54 perusahaan ini sudah menyatakan komitmennya untuk memenuhi kewajibannya sesuai kesepakatan dan pada waktu yang disepakati
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memastikan pasokan batubara untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PT PLN (Persero) tetap bisa berjalan, sekaligus membantah soal kemungkinan adanya pemadaman listrik bergilir.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Rabu, mengatakan telah mengantongi komitmen dari 54 perusahaan pemasok batubara untuk memenuhi kewajibannya pada waktu yang telah disepakati.

"54 perusahaan ini sudah menyatakan komitmennya untuk memenuhi kewajibannya sesuai kesepakatan dan pada waktu yang disepakati," katanya.

Kendati demikian, Ridwan mengatakan stok batubara di PLTU PLN tercatat hanya tinggal 5 hari, merosot dari stok normal yang seharusnya sekitar 15 hari.

"Dalam rapat terakhir, kemarin saya tanya, pasokan per hari tersedia untuk berapa hari? Dijawab, sampai saat ini minimal tersedia pasokan batubara untuk 5 hari. Jadi sudah tersedia untuk 5 hari minimal untuk pasokan batubaranya," katanya.

Ridwan menjelaskan pemerintah punya tugas untuk memastikan pasokan energi untuk pembangkit listrik tidak kurang. Namun, ia mengakui, ada beberapa kondisi yang mempengaruhi proses bisnis rantai pasok batubara ke listrik.

Ketiga hal itu yakni kondisi business to business antara PLN dan perusahaan pemasok batubara, kontribusi kebijakan pemerintah yang menjadikan batubara menjadi barang kena pajak serta faktor cuaca.

"Memang kami akui cuaca yang terjadi di daerah-daerah penghasil batubara ini sedang ekstrem dan juga menimbulkan bencana," katanya.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengakui penyediaan pasokan batubara memang terkendala oleh cuaca ekstrem yang terjadi daerah penghasil di Kalimantan. Padahal, pasokan listrik di Jawa masih banyak dipasok oleh PLTU batubara.

"Ada kejadian di luar kebiasaan, di atas normal, bukan mau menyalahkan cuaca, tapi ke depan perlu diantisipasi karena cuaca begitu mempengaruhi suplai batubara," katanya.

Rida menjelaskan tingginya curah hujan menyebabkan banjir yang meluas sehingga membuat lokasi tambang ikut kebanjiran. Alhasil, produksi batubara pun menurun.

Dalam kondisi lain, meski batubara bisa digali, proses pengangkutannya terhambat karena banyak jalan ke pelabuhan yang dilalui juga mengalami banjir.

"Kalaupun tidak banjir, berlumpur. Jadi memperlambat waktu pemuatan," ujarnya.

Tidak berhenti di situ, kondisi hujan angin juga membuat ombak tinggi sehingga pelayaran ditunda. Hal itu membuat waktu kedatangan batubara dari Kalimantan ke Jawa molor hingga 7 hari dari waktu normal sekitar 4 hari.

Kondisi tersebut, kemudian membuat stok masing-masih PLTU tergerus karena stoknya berkurang sementara operasional pembangkit harus tetap berjalan.

"Itu yang 'menggeser' kondisi stok di PLTU dari normal, siaga, darurat bahkan ada yang kritis," katanya.

Selain dari sisi rantai pasok, kondisi batubara yang basah karena kehujanan dan kena banjir membuatnya cenderung lengket sehingga memakan lebih banyak waktu saat proses bongkar muat. Batubara yang basah juga mempengaruhi kualitasnya.

"Kemampuan pembangkit jadi turun. Ada penurunan kapasitas karena untuk memenuhi kebutuhan dia memakai stok yang ada, makanya menggerus stok batubara," jelas Rida.

Baca juga: PLN kejar target uji coba "co-firing" PLTU biomassa
Baca juga: Kementerian ESDM apresiasi peran asosiasi pertambangan batubara
Baca juga: APBI apresiasi rencana pencabutan Permendag No.82/2017

 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021