Batam (ANTARA) - "Lihat (super tanker itu). Itu di depannya, KN Marore. Panjang tanker itu bisa lima kalinya," kata seorang perwira Badan Keamanan Laut saat menunjukkan dua super tanker Iran dan Panama yang dilabuhkan di perairan Batam, Kepulauan Riau.

Kapal Negara Pulau Marore-322 --kapal Badan Keamanan Laut-- sungguh nampak mungil saat mengawal kapal super tanker asing yang memasuki perairan kedaulatan Indonesia. Padahal, berdasarkan catatan, ukuran KN Pulau Marore-322 cukup besar dengan panjang 80 meter.

Tidak heran apabila radar Badan Keamanan Laut bisa mengidentifikasi dua kapal raksasa itu memasuki perairan Indonesia, mengingat ukurannya yang luar biasa.

Kepala Kantor Keamanan Laut Zona Maritim Barat, Laksamana Pertama Bakamla Hadi Pranoto, usai rapat bersama sejumlah pihak terkait, di Batam, Kamis, menyatakan dua kapal besar itu lego jangkar di luar ALKI, berada di perairan kedaulatan Indonesia.

Badan Keamanan Laut mengidentifikasi dua kapal tanker MT Horse berbendera Iran dan MT Freya berbendera Panama pada Minggu (24/1) saat sedang berdiam di perairan Pontianak, Kalimantan Barat.

Aparat yang bertugas di KN Pulau Marore-322-lah yang kemudian menegakkan aturan nasional kepada dua kapal jenis MT itu.

Saat dipergoki, nama yang semestinya tertera pada lambung kapal ditutupi dengan kain. Automatic Information System (AIS) juga dimatikan. Kemungkinan langkah itu diambil untuk mengelabui aparat penegak hukum Indonesia. AIS wajib dioperasikan kapal-kapal berbendera saat memasuki perairan kedaulatan suatu negara, namun kedua kapal ini justru mematikan sistem itu. 

Diduga, kedua kapal tersebut melakukan transfer BBM illegal dari kapal ke kapal (ship to ship). Hal ini menjadi perhatian khusus tersendiri, terlebih karena Iran masih diembargo negara Barat yang dipimpin Amerika Serikat, termasuk pada aspek ketersediaan BBM-nya. 

Dengan sigap, Badan Keamanan Laut berupaya memeriksa lebih lanjut dengan menggiring dua kapal raksasa itu ke lokasi yang dinilai lebih memungkinkan dan Pelabuhan Batuampar di Batam yang menjadi pilihan.

Mengingat ukurannya yang besar, maka Badan Keamanan Laut mengerahkan kemampuannya untuk menuntun dua kapal itu ke perairan Batam.

Dalam pemantauan udara yang didokumentasikan dari helikopter TNI AL, Selasa (26/1), sejumlah kapal negara beriringan menggiring dua kapal itu, bergerak dalam formasi dengan MT Horse berada di depan yang dikawal KN Pulau Marore-322 di sisi kanannya dengan jarak 0,5 mil laut.

Berjarak sekitar dua mil laut, di formasi kedua terdapat MT Freya yang dikawal KN Belut Laut-406.

Di depan, kapal-kapal perang TNI AL siap mendukung pengawalan itu saat mendekati perairan Tanjung Pinang, bersama helikopter AS-565 MBE Panther TNI AL yang sedia mengasistensi penahanan kedua kapal asing itu.

Pada Rabu dini hari (27/1), MT Horse dan MT Freya dilegokan di perairan Batuampar, Batam dalam kondisi aman. KN Pulau Marore-322 dan KN Belut Laut-406 terus mengawasi dengan lego jangkar di sekitar kapal tangkapan.
 
Kepala Kantor Keamanan Laut Zona Maritim Barat, Laksamana Pertama Bakamla Hadi Pranoto, memberikan keterangan kepada awak media usai rapat bersama sejumlah pihak terkait, di Batam, Kamis. ANTARA/Naim


Penyelidikan
Badan Keamanan Laut kemudian membuat tim penyelidik untuk memperdalam kasus itu. Setibanya dua kapal itu di perairan Batuampar di Batam, tim penyelidik gabungan menyiapkan berbagai aspek teknis untuk pelaksanaan investigasi dengan melibatkan TNI AL, Badan Keamanan Laut, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, KLH, ESDM, dan polisi.

Kabag Humas dan Protokol Badan Keamanan Laut, Kolonel Bakamla Wisnu Pramandita, menyatakan persiapan investigasi relatif panjang karena dokumen yang harus disiapkan cukup banyak. Bahkan, jenis pelanggarannya pun beragam.

"Setiap pelanggaran tentu membutuhkan dokumen tersendiri, termasuk dua kapal ini, jadi rangkap," katanya. Tim juga membutuhkan penerjemah bahasa Parsi yang rencananya didatangkan dari Jakarta untuk memperlancar proses.

Dengan segala persiapan penyelidikan, Pranoto menyatakan penyidikan terhadap berbagai dugaan sejumlah pelanggaran yang dilakukan kapal tanker berbendera Iran MT Horse dan Panama MT Freya dilanjutkan. "Hasil dari diskusi tadi, pada dasarnya MT Horse dan MT Freya akan tetap kami lanjutkan diberikan kepada penyidik untuk ditindaklanjuti," kata dia.

Badan Keamanan Laut masih akan mendalami sejumlah pelanggaran yang diduga dilakukan dua kapal asing. Saat ini Badan Keamanan Laut dan pihak terkait masih melakukan pendalaman tahap pertama, dan masih diperlukan tahapan berikutnya. "Tadi masih tahap pertama, pemberkasan untuk melihat sejauh mana pelanggaran yang sifatnya administratif dan mana yang sifatnya pidana," kata dia.

Tugas Badan Keamanan Laut, kata dia, melakukan pemberkasan penangkapan untuk melengkapi data penyidik.

Saat ditanya apakah kasus itu terkait dengan sanksi ekonomi negara tertentu, dia mengatakan tidak ada hubungannya. Ia juga menegaskan, tidak ada tekanan yang diterima Badan Keamanan Laut dalam menyelesaikan kasus itu.

Secara terpisah, Sekretaris Yayasan Pendidikan Maritim Indonesia, Ihksan, mengatakan penahanan dua kapal tanker asing oleh Badan Keamanan Laut adalah hal yang wajar.

Menurut dia, sanksi yang dapat diberikan untuk dua kapal tanker itu berupa denda, karena melanggar alur laut kepulauan Indonesia. "Sedangkan dugaan perbuatan melanggar hukum seperti transfer minyak itu tidak bisa diadili Indonesia karena bukan berbendera Indonesia," kata dia.

UNCLOS 1982 yang juga diratifikasi Indonesia, kata dia, mengatur hanya negara bendera yang bisa mengadili pelanggar yaitu negara yang benderanya dikibarkan di buritan kapal yang dimaksud.  "Untuk penegakan hukum negara bendera ada di Article 94 UNCLOS ayat 2 b," kata Ikhsan.
 

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021