Jakarta (ANTARA) - Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat IPB University Dr. Ernan Rustiadi menekankan perlunya melakukan pendekatan berdasarkan topologi desa dalam mengembangkan desa-desa di Indonesia.

"Kalau dengan cara biasa seperti sekarang, pedesaan itu tidak pernah optimal membangun Indonesia. Oleh karena itu, kita harus melakukan pendekatan berbasis tipologi," kata Ernan dalam dialog virtual bertema Membangkitkan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dari Perdesaan yang diselenggarakan oleh IPB University dari Bogor, Senin.

Ernan mengatakan desa-desa di Indonesia masih menghadapi stigma bahwa desa identik dengan kemiskinan. Walaupun di masa pandemi COVID-19, pertanian dan perdesaan cenderung menjadi penyelamat pertumbuhan, tetapi desa-desa tersebut harus tetap diberi stimulus agar dapat terus berkembang.

Ke depan, pengembangan desa, katanya, perlu menerapkan paradigma yang baru sehingga pencapaian pembangunan desa bisa lebih optimal.

Baca juga: Menteri Desa minta Fatayat NU bantu pembangunan desa di Maluku

Baca juga: IPB University dukung perencanaan pembangunan desa berbasis data


Untuk itu, ia menilai pengembangan desa perlu menggunakan pendekatan berbasis tipologi sehingga desa bisa dikembangkan sesuai dengan kearifan lokal atau ciri aktivitas ekonomi yang telah ada di desa tersebut.

Di Pulau Jawa, ada sekitar 30 persen desa yang kegiatan ekonominya adalah nonpertanian. Aktivitas ekonomi utama di desa-desa tersebut antara lain adalah wisata, industri, kerajinan dan lain sebagainya. Sementara, 90 persen lebih aktivitas ekonomi warga desa di luar Pulau Jawa masih berkaitan dengan pertanian.

Dengan adanya perbedaan tipologi atau karakter aktivitas ekonomi di tiap desa tersebut, maka pengembangan yang perlu dilakukan juga harus berdasarkan ciri khas yang ada di masing-masing desa tersebut.

"Oleh karena itu kita harus punya strategi membangun desa berdasarkan tipologinya," kata Ernan.

Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa saat ini terdapat kebocoran nilai tambah dari upaya pembangunan di desa karena hilirisasi dari kegiatan pertanian di desa banyak dilakukan di perkotaan. Padahal semestinya, kegiatan hilirisasi tersebut masih dapat dilakukan di pedesaan.

"Jadi kebocoran wilayah itu adalah karena nilai tambah yang mengalir ke kota. Bocornya ekonomi Aceh ke Sumatera Utara itu karena Aceh hanya penghasil gabah. Tapi banyak penggilingan, perdagangan, penggudangan itu di Sumut," ujar dia.

Jadi banyak nilai tambah yang bocor dari Aceh ke Sumut. Ini gambaran bahwa pedesaan banyak mengalami kebocoran karena hilirisasi dari kegiatan pertanian banyak di perkotaan. Padahal banyak yang masih bisa berbasis di pedesaan.

Untuk itu, konsep tentang pentingnya stimulus dari sisi produksi, katanya, juga perlu dioptimalkan, terutama untuk mempertahankan perekonomian di masa pandemi COVID-19.*

Baca juga: Kemendes PDTT dan Bank Dunia perkuat kerja sama bangun desa

Baca juga: Gus Menteri dan Bank Dunia Perkuat Kerjasama Pembangunan Desa

Pewarta: Katriana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021