebelumnya Perpusnas pernah mengalami anggaran stagnan seperti saat ini. Berdasarkan pengalaman di tahun 2009-2014, dengan dorongan Komisi X DPR dan semangat teman-teman dari Perpusnas, anggaran dapat meningkat dengan signifikan,” kata Nuroji.

Kepala Perpusnas, Muhammad Syarif Bando memaparkan serapan anggaran Perpusnas pada 2020 mencapai 96,62 persen atau melampaui rata-rata daya serap nasional, yakni 95 persen.

Pada 2021, Perpusnas fokus pada kondisi tingkat kegemaran membaca dan indeks literasi yang masih rendah.

Syarif Bando mengatakan permasalahan tersebut harus dilihat secara komprehensif, mulai dari sisi hulu hingga ke hilir. Pihaknya sudah mengidentifikasi hal-hal yang mesti dilakukan untuk mengatasi kondisi tersebut.

“Pada 2021, fokus kita tidak lagi terus menghakimi masyarakat yang rendah kegemaran membacanya, namun dilihat dari sisi hulu bagaimana peran pemerintah agar masyarakat menyiapkan bahan bacaan sesuai standar UNESCO, yakni minimal tiga buku baru tiap orang tiap tahunnya,” kata Syarif.

Baca juga: Perpustakaan LKBN ANTARA dari masa ke masa

Baca juga: Perpustakaan Nasional berkomitmen cetak ASN profesional


Selain itu, harus dibuat regulasi yang mengatur agar buku yang terbit di kota besar bisa tersebar ke seluruh pelosok Indonesia dan anggaran untuk memastikan adanya buku baru di masyarakat.

“Untuk itu kami berharap adanya dukungan penuh dari anggota Komisi X. Tahun ini, kami menargetkan nilai kegemaran membaca masyarakat sebesar 59,3 persen dan indeks pembangunan literasi masyarakat meningkat menjadi 12,” kata Syarif.

Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021