Jakarta (ANTARA) - Kecamatan Seram Timur, Maluku, khususnya di pusat ibu kota Geser, Pulau Keffing, Pulau Kwamor, Pulau Karang, dan Gosong Pasir kaya akan potensi wisata namun belum digarap atau masih "tertidur".

Geser sendiri merupakan pulau terapung, pulau kecil yang berada di tengah Laut Banda. Nama Pulau Geser cukup terkenal di Maluku maupun di Indonesia lantaran banyak faktor strategis mulai dari faktor geografis, demografis, sampai dengan sejarah perdagangan ke Indonesia.

Baca juga: Bosan dengan Bali? Ini lima tempat indah alternatif liburan akhir tahun

Geser terkenal sejak zaman Kerajaan Majapahit yang berkeinginan untuk menaklukkan Kerajaan Seram khususnya Seram Timur. Namun sampai dengan runtuhnya Kerjaan Majapahit tahun ± 1500 Masehi, Kerajaan Seram tidak berhasil ditaklukkan.

Sejarah terus berlanjut sampai masuknya bangsa Protugis (1512), VOC (1602 - 1700) hingga masa kemerdekaan (1945), masa pemberantasan RMS tahun 1949 dan Pembebasan Irian Barat tahun 1955.

Pulau Geser memiliki posisi strategis dalam lintasan sejarah tersebut (Saleh Lamdy, 2014). Di samping itu, Pulau Geser merupakan pintu perdagangan bagi Kebupaten Seram Timur, Kabupaten Maluku Tenggara dan Kabupaten Raja Ampat di Papua Barat atau disebut segitiga perdagangan yang sekaligus merupakan peluang pengembangan pariwisata.

Salah satu Pulau dengan potensi besar yang terletak dekat dengan Pulau Geser adalah Pulau Keffing. Pulau ini merupakan tempat produksi ikan julung-julung (Hemiramphus.spp) kering yang terkenal, panen laor (Cacing palolo), jenis poliket yang di konsumsi oleh masyarakat Maluku.

Sementara pada lokasi lain hanya muncul 1-2 kali dalam setahun namun dilokasi Pulau Keffing dapat dipanen setiap bulan, suatu fenomena yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Sehingga, tidak berlebihan jika penulis menyebut segitiga perdagangan antara Kabupaten Seram Timur, Maluku Tenggara dan Raja Ampat dengan sapaan segitiga Keffing sebagai suatu penghargaan terhadap potensi sumberdaya alam yang dimiliki.

Baca juga: ARTIKEL - Wisata Pulau Kucing di Sula Maluku Utara

Wisata selam

Pulau Keffing berada pada posisi 130.86174° BT dan -3.86487° LS atau terletak ± 400 m dari pesisir pantai Pulau Seram. Daerah ini memiliki lereng terumbu yang terjal dengan keimiringan ± 90 derajat.

Pada lereng terumbu dijumpai goa-goa dan teras pada tebing dengan ukuran kecil dan besar. Lereng terumbu, teras dan goa-goa ditumbuhi bermacam biota laut.

Perpaduan Gorgonian, Sponge, Crynoid, Tunicate dan karang hidup dari jenis Tubastrea foulknari (Blac Coral) serta melimpahnya berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya membentuk panorama alam bawah laut yang sangat indah dan tidak kalah dengan panorama alam bawah laut lainnya di Indonesia.

Berbagai macam bentuk dan warna yang menempel pada dinding goa dan lereng terumbu memberikan suatu nuansa yang sangat artistik. Dinding tebing terisi penuh dengan biota laut dan tata letak secara alami disertai dengan warna warni alami yang menakjubkan dan mengagumkan.

Tingkat kecerahan perairan mencapai 40 meter dan lereng tebing mencapai kedalaman 25 m yang memberikan nilai tambah tersendiri untuk penggemar wisata selam (diving) dan fotografer bawah air.

Baca juga: Nono Sampono tentang potensi ekonomi Maluku Utara

Pulau karang

Pulau ini berada satu kilometer di bagian luar arah barat pulau Geser. Bagi warga Geser, pulau karang lebih dikenal dengan sebutan “Bas Buru”. Pulau karang itu terbentuk dari patahan-patahan karang mati akibat gempuran ombak pada musim timur dan secara alami diangkut ombak membentuk pulau.

