Penyebaran kasus COVID-19 di Kota Kupang ini sudah tangap darurat luar biasa
Kupang (ANTARA) - Suasana di Kota Kupang pada awal bulan April tahun 2020 lalu begitu sunyi ketika pemerintah pertama kalinya mengumumkan bahwa salah satu warga daerah itu terkonfirmasi positif corona virus disease (COVID-19).

Saat itu, suasana di jalanan, pasar, dan pusat-pusat perbelanjaan di ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur sepi lantaran nyaris tidak ada warga yang berani berjalan-jalan di luar rumah.

Tempat-tempat ibadah pun meniadakan pelayanan. Kantor-kantor membatasi pelayanan publik, dan sekolah-sekolah berlangsung secara daring hingga saat ini.

Namun, suasana hari ini berbeda drastis dari sebelumnya. Sejak diberlakukannya adaptasi kebiasaan baru pada 15 Juni 2020 lalu, aktivitas masyarakat kembali berlangsung seperti biasa.

Pusat-pusat perbelanjaan, pasar, restoran dipenuhi warga tanpa mengenakan masker dan tanpa menjaga jarak, seolah tidak ada virus corona jenis baru ini yang tengah hidup berdampingan dan mengancam nyawa.

Masyarakat pun tidak segan-segan beradu mulut dengan para petugas yang menegur mereka karena tidak melaksanakan protokol kesehatan sebagaimana yang telah ditetapkan pemerintah.

"Dalam operasi penertiban yang dilakukannya bersama para pejabat Pemerintah Kota Kupang, masih ada warga yang menolak dan mengajak berdebat dengan petugas," ungkap Wakil Wali Kota Kupang, Herman Man bernada prihatin.

Padahal, hingga posisi 9 Februari 2021, data memperlihatkan bahwa di NTT sudah memiliki 6.761 kasus positif terkonfirmasi COVID-19 dengan 172 orang meninggal dunia atau CFR 2,6 persen.

Dari dari ini menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen angka yang terkonfirmasi positif COVID-19 di NTT saat ini berada di Kota Kupang, sebagai episentrum kasus di NTT dengan kasus hingga 9 Februari 2021 mencapai 3.149 orang dengan 78 orang meninggal dunia.

Disusul Kabupaten Manggarai Barat, ujung barat Pulau Flores dengan angka kasus 435 orang dengan jumlah korban meninggal dunia 14 orang, Kabupaten Ende 376 kasus dengan korban meninggal dunia dua orang.

Walaupun trend kasus positif COVID-19 terus bergerak naik, namun kondisi sosial terbalik. Adaptasi kebiasaan baru yang mulai diberlakukan sejak 15 Juni 2020 lalu itu mendorong warga untuk beraktivitas sekalipun masih di tengah pandemi.

Baca juga: Tingkat kesembuhan pasien COVID-19 di NTT di atas 50 persen


Kondisi berubah

Pada awal kemunculan COVID-19 di NTT April 2020 silam, setiap orang yang terinfeksi virus COVID-19 masih bisa ditelusuri asal usulnya.

Di sisi lain, walaupun kapasitas pemeriksaan laboratorium biomolecular berbasis PCR yang masih terbatas, dan dengan penundaan waktu pemeriksaan sample yang bisa lebih dari dua pekan, pergerakan kasus-kasus masih dapat diisolasi.

Kabupaten-kabupaten yang masuk kategori zona merah masih gampang ditandai dan dalam hitungan hari sudah bisa kembali ke zona hijau.

Angka penambahan jumlah pasien positif COVID-19 baru di NTT yang sampai bulan Agustus 2020 masih bisa dihitung dengan menggunakan jari tangan, sejak September 2020, penambahan kasus harus menggunakan kalkulator.

Sementara fasilitas kesehatan terpuruk akibat kekurangan tenaga ataupun sumber daya kesehatan. Sistem kesehatan di NTT mulai kewalahan menahan gempuran virus COVID-19.

Angka positif harian bahkan mendekati angka 50 persen, menyebabkan kasus COVID-19 di NTT menjadi tidak terkendali. Kasus tinggi juga diikuti angka kematian yang naik.

Kematian akibat COVID-19 di NTT sudah mencapai 176 orang, lebih dari 40 persen berasal dari Kota Kupang. Lebih dari 60 kematian terjadi di bulan Januari 2021.

Kenaikan kasus yang cepat tidak sebanding angka kesembuhan. Kecepatan naiknya kasus COVID-19 ini karena beberapa hal, di antaranya keterbatasan fasilitas perawatan sehingga banyak pasien yang memilih isolasi mandiri di rumah.

