Meluncurkan tata cara pengakuan masyarakat hukum adat
Palangka Raya (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Pemprov Kalteng) didukung berbagai pihak termasuk Borneo Nature Foundation (BNF), meluncurkan tata cara pengakuan masyarakat hukum adat (MHA).

"Salah satu inisiasi pemerintah provinsi membuat buku ini, supaya nanti semua menjadi standar pedoman seluruh masyarakat, termasuk kami maupun pemerintah kabupaten dan kota," kata Sekretaris Daerah Kalteng Fahrizal Fitri, di Palangka Raya, Kamis.

Selain itu, pihaknya ingin tata cara ini menjadi panduan bagi para pengusaha.

Menurutnya, Pemprov Kalteng ingin agar semuanya jelas dan tegas, baik terkait MHA maupun kegiatan investasi.

Fahrizal menegaskan, ini juga sebagai upaya menekan potensi konflik yang terjadi di lapangan. Selama ini konflik yang berkenaan dengan kewilayahan seringkali berbenturan dengan pengakuan wilayah adat atau ulayat.

"Dengan ini kami berharap akan ada lembaga penilai atau verifikasi. Nanti seperti dalam buku panduan terbentuk panitia, panitia untuk provinsi saya. Tapi susunan di bawahnya melibatkan unsur pemda, LSM hingga perguruan tinggi. Jadi asas netralitas akan terlihat di situ," ujarnya pula.

Menurutnya, ini merupakan kesempatan yang baik, sehingga bagi pihak mana pun yang ingin meminta pengakuan terkait MHA dipersilakan dan pihaknya terbuka, namun tentu semuanya harus melalui mekanisme pedoman dan tidak berdasarkan pengakuan sepihak.

Ketua Pengurus Yayasan BNF Arta menjelaskan, ranah pihaknya adalah konservasi namun keterlibatan mereka dalam tata cara pengakuan MHA berawal dari salah satu program yang dimiliki, yakni Area Rungan.

"Kami ingin mendorongnya menjadi konservasi masyarakat dan pemda, namun dalam prosesnya kami bertemu dengan kelompok masyarakat yang memiliki hutan adat-ulin," ungkapnya.

Akhirnya, pihaknya bersinergi, sebab hutan adat juga bertujuan untuk melindungi lingkungan. BNF pun dari sisi tersebut, berkomitmen membantu masyarakat mendapatkan klaim hutan adat tersebut, sehingga diharapkan menjadi mitra bersama dalam pengelolaan kawasan.

Hanya saja setelah melakukan diskusi dengan pemda, ternyata diketahui untuk mencapai hutan adat memiliki proses cukup panjang, mulai dari penetapan MHA hingga akhirnya penetapan hutan adat.

Hal itu pun menjadi pembelajaran bagi pihaknya untuk mempermudah semua pihak. Hingga akhirnya bersama pemda dan lainnya, berproses serta menyeleraskan satu tata cara tersebut.

"Ini juga sama atau sesuai dengan visi misi kami, yakni perlindungan lingkungan. Melalui ini mudah-mudahan nanti semua bisa diselesaikan," katanya pula.
Baca juga: KKP perkuat masyarakat hukum adat di Wakatobi Sultra
Baca juga: Baleg DPR sepakati RUU masyarakat hukum adat

Pewarta: Kasriadi/Muhammad Arif Hidayat
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021