Kelihatan sangat unik sebab pulau karang yang terbentuk itu dibungkus birunya lautan lepas. Saat ini masyarakat setempat menjadikannya sebagai tempat tamasya.

Aktivitas wisata yang dilakukan masyarakat setempat diantaranya mencicipi ikan bakar, memancing, dan menikmati bukit patahan karang yang putih bersih, menikmati matahari terbenam (sunset), berjemur (sunbathing), snorkeling, menyelam (diving) dan memancing (fishing ).

Geser juga memiliki Tanusang Kefing yang terbentuk dari penumpukan patahan karang dan pasir oleh gelombang dan arus.

Baca juga: Menpar promosikan potensi wisata Maluku Utara

Tanusang ini memiliki pasir putih merupakan tempat migrasi burung pelikan yang cukup banyak, Aktifitas wisata yang dapat dilakukan adalah sunbathing, snorkeling, diving dan fishing dan bermain dengan burung pelikan yang bermigrasi dari Australia yang cukup bersahabat.

Daerah ini juga memiliki sumberdaya mangrove yang kaya. Informasi mengenai sumberdaya mangrove yang berada di wilayah Seram Timur terutama di Pulau Keffing, Pulau Kwamor dan Pulau Geser saat ini masih sangat sedikit.

Secara umum dapat dilihat bahwa mangrove di wilayah ini terdiri dari dua vegetasi yaitu vegetasi mangrove serta vegetasi campuran (mangrove dan asosiasi mangrove).

Hasil pengukuran melalui Citra Landsat 8 TM tahun 2016, diperoleh luasan mangrove di Pulau Keffing 10,68 hektar (ha) (vegetasi mangrove 3,78 ha dan vegetasi campuran 6,92 ha), kemudian di Pulau Kwamor 3975,5 ha dan di Pulau Geser 11,8 ha (vegetasi mangrove 9,2 ha dan vegetasi campuran 2,6 ha).

Masyarakat Seram Timur mengenal mangrove dengan nama “akat”. Menurut masyarakat, akat biasanya disebutkan untuk mangrove jenis Rhizophora.spp. Hasil penelusuran (observasi) dan koleksi bebas pada ke tiga pulau tersebut, ditemukan 26 mangrove yang terdiri dari 14 mangrove sejati dan 12 mangrove asosiasi.

Di Pulau Keffing ditemukan 6 jenis mangrove, di Pulau Kwamor 15 jenis, dan Pulau Geser 20 jenis. Potensi ekosistem mangrove dengan tipikal area pertumbuhan delta dengan alur-alur sebagai jalur transportasi menjadi peluang yang menarik bagi pengembangan potensi ekowisata.

Baca juga: Maluku Utara berpeluang jadi tujuan wisata mancing dunia

Fasilitas pendukung

Potensi dan sumberdaya mangrove di Pulau Keffing dan Kwamor masih alami, belum ada sentuhan untuk pengembangan ekowisata. Sebab itu, bila potensi tersebut akan dikembangkan menjadi ekowisata maka fasilitas pendukung kegiatan ekowisata yang dapat dikembangkan, antara lain Pusat Informasi Mangrove (Mangrove Information Center (MIC), sebagai ruang informasi mangrove di Kecamatan Seram Timur yang berpusat di Geser.

Kemudian ada Kolam Sentuh (touch pool), yang didesain secara khusus agar fauna hutan mangrove seperti ikan, kepiting dan moluska dapat hidup sebagaimana habitat aslinya. Dengan demikian maka para pengunjung dapat berinteraksi secara langsung dan menyentuh fauna-fauna hutan mangrove.

Baca juga: Minat wisata mancing di Maluku Utara tinggi

Jembatan Kayu (wooden trail) dengan konsep nature based development juga tersedia. Keseluruhan konstruksi jembatan ini termasuk tiang pancang, rangka dan geladaknya menggunakan bahan baku kayu yang tahan terhadap panas dan air dan hanya bagian-bagian tertentu saja terutama pada tempat keluar masuknya air dibangun dengan menggunakan semen dan batu sehingga walaupun jembatan ini dibuat di sepanjang hutan mangrove tidak menimbulkan tekanan terhadap ekologi hutan mangrove (Sari Puspita.PP,2015).

