Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Hasto Wardoyo menyebutkan sebanyak 12 persen pasangan suami istri di Indonesia memiliki anak tanpa terencana atau tak diinginkan.

"Karena ada unmet need yang sebetulnya mereka sudah tidak ingin hamil, sudah tidak ingin punya anak, tapi belum terlayani ber-KB, angkanya masih 12 persen," kata Hasto dalam acara Pra-Rakornas BKKBN 2021 di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, angka unmet need tersebut banyak terjadi pada pasangan usia subur yang belum terlayani dengan program KB. "Perlu kami sampaikan target BKKBN, di antaranya kepesertaan dalam KB, ini kami targetkan di angka 62 persen Tahun 2021, dan akan melayani pasangan usia subur yang selama ini belum terlayani," ujar Hasto.

Sementara angka kepesertaan KB di Indonesia pada Tahun 2020 sebanyak 56 persen dari tahun sebelumnya 54 persen. Untuk angka kehamilan yang tidak diinginkan tersebut, BKKBN menargetkan turun menjadi delapan persen di 2021 dari 12 persen pada 2020.

BKKBN berkomitmen untuk meningkatkan kepesertaan program KB dengan menyalurkan Dana Alokasi Khusus Bantuan Operasional Keluarga Berencana (DAK BOKB) yang tadinya disalurkan ke provinsi menjadi ke tingkat kabupaten-kota agar bisa cepat digunakan oleh penyuluh pada penerima KB masyarakat.

Selain itu Hasto juga telah mengeluarkan kebijakan yang memungkinkan para penyuluh KB yang biasanya tidak diperkenankan untuk membawa alat dan obat-obatan kepada para penerima program, kini diperbolehkan dalam rangka percepatan tersebut.

Baca juga: BKKBN sarankan tunda kehamilan di masa pandemi

"Tahun 2020 sudah mulai kita kerjakan, meski pandemi, tapi jumlah aseptor kita meningkat yang dulu cuma 54 persen, sekarang jadi 56 persen. Artinya dalam masa pandemi pun kita meningkat dalam penggunaan kontrasepsi," kata Hasto.

Baca juga: BKKBN prediksi baby boom 500 ribu kehamilan di Indonesia saat pandemi

Kendala yang saat ini dialami, lanjut Hasto, adalah keterbatasan tenaga penyuluh. Saat ini BKKBN memiliki 14 ribu penyuluh PNS ditambah dengan 9600 penyuluh non-PNS. Dengan jumlah kelurahan dan desa yang hampir mencapai 80 ribu, Hasto menyebut tiap satu orang penyuluh memiliki tugas dalam 10 kelurahan atau desa.

Baca juga: BKKBN Jatim dapat Rp55 miliar cegah tingginya angka kehamilan

Dia membandingkan dengan program KB yang dikampanyekan pada era orde baru di mana penyuluh KB berjumlah 45 ribu orang, atau setiap satu orang penyuluh melingkupi dua kelurahan-desa.

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021