Vatican City (ANTARA) - Paus Fransiskus pada Minggu menyatakan dengan jelas melawan para pemimpin militer di Myanmar menyusul kudeta di sana minggu lalu, seraya mengungkapkan "solidaritas dengan rakyat" dari negara itu dan meminta para pemimpin untuk melayani kebaikan bersama.

Paus Fransiskus, berbicara pada pidato Minggu di Lapangan Santo Petrus, mengatakan dia mengikuti situasi di Myanmar, yang dia kunjungi pada tahun 2017, "dengan keprihatinan yang mendalam".

Puluhan ribu orang berunjuk rasa di seluruh Myanmar pada Minggu untuk mengecam kudeta 1 Februari dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, dalam protes terbesar sejak Revolusi Saffron 2007 yang membantu melahirkan reformasi demokrasi.

Kudeta militer di Myanmar, yang sebelumnya bernama Birma, juga dikecam oleh para pemimpin dunia serta Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres.

Militer Myanmar membatalkan hasil pemilihan umum yang dimenangi Aung San Suu Kyi dengan argumen terjadi kecurangan dan menahan peraih Nobel Perdamaian itu dengan alasan Suu Kyi melakukan pelanggaran hukum dengan mengimpor handy talky secara ilegal.

Presiden AS Joe Biden--saat berpidato pada bagian yang menyinggung kudeta di Myanmar-- mengatakan,bahwa tak diragukan lagi dalam sistem demokrasi, militer tak bisa membatalkan hasil pemilihan umum.

Sumber: Reuters
Baca juga: Ribuan orang berkumpul hari kedua protes jalanan di Myanmar
Baca juga: Warganet Myanmar marah setelah Paus Fransiskus gunakan kata Rohingya
Baca juga: Kepada Paus, panglima militer katakan "tak ada diskriminasi agama" di Myanmar

Penerjemah: Mulyo Sunyoto
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021