kecilnya suplai (magma) dari dalam ke permukaan menyebabkan awan panas belum terjadi
Yogyakarta (ANTARA) - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyebut kecil dan lambatnya suplai magma menuju ke permukaan menyebabkan awan panas Gunung Merapi tidak muncul kembali.

"Jadi memang kecilnya suplai (magma) dari dalam yang menuju ke permukaan menyebabkan kejadian awan panas belum terjadi," kata Kepala BPPTKG Hanik Humaida dalam siaran informasi BPPTKG "Aktivitas Merapi Terkini" yang berlangsung secara virtual di Yogyakarta, Senin.

Ia mengatakan kubah lava yang berada di tebing barat daya Gunung Merapi berdasarkan data per 13 Februari 2021 volumenya mencapai 350.000 meter kubik dengan kecepatan pertumbuhan 38.000 meter kubik per hari.

Baca juga: Gunung Merapi tujuh kali meluncurkan guguran lava

Sedangkan untuk rata-rata hariannya, laju pertumbuhan kubah lava saat ini sebesar 10 ribu meter kubik per hari atau masih di bawah rata-rata pertumbuhan kubah lava Merapi pada umumnya yang mencapai 20.000 meter kubik per hari.

"Umumnya Merapi itu (rata-rata) 20 ribu meter kubik per hari pertumbuhan kubah lavanya. Pada erupsi 2006 bahkan bisa sampai 70 ribu sampai 150 ribu meter kubik per hari," kata dia.

Meski laju pertumbuhan kubah lava masih lambat, Hanik berharap masyarakat tetap waspada karena awan panas masih berpotensi muncul kembali.

Baca juga: Gunung Merapi meluncurkan guguran lava pijar sejauh 1.000 meter

"Sekarang kubah lava terus tumbuh yang sewaktu-waktu bisa menimbulkan awan panas. Ini yang harus kita waspadai," kata dia.

Sejak Gunung Merapi berstatus Siaga, puncak luncuran awan panas terjadi pada 27 Januari 2021 yang jumlahnya mencapai 52 kali dalam sehari dengan jarak luncur maksimum mencapai 3 km ke arah barat daya.

Sedangakan untuk kubah lava baru yang muncul di tengah kawah puncak Merapi, sampai saat ini BPPTKG belum bisa mengukur volumenya karena masih terkendala cuaca. Dari sisi tenggara, guguran material juga belum terpantau keluar.

Baca juga: 137 pengungsi Merapi di barak Purwobinangun dipulangkan

"Artinya bahwa guguran ini kemungkinan besar masih terjadi dalam kawah," kata Hanik.

Menurut dia, pertumbuhan kubah lava tidak berhenti dan terus naik, maka status Merapi yang saat ini yang masih di level III atau Siaga akan segera dievaluasi. Begitu juga jika jarak luncur awan panas semakin jauh dan membahayakan penduduk.

Berdasarkan pengamatan aktivitas Merapi periode 5 sampai 11 Februari 2021, BPPTKG mencatat aktivitas seismik (kegempaan) Gunung Merapi mengalami penurunan signifikan, demikian juga dengan deformasi, dan konsetrasi gasnya yang mengindikasikan tidak adanya tekanan magma berlebih.

Namun demikian, apabila pertumbuhan kubah lava tidak kunjung berhenti dan bahkan terus naik, menurut Hanik, status Gunung Merapi tidak menutup kemungkinan bakal dievaluasi dengan mempertimbangkan gejala-gejala yang ada.

Baca juga: Guguran lava pijar Merapi meluncur ke arah Kali Krasak dan Boyong

"Misalnya jika lebih intens awan panasnya atau semakin jauh jarak luncur awan panas tersebut tentu akan kami evaluasi lagi. Kalau sudah membahayakan sampai ke penduduk tentu akan kita naikkan statusnya," kata dia.

hingga saat ini BPPTKG masih mempertahankan status aktivitas Gunung Merapi pada Level III atau Siaga.

Potensi bahaya saat ini masih berupa guguran lava dan awan panas yang bersumber dari Kubah Lava 2021 pada sektor selatan-barat daya meliputi sungai Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Putih sejauh maksimal 5 km.

Sedangkan lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 km dari puncak.

Baca juga: BPPTKG deteksi pertumbuhan kubah lava baru di puncak Gunung Merapi



 

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021