Tulungagung, Jatim (ANTARA) - Saat daerah lain masih "berjibaku" melawan serangan gelombang kedua pandemi COVID-19, Tulungagung menjadi salah satu dari sedikit daerah di Jawa Timur yang lebih dulu mentas dari status zona merah karena mampu mengendalikan sebaran kasus baru COVID -19.

Bukannya tak ada lagi kasus baru, malah terus bertambah seiring waktu seiring waktu berjalan. Namun rasionya hingga akhir pertengahan Januari 2021 bisa dibilang cukup terkendali.

Ini bukan sebatas klaim, tapi mengacu bukti. Setidaknya hal ini bisa dilihat pada data grafis sebaran COVID-19 yang dirilis Satgas Penanganan COVID-19 Kabupaten Tulungagung, sejak terjadinya tren kenaikan kasus mulai periode Oktober-Desember 2020.

Pada grafis tersebut, fase puncak tambahan kasus baru sempat terjadi dua kali. Pertama, lonjakan kasus terjadi pada 28 November 2020 dengan 64 kasus konfirmasi, dan kemudian pada 20 Desember 2020 dengan jumlah tambahan kasus konfirmasi baru sebanyak 81 orang.

Setelah itu, jumlah tambahan kasus per hari relatif terkendali. Sehari penambahan kasus baru berfluktuasi antara 12-35 orang, kecuali pada tanggal 23 Desember 2020 yang sempat menyentuh angka 44 kasus.

Masih banyaknya temuan kasus baru ini pun tak lepas dari metode "tracing" atau penelusuran kasus kontak erat dari pasien konfirmasi sebelumnya yang berjalan efektif.

Minimal 20-30 orang yang diidentifikasi yang tinggal di sekitar rumah pasien COVID-19, atau mereka yang pernah terlibat kontak erat (komunikasi minimal 15 menit), langsung dilakukan "screening" dengan metode wawancara, serta pemeriksaan fisik sederhana. Cek suhu tubuh, tensi anamnesis kondisi tubuh.

Jika ditemukan indikasi bergejala, yang bersangkutan segera dilakukan prosedur pemeriksaan kesehatan dengan metode rapid test (test cepat) COVID-19, atau yang sekarang menggunakan metode rapid antigen, hingga tes usap PCR di klinik COVID-19 yang ada di RSUD dr. Iskak Tulungagung.

Dan apabila hasilnya dinyatakan positif COVID-19, yang bersangkutan akan direkomendasikan sesuai kondisi gejala yang dialami, baik di puskesmas rawat inap COVID-19 (yang kemudian dinaikkan statusnya menjadi RS darurat COVId-19) untuk yang bergejala ringan, maupun di rumah sakit (RSUD dr. Iskak atau RS Bhayangkara selaku rumah sakit rujukan COVID-19 sesuai ketetapan Gubernur Jatim).

"Untuk yang bergejala namun positif COVID-19 diarahkan ke rumah karantina di Rusunawa IAIN Tulungagung. Tapi jika tracingnya negatif, dan tidak ada gejala, maka yang bersangkutan kami minta isolasi mandiri di rumah masing-masing," kata juru bicara Satgas COVID-19 Kabupaten Tulungagung Galih Nusantoro.

Baca juga: Tulungagung bekukan seluruh izin hajatan antisipasi lonjakan COVID-19

Deteksi Dini 

Jauh hari sebelum terjadi ledakan (jumlah) kasus corona di Kota Marmer yang puncaknya terjadi pada 20 Desember 2020 itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung dr. Kasil Rokhmat bersama tim epidemologinya telah membaca tanda-tanda yang muncul sejak akhir Oktober 2020.

Tepatnya setelah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, 28 Oktober 2020. Saat itu memang kasus berangsur naik. Tapi memang belum signifikan. Jika sebelumnya saat berstatus zona hijau mulai Agustus 2020 dan mulai menerapkan konsep kenormalan baru (new normal) temuan kasus baru hanya kisaran 1-2 orang per hari, memasuki Oktober kasus baru mulai bermunculan hingga belasan orang (terkonfirmasi) per hari.

Tren ini terbaca oleh tim epidemologi Dinkes Tulungagung. Kasus meningkat, yang di-tracing otomatis semakin banyak. Dari hasil tracing itu, sebaran kasus pun terbaca dengan jelas.

"Dari sinilah, kami bisa memprediksi ledakan kasus akan segera terjadi. Dan ternyata benar kan, November (2020) kasus melonjak yang puncak pertama terjadi pada 28 November dengan 64 tambahan konfirmasi baru, dan puncak kedua terjadi pada 20 Desember 2020 dengan jumlah tambahan kasus tertinggi sebanyak 81 orang," terang Kepala Dinkes Tulungagung dr. Kasil Rokhmat.