Saat ini hanya sebagian kecil pasien aktif COVID-19 yang dirawat di rumah sakit dari total 3.463 pasien pada posisi 9 Februari atau 51,22 persen. Selebihnya terpaksa menjalani isolasi secara mandiri di rumah.

Isolasi mandiri memang bukan pilihan yang salah, jika tidak bergejala atau bergejala sedang atau ringan. Yang menjadi masalah kalau bergejala berat dan butuh perawatan lanjutan.

Belum lagi masalah kondisi lingkungan rumah yang mungkin kurang layak untuk isolasi mandiri, membuat peluang penularan di tingkat komunitas dan keluarga menjadi tinggi dan cepat.

Baca juga: MUI NTT minta penyintas COVID-19 jadi donor plasma

Baca juga: Wagub NTT: Tambahan 100 tempat tidur pasien COVID-19 siap digunakan


PKM level mikro

Pemerintah Kota Kupang segera menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat, mulai dari level mikro sebagai upaya pemerintah mengendalikan penyebaran COVID-19, dari tingkat akar rumput.

"Penanganan kasus COVID-19 di Kota Kupang saat ini harus dilakukan mulai dari level paling bawah, sehingga pengendalian penyebaran COVID-19 dapat terpantau secara baik," kata Wakil Wali Kota Kupang Herman Man.

Menurut dia, jumlah pasien suspek virus corona jenis baru di Kota Kupang terus meningkat, tetapi tingkat kesembuhan masih kurang dari 40 persen.

Bahkan tingkat kematian pasien COVID-19 di Kota Kupang tidak berbeda jauh dengan nasional, sementara kasus aktif mencapai lebih dari 58 persen.

"Kondisi rumah sakit saat ini kaitannya dengan bed occupancy rate (BOR) atau kapasitas tempat tidur rumah sakit di Kota kupang sudah lebih dari 100 persen. Artinya sudah tidak ada lagi tempat tidur yang kosong," kata Hermanus Man.
Seorang petugas mengenakan masker kepda seorang pengendara yang tidak mengenakan masker (ANTARA/Beny Jahang)
e

Berdasarkan empat faktor itu, Kota Kupang harus melakukan pembatasan-pembatasan kegiatan masyarakat di level mikro, katanya.

Menurut dia pembatasan sosial berskala kecil (PSBK) dalam wilayah RT/ RW atau kelurahan melalui pemberlakuan jam malam, yaitu pembatasan kegiatan sosial kemasyarakatan pada malam hari mulai pukul 21.00 Wita sampai dengan 05.00 Wita.

Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur, Josef A Nae Soi menyebutkan penyebaran kasus COVID-19 di Kota Kupang semakin mengkhawatirkan sehingga diperlukan operasi penegakan disiplin protokol kesehatan berskala besar karena sudah menjadi tangap darurat luar biasa.

"Penyebaran kasus COVID-19 di Kota Kupang ini sudah tangap darurat luar biasa. Dalam mengatasi hal ini harus dilakukan dengan cara paksa tidak ada kompromi," kata Josef A Nae Soi.

Namun, upaya pembatasan kegiatan masyarakat ini tidak akan cukup untuk menekan laju kenaikan kasus di NTT, khususnya Kota Kupang, sebagai episentrum COVID-19 di NTT jika tidak dilaksanakan secara benar dengan kedisiplinan yang tinggi.

Ketaatan terhadap protokol kesehatan COVID-19 juga harus makin diperketat, kata Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dr Teda Litik.

Menurut dia, ketegasan pemda sangat dibutuhkan dalam hal penegakan pelaksanaan protokol kesehatan seperti yang sudah dihimbau dan diatur dalam berbagai aturan.

"Kalau hanya sekedar mengimbau tanpa monitoring dan pengawasan ketat di apangan maka masyarakat juga akan acuh tak acuh dengan tidak memperhitungkan segala risiko penularan," katanya menambahkan.

Jalan pandemi COVID-19 kini masih panjang. Kerja sama semua pihak sangat dibutuhkan untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19 yang terus melaju saat ini.

Tidak ada pilihan lain, pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan semua komponen masyarakat di daerah ini harus bersinergi dan bahu-membahu untuk membendung laju penyebaran COVID-19.

Tanpa kesadaran dan sinergi seluruh komponen masyarakat, semua upaya yang dilakukan pemerintah sebagai bagian dari jalan suci untuk mempertahankan hidup dan martabat kemanusiaan dit engah pandemi COVID-19 ini akan sia-sia.

Baca juga: 12 orang lagi pasien COVID-19 di NTT meninggal

Baca juga: Kota Kupang perpanjang PPKM cegah penyebaran COVID-19

 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021