Jakarta (ANTARA) - Kementerian Agama melarang pegawainya mengikuti organisasi terlarang di Indonesia guna menekan tumbuh suburnya ekstremisme.

"ASN Kemenag juga dilarang melakukan tindakan lain yang memiliki keterkaitan dengan organisasi terlarang dan/atau organisasi kemasyarakatan yang dicabut status badan hukumnya," kata Sekjen Kemenag Nizar kepada wartawan di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan Kemenag telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Sekjen Kemenag No 8 Tahun 2021 yang melarang para pegawai berafiliasi dan atau mendukung organisasi terlarang.

Nizar mengatakan SE tersebut terbit sebagai tindak lanjut atas dikeluarkannya Surat Edaran Bersama Menteri PAN-RB dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 2 Tahun 2021 dan Nomor 2/SE/I/2012.

Baca juga: Kemenag: Pengelolaan wakaf uang hanya untuk investasi syariah

"ASN harus menjunjung tinggi nilai-nilai dasar wajib setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintah yang sah, serta berfungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa," kata dia.

Keterlibatan ASN dalam organisasi terlarang, kata dia, dapat menimbulkan radikalisme negatif di lingkungan pegawai. Untuk itu ancaman tersebut perlu dicegah.

Ia mencontohkan organisasi yang saat ini dinyatakan terlarang dan sudah dicabut status badan hukumnya di antaranya Partai Komunis Indonesia (PKI), Jamaah Islamiyah (JI), Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Front Pembela Islam (FPI).

Nizar mengatakan pelarangan keterlibatan organisasi terlarang itu mencakup segala aspek seperti menjadi anggota, memberikan dukungan langsung maupun tidak langsung, menjadi simpatisan serta terlibat dalam kegiatan organisasi tersebut.

ASN Kemenag, lanjut dia, juga dilarang menggunakan simbol-simbol dan atribut, menggunakan berbagai media (media sosial dan media lainnya) untuk mengekspresikan dukungan, afiliasi, simpati dan keterlibatan dalam kegiatan organisasi terlarang.

Baca juga: Kemenag dorong distribusi ZIS untuk bantu korban gempa dan banjir

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2021