Pada saat bersamaan, "lampu kuning" juga dinyalakan Satgas COVID-19 RSUD dr. Iskak. Sebabnya, pasien COVID-19 yang sebelumnya sempat menurun, pada kurun Oktober terus naik. Ruang-ruang isolasi untuk rawat inap pasien COVID-19 kembali penuh.

Merasa yakin sebaran klaster COVID-19 mulai sulit dikendalikan, gelagat gawat ini pun segera dilaporkan ke Ketua Satgas COVId-19 yang juga Bupati Tulungagung Maryoto Birowo.

Dan dari laporan itu, pada awal November 2020, seluruh unsur Satgas Penanganan COVID-19 (sebelumnya bernama Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19) segera dikumpulkan untuk menggelar rapat darurat membahas strategi dan skenario penanganan kasus jika satu saat ledakan kasus benar-benar terjadi.

Baca juga: Pemkab Tulungagung kembali berlakukan jam malam
​​​​​

Puskesmas Rawat Inap

Salah satu poin penting yang diputuskan dalam rapat koordinasi Satgas Penanganan COVID-19 Tulungagung saat itu adalah pembentukan puskesmas rawat inap COVID-19 yang tersebar di enam kecamatan.

Rekomendasi muncul sedari awal tren kenaikan kasus terus terjadi selama periode Oktober. Adalah Direktur RSUD dr. Iskak Tulungagung, dr Supriyanto, Sp.B, M.Kes melontarkan ide ini pertama kali, karena mempertimbangkan kapasitas rawat inap COVID-19 di RSUD dr. Iskak yang saat itu hanya mampu menampung 133 bed (tempat tidur).

Usulan itupun dengan mudah diterima seluruh unsur Satgas COVID-19 yang dipimpin Bupati Maryoto Birowo. Terlebih penugasan tiga puskesmas menjadi puskesmas penyangga COVID-19 dalam penanganan pasien bergejala, telah purna sejak Tulungagung dinyatakan masuk zona hijau (rasio transmisi COVId-19 rendah) dan mencanangkan berlakunya adaptasi kebiasaan baru (new normal).

Enam puskesmas yang memiliki kapasitas rawat inap dan berada di titik-titik strategis untuk menampung pasien COVID-19 bergejala ringan pun dipilih.

Enam puskesmas itu adalah Puskesmas Campurdarat, Puskesmas Ngunut, Puskesmas Beji, Puskesmas Bangunjaya, dan Puskesmas Kauman. Dari enam puskesmas rawat inap COVID-19 ini, tersedia 46 tempat tidur tambahan untuk layanan rawat inap pasien COVID-19.

Jumlah ini dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan layanan rawat inap pasien apabila terjadi ledakan kasus corona di daerah itu dengan skala sedang.

Strategi ini pun terbukti efektif. Belum sepekan puskesmas rawat inap COVID-19 ditetapkan Bupati Tulungagung, jumlah pasien COVID-19 yang masuk rumah sakit kian melonjak. Terutama pada periode sepekan sebelum akhir November hingga akhir pertengahan Desember 2020.

Untungnya pada saat yang sama, RSUD dr. Iskak telah menambah kapasitas tampung pasien COVId-19, dari sebelumnya tersedia 133 tempat tidur menjadi 180 tempat tidur.

Demikian pula halnya dengan RS Bhayangkara Tulungagung yang juga telah ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan COVID-19 oleh Gubernur Jawa Timur. Jika awanya hanya menyediakan 13 tempat tidur layanan di ruang-ruang isolasi, terpisah dari pasien umum, bertambah menjadi 30 tempat tidur.

Dengan total kapasitas pelayanan medis khusus COVID-19 secara keseluruhan berjumlah 452 tempat tidur, para pengambil kebijakan dari masing-masing lembaga/instansi dan unit-unit layanan kesehatan lebih mudah berkoordinasi saat muncul kasus baru yang membutuhkan pelayanan rawat inap.

Pasien bergejala ringan dirawat di puskesmas rawat inap COVID-19 yang masih ada tempat tidur kosong, sementara yang bergejala berat langsung dirujuk ke RSUD dr. Iskak karena memiliki fasilitas lebih lengkap dan SDM mumpuni.

Strategi penanganan model ini sudah diberlakukan di RSUD dr. Iskak sejak pandemi mulai melanda Indonesia, dan teridentifikasi pertama kali di Tulungagung pada awal April 2020 dengan membentuk tiga puskesmas penyangga COVID-19.

Tujuannya adalah supaya kasus tidak sampai menumpuk di RSUD, sekaligus memastikan setiap warga yang membutuhkan pelayanan terkait COVID-19 dapat tertangani dengan baik, dan optimal. (bersambung)

Baca juga: Satgas COVID-19 Tulungagung imbau warga waspadai klaster hajatan
Baca juga: Satpol Tulungagung periksa 10 orang pelanggar prokes pesta ulang tahun

 

Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2021