mendorong kerja sama riset internasional
Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan kolaborasi dalam negeri dan internasional menjadi kunci untuk memperkuat dan mengoptimalkan kegiatan riset dalam negeri di tengah keterbatasan anggaran riset.

"Kata kunci dari kegiatan riset hari ini itu adalah kolaborasi baik kolaborasi antarindividu, kolaborasi antarbidang ilmu, kolaborasi antarinstitusi seperti antar fakultas antaruniversitas kemudian universitas dengan lembaga penelitian dan berbagai macam kolaborasi lainnya," kata Menristek Bambang dalam acara virtual Pengumuman Pendanaan Penelitian untuk Perguruan Tinggi non PTNBH dan Tematik, Jakarta, Kamis.

Saat ini pendanaan riset di Indonesia masih didominasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Jika hanya mengandalkan dana dari negara, menurut Menristek, maka masih jauh dari cukup untuk membuat lompatan-lompatan jauh kegiatan riset. Oleh karenanya, skema kolaborasi menjadi cara untuk mengoptimalkan kegiatan riset karena pendanaan bisa datang dari beragam sumber.

Baca juga: Perguruan tinggi non-PTNBH dapat hibah riset Rp623 miliar Kemenristek
Baca juga: Istana minta perguruan tinggi bentuk wadah kolaborasi riset COVID-19


Menurut Menristek/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), semua permasalahan global yang semakin rumit saat ini tentunya tidak mungkin bisa diselesaikan oleh satu bidang ilmu atau satu individu saja dengan mengesampingkan kolaborasi.

Justru kolaborasi bisa mempercepat lahirnya suatu inovasi, dan menyediakan jawaban berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap suatu masalah.

Kolaborasi juga didorong di Indonesia supaya para peneliti tentunya tidak asyik sendiri dengan agenda dan keahliannya sendiri melakukan riset sendiri karena kemungkinan itu bisa melahirkan inovasi yang kurang relevan dengan kebutuhan masyarakat dan industri.

Menristek Bambang mengatakan, relevansi hasil kegiatan riset terhadap kebutuhan masyarakat dan pasar harus terus ditingkatkan.

"Karenanya dengan dana APBN yang relatif terbatas ditambah belakangan sudah ada dana abadi riset yang akan mulai beroperasi penuh di tahun 2021 ini maka mendorong kerja sama riset internasional termasuk di dalam Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) ini," ujarnya.

Baca juga: Menristek dorong sinergi dan kolaborasi riset Indonesia dengan Eropa
Baca juga: Kemenkes: Industri farmasi-alkes Indonesia harus didorong berkembang


Dia juga mengatakan perlunya perguruan tinggi bergandengan tangan dan selalu menjaga hubungan erat dengan industri karena komersialisasi tentunya hanya bisa tercapai jika dunia industri atau dunia usaha siap dan mau menerima prototipe hasil riset yang dilakukan oleh perguruan tinggi.

"Dan utamanya kita selalu harus terdepan di dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri sehingga riset yang dihasilkan adalah riset yang menghasilkan prototipe yang kemudian siap untuk dikomersialisasi," tutur Kepala BRIN.

Para peneliti dan dosen juga diharapkan selalu membangun jaringan internasional terutama untuk tidak hanya meningkatkan kemampuan dalam menulis artikel di jurnal yang bereputasi tetapi juga melahirkan berbagai hasil inovasi yang barangkali jika dikerjakan sendirian di Tanah Air belum tentu bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Karena itu, perlu juga membangun kerja sama internasional dalam berbagai bentuk.

Dengan kerja sama internasional baik antara individu dari dalam dan luar negeri atau antar institusi, maka diharapkan bisa mengangkat reputasi universitas-universitas di Indonesia, meningkatkan peringkat perguruan tinggi di kancah global, sekaligus meningkatkan relevansi hasil riset di Tanah Air.

Baca juga: WINNER 2020 kolaborasi baru pendidikan dan riset Indonesia-Belanda
Baca juga: Menristek: Perkuat kolaborasi riset dan hilangkan egoisme keilmuan

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021