Samarinda (ANTARA) - Manajemen PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) melalui Corporate Secretary Farah Dewi menyampaikan klarifikasi atas dugaan kasus korupsi pengelolaan dana deviden yang bersumber dari participating interest (PI) sebesar 10 persen dari Pertamina Hulu Mahakam (PHM).

"Karena menyebut aliran dana sebesar Rp70 miliar dari PT Pertamina Hulu Mahakam ke MGRM, maka PT Pertamina Hulu Mahakam perlu memberikan klarifikasi,” ujar Farah Dewi dalam rilis, Sabtu.

Farah Dewi menjelaskan secara hukum, PHM yang merupakan bagian dari PHI tersebut tidak memiliki kewenangan dan kewajiban untuk mengatur lebih lanjut aliran atau peruntukan dana bagi hasil PI 10 persen yang telah diterima PT Migas Mandiri Pratama Kutai Mahakam (MMPKM).

Ia menjelaskan bahwa berdasarkan perjanjian, mitra PHM adalah PT Migas Mandiri Pratama Kutai Mahakam (MMPKM) sebagai Perusahaan Perseroan Daerah (PPD) yang akan mengelola PI (Participating Interest) sebesar 10 persen WK (Wilayah Kerja) Mahakam.

“Maka dana bagi hasil PI 10 persen WK Mahakam dibayarkan oleh PHM kepada MMPKM, sesuai dengan ketentuan Permen ESDM 37/2016 dan Perjanjian. PHM tidak pernah membayarkan dana bagi hasil PI 10 persen langsung kepada MGRM,” ujar Farah Dewi.

Ia menjelaskan asal-usul bagaimana sejarah participating interest sebesar 10 persen itu terjadi.

Baca juga: Kejati Kaltim tetapkan Direktur PT MGRM tersangka korupsi

Menurut Farah, dimulai dari adanya Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2004, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10 persen pada WK Minyak dan Gas Bumi dan Kontrak Bagi Hasil WK Mahakam.

“Penawaran participating interest 10 persen kepada BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) adalah kewajiban berdasarkan ketentuan itu,” ujarnya.

Permen ESDM 37/2016 menyebutkan penunjukan BUMD sebagai penerima PI 10 persen merupakan kewenangan Gubernur. Dalam hal PI 10 persen WK Mahakam, Gubernur Kalimantan Timur telah menunjuk PT Migas Mandiri Pratama Kalimantan Timur (MMPKT) sebagai pihak yang menerima PI 10 persen pada WK Mahakam.

Kemudian MMPKT menunjuk PT Migas Mandiri Pratama Kutai Mahakam (MMPKM) sebagai Perusahaan Perseroan Daerah (PPD) yang akan mengelola PI 10 persen WK Mahakam.

Secara fakta hukum, pemegang saham PT MMPKM adalah PT Migas Mandiri Pratama Kalimantan Timur (MMPKT) sebagai BUMD Provinsi Kalimantan Timur, dan PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM) sebagai BUMD Kabupaten Kutai Kartanegara.

Baca juga: Pemprov Kaltim kerja sama kejati penanganan masalah hukum perdata-TUN

Berdasarkan penunjukan oleh Gubernur dan MMPKT tersebut, PHM kemudian menandatangani Perjanjian Pengalihan dan Pengelolaan PI 10 persen WK Mahakam dengan PT MMPKM pada Juli 2019 dan telah mendapatkan persetujuan Menteri ESDM pada September 2019 sesuai ketentuan yang berlaku.

Diketahui Kejaksaan Tinggi Kaltim, melalui Asisten Pidana Khusus Kejati Kaltim, Prihatin SH, telah mengumumkan satu orang tersangka, yakni IR selaku Direktur PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM).

Jaksa menyelidiki penerimaan dana segar sebesar Rp70 miliar kepada perusahaan perseroan daerah (Perseroda) PT MGRM yang berkantor di Tenggarong Kutai Kartanegara itu.

Semestinya sebesar Rp50 miliar dari uang itu digunakan untuk membangun tangki timbun di Samboja, Balikpapan dan Cirebon. Tetapi menurut jaksa, pembangunan tangki timbun tidak pernah ada.

Jaksa justru menemukan aliran dana tersebut kepada perusahaan lain, yaitu PT Petro TNC International. Setelah ditelusuri perusahaan itu sahamnya milik tersangka IR sebesar 80 persen dan anaknya 20 persen.

Baca juga: Pertamina minta pendampingan KPK terkait permasalahan strategis

Pewarta: Arumanto
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021