Yogyakarta (ANTARA) - Kepala Unit Pelayanan Transfusi Darah (UPTD) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito Yogyakarta dr. Teguh Triyono mengharapkan efektivitas plasma konvalesen untuk membantu terapi penyembuhan pasien COVID-19 membuktikan peran para penyintas sehingga mereka tidak layak distigmatisasi.

"Ini membuktikan teori kita semua bahwa teman-teman penyintas COVID-19 tidak boleh distigmatisasi dan tidak harus distigmatisasi," kata Teguh Triyono saat acara puncak perayaan HUT Ke-39 RSUP Dr Sardjito yang berlangsung secara virtual di Yogyakarta, Senin.

Melalui donor plasma konvalesen, menurut dia, para penyintas memiliki peran yang baik dan bermakna untuk membantu sesama penderita COVID-19.

Ia mengatakan para penyintas yang sebelumnya dirawat dengan kondisi lebih berat, justru memiliki antibodi lebih tinggi sehingga memiliki kemampuan lebih baik dan lebih banyak untuk membantu penyembuhan pasien COVID-19.

Baca juga: Kemenkes apresiasi RSUP Dr Sardjito vaksinasi 3.000 nakes dalam sehari

Baca juga: Dokter bedah di Yogyakarta meninggal dunia akibat COVID-19


Mengenai pendapat yang menyebutkan bahwa seorang penyintas hanya bisa memberikan donor plasma maksimal tiga kali, Teguh mengaku tak sepakat.

Berdasarkan literatur yang ia pelajari, sepanjang antibodi yang dimiliki penyintas masih memenuhi syarat serta sudah melalui 14 hari dari donor yang terakhir, tidak ada masalah untuk berdonor kembali.

Ia menjelaskan antibodi yang terkandung dalam plasma memiliki potensi mengikat SARS CoV-2 sehingga batal masuk ke sel reseptor yang akan disasar. Seandainya virus terlanjur masuk, antibodi masih mampu menetralisasi virusnya sehingga proses infeksi lanjutan tidak terjadi.

"Pemberian plasma ini juga akan memacu respon imun keseluruhan dari pasien sehingga tidak hanya mengikat dan menetralisasi, tetapi juga membantu memacu respon imun sehingga kemampuan membasmi virus lebih baik lagi," katanya.

Kendati sebatas sebagai salah satu alternatif terapi tambahan, setidaknya terapi plasma ini mampu membantu pasien COVID-19 yang mengalami immunocompromised atau memiliki gangguan dalam membentuk antibodi sendiri.

"Tentu saja kita tidak mungkin menempatkan terapi ini pada titik yang segalanya, yang semuanya bisa diselesaikan dengan plasma konvalesen. Ini tetap menjadi salah satu alternatif terapi tambahan bagi pasien Covid-19," kata dia.

Berdasarkan data per 5 Februari 2021, UPTD RSUP Dr Sardjito telah melayani terapi plasma kovalesen untuk 163 pasien. Sebanyak 60 persen di antaranya justru berasal dari luar RSUP Sardjito dengan pasien terbanyak bergolongan darah B, diikuti O, A, dan terakhir AB.

"AB paling sedikit karena golongan darah AB paling rendah dibandingkan golongan darah lainnya," kata dia.

Sejumlah syarat yang harus dipenuhi pendonor plasma konvalesen, kata dia, di antaranya berusia 18-60 tahun, berjenis kelamin laki-laki atau wanita yang belum pernah hamil, dinyatakan sembuh dari COVID-19, serta tidak reaktif terhadap hepatitis B, hepatitis C, HIV, dan sifilis pada saat donasi.

Dengan metode Plasmapheresis yang berbeda dengan metode donor darah lainnya, menurut dia, seorang pendonor hanya diambil komposisi plasmanya saja sebanyak 400-600 mililiter (ml), tanpa mengambil sel darah putih serta sel trombosit.

"Risiko anemia lebih kecil karena tidak diambil eritrosit-nya. Paparan infeksi juga lebih rendah," ujar Teguh.*

Baca juga: Peluncuran donor plasma BUMN diikuti dua penyintas

Baca juga: Satgas BUMN Jambi tunggu alat pendukung donor plasma konvalesen

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021