Jembatan kayu ini merupakan jalan yang digunakan untuk jalur tracking olahraga, pengamatan burung, memancing, dan kegiatan ekowisata lainnya di kawasan Mangrove Information Center (MIC).

Bagi yang ingin menikmati wisata kuliner, di sini ada warung ikan bakar, tempat ini dirancang khusus sebagai tempat istirahat dan tempat makan, untuk menikmati ikan segar sambil menikmati keindahan alam dan memandang Laut Banda.

Di sepanjang jembatan kayu terdapat pondok-pondok peristirahatan yang jumlah dan jaraknya dapat disesuaikan dari satu pondok peristirahatan dengan pondok peristirahatan yang lainnya. Di tempat ini, pengunjung bisa melihat berbagai pohon mangrove yang indah dan beberapa jenis kepiting dan ikan, burung dan biota laut dan fauna lainnya.

Sering kali tempat ini juga dijadikan sebagai tempat istirahat bagi pengunjung yang melakukan kegiatan memancing di sekitar pondok peristirahatan ini.

Pengembangan pariwisata membutuhkan sarana prasarana pendukung yang memadai antara lain penginapan, restoran, akses internet, ketersediaan listrik, dermaga, transportasi dan sarana lainnya.

Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung serta akomodasi menuju Pulau Geser antara lain penginapan sebanyak lima buah dengan jumlah kamar rata-rata 10 – 15 kamar, yakni Penginapan Nusantara, Penginapan Cahaya Kasih, Penginapanan Cemara dan Penginapan Solo Terapung (dua buah).

Kapasitas daya listrik yang disediakan oleh PLN sebanyak 490 KVA dan kapasitas internet tersedia oleh Telkomsel adalah 32 Kbps (Kilo bits per second ). Asesbilitas cukup lancar karena kota Bula, Geser dan sekitarnya dapat di tempuh dengan Pesawat Trigana Air Ambon – Bula (Kufar ) 5 kali dalam 1 minggu dengan kapasitas penumpang sebanyak 35 orang.

Akses melalui angkutan laut dengan kapal cepat, Ambon - Geser 1 minggu 2 kali, dan Kapal Perintis setiap 2 minggu. Terdapat juga angkutan Fery yang melayani antar kecamatan dan Desa, sedangkan transportasi antar pulau di gunakan long boat dan Kapal Motor milik masyarakat.

Oleh-oleh

Potensi oleh-oleh atau jajanan penganan di daerah ini juga cukup banyak berasal dari Seram Timur yang dapat dibawa pulang pengunjung ketika kita mengunjungi Kota Geser atau Bula, ibu kota Seram Timur.

Oleh-oleh yang khas di antaranya ikan julung-julung kering, kopi asli hatelas, abon ikan, hingga keripik keladi yang sudah dikemas dan berlebel.

Produk lokal yang sudah cukup terkenal dari daerah ini termasuk juga minyak kelapa murni. Sesuai namanya, minyak ini dibuat menggunakan bahan alami yang prosesnya tanpa campuran bahan tambahan apa pun, serta diproses dengan pemanasan yang terkendali.

Kenapa minyak kelapa ini bagus? Ternyata karena minyak kelapa murni mengandung zat yang disebut dengan asam laurat, yang mampu menjaga sistem kekebalan tubuh.

Dengan kekayaan yang begitu besar, potensi wisata alam di Geser dan sekitarnya jelas perlu mendapatkan sentuhan dari pemerintah dan investor untuk menjadikan pariwisata di daerah ini mendunia.

Baca juga: Sandiaga optimis parekraf segera pulih di tengah pandemi COVID-19

Baca juga: Menparekraf ingin ada kebijakan khusus bagi difabel di sektor parekraf

Baca juga: Kemenparekraf upayakan GeNose untuk destinasi wisata prioritas

Pewarta: Daniel Pelasula, M.Si, Selfrida M. Horhoruw, M.Si, peneliti
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021